Friday, September 13, 2013

BENTUK HUKUM DAN TATA CARA PENDIRIAN BANK



Tujuan Instruksional :
Setelah membaca bab ini pembaca diharapkan mengetahui dan dapat
menjelaskan tentang Bentuk Hukum Bank Umum dan BPR, Tatacara
Pendirian Bank Umum, Tatacara Pendirian Kantor Cabang Bank
Umum, Tatacara Pendirian BPR, serta Kepemilikan Bank Umum dan
BPR
A. Bentuk Hukum Bank
Bentuk hukum suatu bank di Indonesia ditentukan oleh jenis
bank. Menurut UU No 10 Tahun 1998 jenis bank terdiri dari dua, yaitu
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR). Bank syariah pun
terdiri dari dua jenis bank tersebut, yaitu Bank Umum Syariah dan BPR
Syariah (BPRS). Ketentuan mengenai bentuk hukum bank umum
diatur pada Pasal 21 Ayat (1) UU Perbankan No. 10 Th. 1998,
1. Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah
Bentuk hukum BPR dalam UU No 10 tahun 1998 tidak terdapat
perubahan sehingga tetap mengacu pada Pasal 21 Ayat (2) UU
Perbankan No. 7 Th. 1992.
2. Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah
satu dari:
a. Perusahaan Daerah;
b. Koperasi;
c. Perseroan Terbatas;
d. Bentuk lain yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank
yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor
pusatnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (3) UU
Perbankan No. 7 Th. 1992.
104
Selain bentuk hukum yang ditentukan dalam UU Perbankan No.
10 Th. 1998 dan UU Perbankan No. 7 Th. 1992, bentuk hukum yang
lainnya tidak diperkenankan beroperasi dalam kegiatan perbankan.
Konsekuensi bentuk hukum lainnya harus menyesuaikan dengan
ketentuan yang ada, misalnya bentuk hukum perusahaan negara seperti
bank milik pemerintah harus berubah menyesuaikan diri menjadi
perusahaan perseroan.
bentuk hukum bank syariah menurut UU NO 21 Tahun 2008 tentang
Bank Syariah adalah berupa Perseroan Terbatas ( PT ).
A.1 Bentuk Hukum Perusahaan Daerah
Perusahaan Daerah dapat mendirikan bank yang berbentuk Bank
Umum, maupun yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat. Pada masa
berlaku UU Perbankan Th. 1967, banyak bank milik Pemerintah Daerah
(Pemda) hanya didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa Undangundang
No. 13 Th.1962, sebagai alat kelengkapan otonomi daerah,
yaitu untuk mengembangkan perekonomian daerah, sebagai salah satu
sumber pendapatan daerah dan sebagai sumber kas Pemerintah Daerah.
Setelah UU Perbankan No. 10 Th. 1998 berlaku maka bentuk hukum
Bank Pembangunan Daerah tersebut harus menyesuaikan diri dengan
ketentuan bentuk hukum yang berlaku dalam UU Perbankan No. 10 Th.
1998.
Masa transisi guna penyesuaian bentuk hukum seperti yang
dikehendaki oleh UU Perbankan No. 10 Th. 1998, maka bentuk hukum
yang sesuai dan tepat bagi Bank Pembangunan Daerah, adalah menjadi
perusahaan daerah. Sesuai dengan tugas penyesuaian bentuk hukum
tersebut maka dikeluarkan suatu landasan hukumnya, yaitu Permedagri
No. 8 Tahun 1992.
Ketentuan Pasal 2 Permendagri No. 8 Tahun 1992 menyebutkan
bahwa pelaksanaan penyesuaian peraturan pendirian Bank
Pembangunan Daerah serta perubahan bentuk hukum bank tersebut
menajdi perusahaan daerah harus ditetapkan melalui peraturan daerah
setelah dengan mengacu kepada ketentuan UU No. 5 Th. 1962 tentang
Perusahaan Daerah dan UU Perbankan No 7 Th. 1992.
105
A.2 Bentuk Hukum Koperasi
Koperasi dapat menjalan usaha perbankan baik sebagai Bank
Umum, maupun bentuk Bank Perkreditan Rakyat. Koperasi merupakan
badan usaha yang memiliki status sebagai badan hukum, sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 UU Perkoperasian Th. 1992.
Koperasi sebagai badan usaha mempunyai kekhususan, yaitu
dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi,
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
kekeluargaan. Dengan demikian anggota koperasi, adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa koperasi. Usaha yang dilakukan koperasi
dikaitkan langsung dengan anggota untuk meningkatkan usaha, dan
berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi, termasuk kegiatan
perbankan. Dalam hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum
koperasi inipun maka kegiatan tersebut, adalah usaha untuk
mensejahterakan masyarakat.
Pengelolaan atas kegiatan usaha perbankan tersebut menjadi
tanggung jawab pengurus, yang dipertanggung jawabkan kepada rapat
anggota luar biasa (Pasal 31 UU Perkoperasian Th. 1992). Pengurus
baik bersama-sama atau sendiri-sendiri, menanggung kerugian diderita
koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan, atau
kelalaian.
A.3. Bentuk Hukum Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 Ayat (1) UU No. 40 Th. 2007
tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagai dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan
lainnya, kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Sesuai dengan UU Perbankan No. 10 Th. 1998 bentuk hukum
Perseroan Terbatas ini dapat menjalankan kegiatan bank baik berupa
Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat.
Perseroan Terbatas yang bidang usahanya mengerahkan dana
masyarakat seperti PT yang berusaha di bidang perbankan menurut UU
106
Perseroan Terbatas wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota
direksi. Kelengkapan organisasi ( organ ) Perseroan Terbatas yang
merupakan kesatuan, dan merupakan pengertian yang lengkap bagi
Perseroan Terbatas, terdiri dari :
1. Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu organisasi perseroan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan memegang segala
wewenang yang tidak dapat diserahkan kepada direksi atau
komisaris.
2. Direksi, yaitu organisasi perseroan yang bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. Komisaris, yaitu organisasi yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum, atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi
dalam menjalankan perseroan.
B. Pendirian Bank
Ketentuan mengenai pendirian bank dalam UU Perbankan No. 10
Th. 1998 diatur secara terpisah, dan berbeda antara pendirian jenis Bank
Umum dengan jenis Bank Perkreditan Rakyat. Menyangkut ketentuan
pendirian ini termasuk juga pembukaan kantor cabang pembantu dan
kantor kas.
B. 1. Pendirian Bank Umum
Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank
Indonesia. Bank tersebut dapat didirikan oleh warga negara Indonesia,
dan badan hukum Indonesia, atau atas kerjasama antar warga negara
Indonesia, atau badan hukum Indonesia dengan bank yang
berkedudukan di luar negeri.
Menurut Pasal 2 Surat keputusan Menteri Keuangan mengenai
Bank Umum. Pemberian izin mengenai Bank Umum dilakukan dalam
dua tahap, Pertama: adalah tahap persetujuan prinsip, yaitu persetujuan
untuk melakukan persiapan pendirian bank yang bersangkutan. Tahap
Kedua: pemberian izin usaha yang diberikan untuk melakukan usaha
107
setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapatkan izin
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak di perkenankan
melakukan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan
sekurang-kurangnya oleh salah seorang calon pemilik, dengan
melampirkan:
1. Rancangan Anggaran Dasar (RAD).
2. Daftar calon pemegang saham, berikut pernyataan masing-masing
dan simpanan wajib serta dafar pihak yang akan melakukan
penyertaan, berikut jumlah penyertaannya bagi Bank Umum yang
berbentuk hukum koperasi.
3. Calon Direksi, susunan direksi, Dewan Komisaris, Susunan
Organinasi.
4. Rencana kerja tahun pertama.
5. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal
sektor.
Dalam permohonan izin prinsip dan izin usaha ini terdapat
ketentuan khusus bagi Bank Campuran dan Bank Umum berdasarkan
prinsip yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, permohonan persetujuan
prinsip dari pemohon Bank Campuran, harus juga melampirkan:
1. Suatu kesepakatan tertulis dari para pemegang saham untuk
mendirikan Bank Campuran, serta kesepakatan mengenai rencana
peningkatan kempemilikan saham pihak Indonesia.
2. Laporan tahunan untuk dua tahun terakhir berturut-turut dari bank
yang berkedudukan di luar negeri.
3. Surat rekomendasi dari otoritas negara asal bagi bank yang
berkedudukan di luar negeri.
Guna mendapat izin usaha, surat permohonan tersebut wajib
melampirkan:
1. Anggaran dasar/akta pendirian yang telah disahkan oleh instansi
yang berwenang.
2. Daftar pemegang saham.
3. Susunan Direksi dan Dewan Komisaris.
4. Susunan organisasi berikut sistem dan prosedur kerja termasuk
susunan personalianya.
5. Bukti pelunasan modal disetor minimum.
108
6. Bukti kesiapan personalia lainnya.
7. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagai anggota direksi
atau jabatan eksekutif lainnya pada perusahaan lain bagi anggota
direksi.
8. Surat pernyataan dari anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
bahwa yang bersangkutan mempunyai atau tidak mempunyai
hubungan keluarga sampai sederajat kedua dengan anggota direksi,
dan anggota dewan lainnya.
9. Surat pernyataan dari anggota Direksi, bahwa yang bersangkutan
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki
saham melebihi 25% pada suatu perusahaan lain.
Persetujuan harus diberikan oleh Meteri Keuangan selambatlambatanya
30 hari setelah permohonan diterima secara lengkap.
Pertimbangan Bank Indonesia atau permohonan persetujuan prinsip,
atau izin usaha disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka
waktu 15 hari kerja setelah tembusan permohonan diterima secara
lengkap.
Pembukaan Kantor Cabang
Kedudukan kantor pusat, dan cabang ada beberapa ketentuanketentuan
khusus untuk jenis bank tertentu seperti untuk bank
campuran, dan bank yang berbentuk perusahaan daerah. Bank yang
berbentuk perusahaan daerah harus berkedudukan dan berkantor pusat
di Ibukota propinsi sedangkan kantor-kantor cabang dan unit-unit
usaha lainnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan, dan ditetapkan oleh
Direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas (Pasal 4 Permendagri No.
8 Tahun. 1992). Bank Umum yang berbentuk Bank Campuran hanya
dapat membuka kantor cabang di kota Jakarta, Surabaya, Semarang,
Bandung, Medan, Ujung Pandang, Denpasar, dan daerah orita pulau
Batam masing-masing satu kantor.
Perihal pembukaan kantor cabang di dalam negeri dari Bank
Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Izin pembukaan kantor
cabang hanya dapat diberikan apabila tingkat kesehatan dan permodalan
bank yang bersangkutan selama 24 bulan terakhir, atau sekurangkurangnya
dalam 20 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya
109
cukup sehat. Ketentuan tersebut berlaku pula untuk pembukaan kantor
cabang pembantu dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar
negeri (Pasal 19 Keputusan Menteri Keuangan N0. 220 Tahun 1993).
Bank Umum dapat melakukan pembukaan kantor cabang di
dalam negeri, juga dapat membuka kantor cabang diluar negeri
persiapannya pun diperlukan suatu izin Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Izin sebagaimana
tersebut hanya dapat dilakukan apabila bank yang bersangkutan
memenuhi persyaratan:
1. Tingkat kesehatan dan permodalannya selama 24 bulan terakhir atau
sekurang-kurangnya 20 bulan terakhir tergolong sehat dan
selebihnya tergolong cukup sehat.
2. Telah menjadi Bank Devisa sekurang-kurangnya 1 tahun.
Untuk memperoleh izin tersebut Direksi Bank Umum yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan
dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Permohonan tersebut
disampai ke alamat Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan.
Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, JL. Dr. Wahiddin No. 1,
Gedung A, Jakarta 10710, sedangkan tembusannya disampaikan pada
tanggal yang sama ke alamat kantor pusat Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10010, dengan melampirkan:
1. Neraca gabungan 2 bulan terakhir sebelum tanggal surat
permohonan.
2. Penilaian tingkat kesehatan bank 2 bulan terakhir sebelum tanggal
surat permohonan.
3. Rincian kolektifbilitas aktiva produktif dari 2 bulan terakhir sebelum
tanggal surat permohonan.
4. Bukti kesiapan operasional pembukaan kantor cabang.
5. Hasil studi kelayakan dan rencana kerja kantor yang bersangkutan
untuk sekurang-kurangnya selama 1 tahun baik pembukaan di luar
negeri tersebut.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut diberikan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap. Pertimbangan Bank Indonesia
atau permohonan persetujuan prinsip atau izin usaha tersebut
disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu selambat110
lambatnya 15 hari kerja setelah tembusan permohonan diterima secara
lengkap.
Pelaksanaan pembukaan kantor canbang di dalam negeri harus
dilakukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 bulan sejak
tanggal dikeluarkan izin Menteri Keuangan. Pelaksanaan pembukaan
kantor tersebut wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan dengan
tembusan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambatlambatanya
10 hari kerja setelah tanggal pembukaan. Apabila dalam
jangka waktu 2 bulan bank yang bersangkutan tidak melaksanakan
pembukaan kantor tersebut. Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan dari Bank Indonesia dapat membatalkan izin pembukaan
kantor tersebut.
Pembukaan kantor diluar negeri hanya dapat dilakukan setelah
mendapat izin dari otoritas setempat yang berwenang. Pelaksanaan
pembukaan kantor tersebut wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan
dengan tembusan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 10 hari kerja setelah tanggal pembukaan.
B. 2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat didirikan dan menjalankan
usaha dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan
dari Bank Indonesia. Bank tersebut dapat didirikan oleh warga negara
Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga
negara Indonesia, Pemeringah Daerah dan kerjasama diantara mereka.
Pemberian izin untuk mendirikan BPR melalui dua tahap,
Pertama: yaitu tahap persetujuan prinsip yaitu persetujuan untuk
melakukan persiapan pendirian bank yang bersangkutan. Tahap kedua:
berupa izin usaha, yakni izin yang diberikan untuk melakukan usaha
setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapat izin usaha,
pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha apapun dibidang perbankan.
Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip, para
pemohon wajib melampirkan:
1. Rancangan Anggaran Dasar/akta pendirian Bank Perkreditan Rakyat.
2. Daftar calon pemegang saham, berikut rincian penyertaan masingmasing
Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum Perusahaan
111
Daerah, Perseroan Terbatas, atau daftar calon anggota berikut rincian
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar pihak yang
akan melakukan pernyataan berikut jumlah pernyataan bagi Bank
Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi.
3. Daftar calon Direksi dan Dewan Komisaris.
4. Rencana susunan organisasi.
5. Rencana kerja tahun pertama.
6. Bukti penyetoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari
modal disetor.
Ketentuan khusus Bank Perkreditan Rakyat yang akan beroperasi
dengan sistem bagi hasil yang telah ditetapkan Bank Indonesia,
permohonan prinsip harus melampirkan rancangan anggaran dasar dan
rencana kerja yang secara tegas mencantumkan kegiatan usaha bank
semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan berdasarkan syariah. Sementara itu untuk mendapatkan
izin usaha, permohonan yang telah melampirkan anggaran dasar yang
telah disahkan oleh instansi yang berwenang, daftar pemegang saham,
susunan Direksi dan Dewan Komisaris, susunan organisasi berikut
sistem, dan prosedur kerja, bukti pelunasan keuangan, modal disetor,
dan bukti kepemilikan penguasaan atas gedung dan kantor.
Permohonan tersebut harus diberikan Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah permohonan diterima secara
lengkap. Bank Perkreditan Rakyat rakyat didirikan di Ibu kota,
kabupaten, atau kota madya, sepanjang ditempat tersebut belum
terdapat Bank Perkreditan Rakyat.
B.3.Pendirian Kantor Cabang Bank Perkreditan Rakyat
Mengenai pendirian kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat,
dapat di ajukan kepada Menteri Keuangan dengan pertimbangan Bank
Indonesia, dengan memenuhi syarat tingkat kesehatan dan permodalan
selama 24 bulan terakhir, atau dalam 20 bulan terakhir sekurangkurangnya
tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. Dalam
mendirikan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, yakni sebesar Rp.
10 miliar rupiah jika kantor cabang dibuka di Ibu kota negara, Rp. 3
miliar rupiah jika di Ibu kota propinsi, dan Rp. 1 miliar rupiah jika di
buka di kota madya atau kabupaten.
112
Izin atau penolakan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat,
harus diberikan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 hari
setelah permohonan diterima. Jika izin telah diberikan, maka
pelaksanaan pembukaan kantor cabang itu dilakukan selambatlambatnya
2 bulan sejak izin pendirian kantor cabang diberikan, jika
tidak izin tersebut di cabut.
Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki kantor di Ibu kota
negara, Ibu kota propinsi, tidak diperkenankan membuka kantor cabang,
atau kantor dibawah kantor cabang. Pembukaan kantor dengan status
dibawah kantor cabang, dapat dilakukan apabila tingkat kesehatan dan
permodalan selama 12 bulan terakhir, atau sekurangnya 10 bulan
terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat.
B.2.2.Pengukuhan menjadi Bank Perkreditan Rakyat
Dimasa UU Perbankan No. 7 Th. 1967, dikenal banyak lembagalembaga
yang melakukan kegiatan usaha perkreditan seperti Bank
Pasar, Lumbung Desa, Bank Desa, dan sebagainya. Lembaga-lembaga
seperti itu tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat
Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai dua ciri, yaitu:
kebersamaan dengan sifat koorperatif, dan ciri ekonomi berupa lembaga
usaha keuangan sederhana legal dengan administrasi yang jelas.
Berubahnya peraturan perbankan yang ada membawa konsekuensi
terhadap lembaga-lembaga perkreditan tersebut.
Jiwa UU Perbankan No. 10 Th. 1998 merasakan bentuk lembaga
yang demikian banyak membantu dan masih diperlukan masyarakat,
maka dengan demikian lembaga tersebut perlu terus diakui
keberadaannya. Oleh karenanya UU Perbankan No. Th 1998 memberi
kejelasan status dari lembaga-lembaga tersebut. Selanjutnya untuk
menjamin kesatuan, keseragaman dalam pembinan dan pengawasan,
maka dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang Bank
Perkreditan Rakyat, ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian
status lembaga-lembaga perkreditan desa tersebut sebagai Bank
Perkreditan Rakyat.
Ketentuan yang mengatur pengukuhan lembaga perkreditan desa
tersebut, adalah sebagai berikut:
113
1. Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasasr, Bank Pegawai, Lumbung
Putih Negara, Lembaga Perkreditan Desa, Badan Kredit Desa dan
atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, yang
telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dinyatakan
menjadi Bank Perkreditan Rakyat.
2. Lembaga atau badan seperti diatas yang telah berdiri sebelum
berlakunya UU Perbankan Th. 1998 tetang perbankan dan belum
mendapat izin usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat, wajib
mengajukan permohonan izin usaha sebagai Bank Perkreditan
Rakyat kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 5 tahun sejak
saat berlakunya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992. lembaga
yang tidak mengajukan permohonan sampai batas waktu tanggal 30
Oktober 1997 tidak dapat dilakukan menjadi Bank Perkreditan
Rakyat, dan dilarang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan.
3. Untuk dapat memperoleh izin usaha sebagai Bank Perkreditan
Rakyat, lembaga atau badan usaha tersebut dapat memilih salah satu
bentuk hukum sebagai berikut:
a. Perusahaan Daerah;
b. Koperasi, atau;
c. Perseroan Terbatas.
Permohonan untuk mendapat izin usaha tersebut, diajukan oleh
pengurus lembaga yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan
dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Permohonan kepada
Menteri Keuangan dapat disampaikan ke alamat Direktorat
Perbankan, Usaha, dan Pemberian Jasa Pembiayaan, Direktorat
Jendral tanggal yang sama ke alamat kantor pusat Bank Indonesia.
Permohonan tersebut harus diajukan selambat-lambatnya tanggal 30
Oktober 1997.
Permohonan untuk mendapatkan izin usaha tersebut wajib
dilampiri dengan:
a. Dasar pendirian lembaga yang bersangkutan.
b. Anggaran dasar/akta pendirian yang telah disyahkan oleh instansi
yang berwenang sesuai dengan bentuk hukum yang telah dipilih.
c. Susunan organisasi.
114
d. Neraca perhitungan laba/rugi per tanggal sebelum 25 Maret 1992
dan per tanggal terdekat dengan pengajuan permohonan izin
usaha.
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. Pengurus Bank Perkreditan Rakyat, hasil pengukuhan tersebut wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992, yaitu anggota Direksi dan
Dewan Komisaris harus warga negara Indonesia tidak pernah
melakukan tindakan tercela dibidang perbankan dan/atau dihukum
karena terbukti melakukan tindak pidana dibidang perbankan, dan
perekonomian, memiliki akhlak dan moral yang baik.
B. 3. Peningkatan Status Bank
Bank Perkreditan Rakyat dapat ditingkatkan statusnya menjadi
Bank Umum. Pesyaratannya, Bank Perkreditan Rakyat tersebut harus
memiliki tingkat kesehatan dan permodalan yang selama 12 bulan
terakhir atau 10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup
sehat. Bank Perkreditan Rakyat tersebut juga harus memenuhi
persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum, dan memenuhi
ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana yang
dipersyaratkan kepada Bank Umum.
C. Kepemilikan Bank
Menurut ketentuan pokok UU Perbankan No. 10 Th. 1998,
kepemilikan suatu bank ditentukan pula dari jenis bank tersebut.
Kepemilikan Bank Umum sedikitnya akan berbeda dengan kepemilikan
Bank Perkreditan Rakyat. UU Perbankan No. 10 Th. 1998 Pasal 22
Ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang kepemilikan suatu bank.
C. 1. Kepemilikan Bank Umum
Menurut Pasal 22 UU Perbankan No. 10 Th. 1998, kemudian
ketentuan Pasal 13 dan 14 Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992
tetang Bank Umum dapat dimiliki oleh:
1. Warga negara Indonesia.
2. Badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh warga
negara Indonesia, atau hasil kerjasama degan bank dari negara lain.
115
Suatu badan hukum dapat memiliki saham Bank Umum sebanyakbanyaknya
sebesar modal sendiri bersih dalam hukum yang
bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal sendiri
bersih adalah modal sipenyetor ditambah cadangan, dan ditambah
laba atau dikurangi kerugian. Ketentuan dalam pasal ini juga berlaku
bagi yayasan, dengan demikian upaya pemilikan saham Bank Umum
oleh badan hukum tidak boleh menggunakan dengan dana pinjaman.
3. Warga negara asing, atau badan hukum asing dengan ketentuan
kepemilikan hanya 49% saham yang telah dijual di bursa efek
Indonesia. Khusus bagi Bank Umum milik negara, maksimum saham
yang dapat dicatatkan pada bursa efek di Indonesia adalah sebesar
49% dari modal di stor.
Adapun kepemilikan Bank Umum yang berbentuk koperasi,
kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang
Perkoperasian. Dalam ketentuan perkoperasian sesuai dengan Pasal 17
Ayat (1) UU No. 25 Th. 1992 tetang perkoperasian, maka yang menjadi
pemilik bank yang berbentu badan hukum koperasi adalah seluruh
anggota koperasi tersebut. Mengenai keanggotaan koperasi ini, maka
pada dasarnya tidak dapat dipindah tangankan.
C. 2. Kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat
Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992
tentang Bank Perkreditan Rakyat jo Pasal 24 UU Perbankan No. 7 Th.
1992 disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dimiliki
oleh:
1. Warga negara Indonesia.
2. Badan hukum Indonesia yang pemiliknya warga negara Indonesia,
atau Pemerintah Daerah atau juga dapat berupa badan hukum hasil
kerjasama diantara ketiganya.
Adapun kepemilikannya Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk
hukum koperasi kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam
UU Perkoperasian, sesuai dengan Pasal 17 Ayat (1) No. 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, maka yang menjadi pemilik bank yang
berbentuk badan hukum koperasi, adalah seluruh anggota koperasi
tersebut.
116
C. 3 Pengalihan Kepemilikan
Kepemilikan suatu bank dapat dialih tangankan dengan cara
tertentu sesuai dengan tata cara pengalihan hak milik, yaitu melalui:
1. Pewarisan;
2. Hibah;
3. Wasiat.
Pengalihan hak milik atas sebuah bank harus melalui prosedur
dan pengizinan tertentu. Ketentuan Pasal 27 UU Perbankan No. 10 Th.
1998, menyebutkan bahwa perubahan kepemilikan bank wajib:
1. Memenuhi ketentuan:
a. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1), (2),
dan (3). yaitu menyangkut perizinan usaha dalam hal susunan
organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang
perbankan, kelayakan rencana kerja.
b. Persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2),
berupa pihak yang dapat mendirikan Bank Umum, seperti
kewarga negaraan Indonesia atau asing, atau badan hukum
Indonesia atau asing secara kemitraan.
c. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 23 UU Perbankan
No. 7 Th. 1992, yaitu menyangkut pihak pendirian Bank
Perkreditan Rakyat.
d. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 24 UU Perbankan
No. 7 Th. 1992, yaitu menyangkut kepemilikan bank yang
berbentuk hukum koperasi.
e. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 25 UU Perbankan
No. 7 Th. 1992, yaitu saham Perseroan Terbatas harus dalam
bentuk penerbitan saham atas nama.
f. Persyaratan seperti yang dimaksuda dalam Pasal 26 Ayat (1), (2),
dan (3), yaitu tata cara emisi saham Bank Umum melalui bursa
efek.
2. Dilaporkan kepada Bank Indonesia

No comments:

Post a Comment