1.
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
v PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah suatu
sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah
laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas
untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap
masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di
artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi
pelanggarnya.
v TUJUAN HUKUM DAN SUMBER-SUMBER HUKUM
Tujuan hukum
mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,kedamaian,
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.Dengan adanya
hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan
dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum
bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi
hakim atas dirinya sendiri.
SUMBER SUMBER HUKUM
Sumber
hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
1.
Sumber-sumber
hokum Material
Sumber Hukum
Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil
ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social,
hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas),
perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
- Sumber- Sumber Hukum Formal
Merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber
hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan.
Sumber-sumber hukum formal yaitu:
a.
Undang-undang
(statute)
b.
Kebiasaan
(costum)
c.
Keputusan-keputusan
hakim
d.
Traktat
(treaty)
e.
Pendapat
Sarjana hokum (doktrin)
v KODIFIKASI HUKUM
Kodifikasi Hukum adalah
pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan
atas:
a.
Hukum
Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai
peraturan-peraturan.
b.
Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten
law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum
kebiasaan).
Menurut
teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1. Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
1. Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Ø Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
Ø Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk
memperoleh:
a.
Kepastian
hukum
b.
Penyederhanaan hukum
c.
Kesatuan
hukum
ü Contoh kodifikasi hukum:
Di Eropa :
a. Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaanRomawi Timur dalam tahun 527-565.
b. Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
Di Eropa :
a. Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaanRomawi Timur dalam tahun 527-565.
b. Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
Di
Indonesia :
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
Aliran-aliran (praktek) hukum setelah adanya kodifikasi
hukum
1.
Aliran Legisme,
yang berpendapat bahwa hukum adalah undang-undang dan diluar undang-undang
tidak ada hukum.
2.
Aliran Freie Rechslehre,
yang berpenapat bahwa hukum terdapat di dalam masyarakat.
3.
Aliran Rechsvinding
adalah aliran diantara aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran
Rechtsvinding berpendapat bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan
dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.
v KAIDAH ATAU NORMA
Norma hukum adalah aturan sosial yang
dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan
tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan
keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa
sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang
lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan bermasyarakat
yang rukun dan saling menghargai. Contoh jenis dan macam norma :
1.
Norma Sopan
Santun
2.
Agama
3.
Hukum
v PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan
(Ingg: scarcity).
Pengertian Berikut pengertian ekonomi
menurut beberapa ahli:
1. Paul A. Samuelson mengartikan ekonomi adalah cara yang dilakukan manusia dengan kelompoknya yang memanfaatkan sumber-sumber untuk dijadikan komoditi (produksi), kemudian mendistribusikannya kepada masyarakat untuk dikonsumsi.
2. Hermawan Kertajaya mengartikan ekonomi adalah suatu keadaan dimana suatu sektor industri melekat padanya.
3. Mill J. S mengartikan ekonomi adalah ilmu pengetahuan praktek tentang penagihan dan pengeluaran.
4. Adam Smith mengartikan ekonomi adalah penyelidikan tentang sebab dan keadaan kekayaan suatu negara.
1. Paul A. Samuelson mengartikan ekonomi adalah cara yang dilakukan manusia dengan kelompoknya yang memanfaatkan sumber-sumber untuk dijadikan komoditi (produksi), kemudian mendistribusikannya kepada masyarakat untuk dikonsumsi.
2. Hermawan Kertajaya mengartikan ekonomi adalah suatu keadaan dimana suatu sektor industri melekat padanya.
3. Mill J. S mengartikan ekonomi adalah ilmu pengetahuan praktek tentang penagihan dan pengeluaran.
4. Adam Smith mengartikan ekonomi adalah penyelidikan tentang sebab dan keadaan kekayaan suatu negara.
Hukum
ekonomi adalah suatu hubungan sebab
akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi
terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Hukum Ekonomi Pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal).
b.Hukum Ekonomi Sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
a. Hukum Ekonomi Pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal).
b.Hukum Ekonomi Sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum
ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata .
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata .
2.
SUBJEK DAN OBJEK
HUKUM
v SUBJEK HUKUM
Subjek Hukum adalah
segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam
hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
a.
Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
b.
Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
v OBJEK HUKUM
Objek Hukum adalah segala sesuatu yang
bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan
hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan
bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca
indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja
(tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu
kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
v HAK
KEBENDAAN YANG BERSIFAT PELUNASAN
HUTANG
Hak Kebendaan
yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada
kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada
benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi
terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
3. HUKUM PERDATA
v Hukum
Perdata Yang Berlaku Di indonesia
Hukum
di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata
mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti
misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut
juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
v SEJARAH
HUKUM PERDATA
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada
Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal
dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
· BW (atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda).
· WvK (atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang).
v PENGERTIAN
DAN KEADAAN HUKUM DI INDONESIA
Hukum Perdata adalah hukum yang akan di
jatuhkan untuk seseorang yang menjadi pelaku yang di laporkan oleh seseorang
yang merasa pihaknya di rugikan. Dengan adanya tuntutan dari pihak yang merasa
di rugikan tersebut, maka seseorang yang di tuduh melakukan hal hal yang dapat
merugikan orang tersebut maka ia akan mendapatkan hukumannya sesuai dengan
hukum yang mengatur tentang masalah tersebut.
Hukum perdata adalah
hukum yang mengatur tentang masalah individu dengan individu lainnya yang
seperti di jelaskan kembali dalam pembagian sistematika hukum perdata.
Hukum
Indonesia hingga hari ini sepertinya masih belum bisa memberikan harapan
yang baik kepada masyarakat. Setiap waktu penegakan hukum menunjukkan adanya
perkembangan yang baik namun di sisi lain juga terjadi kemunduran-kemunduran
yang ditunjukkan oleh banyaknya fakta pelanggaran hukum bahkan oleh penegak
hukum itu sendiri. Lebih tragis lagi, dalam beberapa kasus yang menimpa
masyarakat kecil hukum justru ditegakkan secara luar biasa. Ini bisa
dilihat pada kasus pencurian sandal oleh seorang anak yang dituntut hukuman 5
tahun penjara dan kasus pencurian buah semangka dan beberapa contoh kasus lainnya
yang sempat mencuat dan menyita perhatian publik.
Perlakuan
penegakan hukum Indonesia terhadap tersangka kasus korupsi jelas
telah berbeda. Kondisi tersebut memberikan kita sebuah gambaran bahwa hukum
Indonesia telah
ditegakkan secara tidak seimbang. Hukum
Indonesia lebih mirip
sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan aparat dibandingkan sebagai alat
rekayasa sosial yang memperlakukan semua orang sama di hadapan hukum.
Dibalik
kemunduran-kemunduran hukum Indonesia tersebut, terdapat pula
beberapa kemajuan yang memberikan kita harapan akan terwujudnya tujuan hukum
indonesia. Hal ini bisa dilihat dengan telah mencuatnya beberapa kasus korupsi
di tingkat nasional yang mendapatkan penanganan serius dari lembaga-lembaga
penegak hukum Indonesia. Meskipun hasil
akhirnya belum bisa ditebak secara pasti, namun kemajuan tersebut telah
memberikan sebongkah harapan baru bagi penegakan hukum Indonesia.
Hingga
saat ini, bisa disimpulkan bahwa hukum Indonesia lebih sering mendapatkan
kritik daripada sanjungan. Kritik terhadap hukum indonesia tersebut diarahkan
pada berbagai aspek penegakan hukum, kelemahan berbagai produk hukum dan lain
sebagainya. Mungkin kita sudah sering mendengar pernyataan bahwa hukum
indonesia saat ini bisa dibeli. Mereka yang memiliki kekuasaan dan memiliki
banyak uang hampir bisa dipastikan selalu dalam keadaan aman meski telah
melanggar aturan negara. Demikian pula mereka akan selalu menang jika
bersengketa di pengadilan karena hingga saat ini prosesi hukum di pengadilan
masih sulit dijangkau oleh masyarakat kecil atau yang kurang mampu. Kondisi
hukum indonesia tersebut, secara tidak langsung dapat menimbulkan opini
masyarakat bahwa hukum dapat dibeli sehingga tidak akan mungkin dapat terwujud
penegakan hukum indonesia secara menyeluruh dan adil.
Jadi
intinya Indonesia masih harus memperbaiki lagi keadaan dari semua hal, berantas
semua korupsi yang hanya menjadi beban untuk pemerintah, karena masih banyak
rakyat yang kurang mampu yang butuh di bantu. Pemerintah harus lebih
memperhatikan rakyat dan adil lah dalam mengambil keputusan untuk para-para
penegak hokum.
v SISTEMATIS HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Sistematika
Hukum Perdata (BW) ada 2 pendapat.
Pendapat
yang pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku
I : berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur
hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku
II : berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur
hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku
III : berisi tentang perikatan. Di dalamnya
diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
Buku
IV : berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di
dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang
timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat
pembentuk Undang-Undang (BW)
§
Buku 1 : mengenai orang
§
Buku II : mengenai benda
§
Buku III : mengenai perikatan
§
Buku IV : mengenai pembuktian
Pendapat yang kedua menurut
Ilmu Hukum/ Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
I. Hukum tentang diri seseorang
(pribadi)
Mengatur tentang manusia
sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki
hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan
selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal
hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:Perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri,
hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan
tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari
kewajiabn orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi
atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap oarang, oleh karenanya dinamakan
hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu
saja dan karenanya di namakan hak perseorangan.Hak mutlak yang memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak
mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat
dinamakan hak kebendaan.Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat.
Ø Hak
seorang pengarang atas karangannya
Ø Hak
seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang
untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau
kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur
akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
4. HUKUM PERIKATAN
v PENGERTIAN
HUKUM PERIKATAN
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum
dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ;
hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat
itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dengan
demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu
disebut hubungan hukum.
Perikatan
adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum
lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan
itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat
dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut
ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan
dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang
satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
· Pitlo
memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
· pengertian
perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas
sikap yang demikian.
hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak dan kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian
hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak dan kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian
v
DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming)
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming)
v AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.
Asas
Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338
KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
b.
Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1.
Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus
saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan
diadakan tersebut.
2.
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian,
artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia
21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.
Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.
Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
v WANPRESTASI DAN AKIBAT-AKIBATNY
Wansprestasi timbul apabila salah satu
pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
AKIBAT-AKIBAT
WANPRESTASI
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.
Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)Ganti rugi sering
diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.
Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
v HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
A. Pembaharuan Utang (inovatie)
Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.
Ada
tiga macam novasi yaitu :
1)
Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2)
Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
B. Perjumpaan Utang (kompensasi)
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana
dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang
sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada
A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai
utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang
menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
-
Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang
yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
-
Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
C. Pembebasan Utang
Undang-undang
tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Pembebasan utang adalah
perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih
piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu.
Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah
mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada
debitur. Pembebasan utang dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut
pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara
sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan
pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan
oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan,
kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan
: 1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para
penanggung utang, 2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang,
tidak membebaskan debitur utama, 3) pembebasan yang diberikan kepada salah
seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
D. Musnahnya BarangYang Terutang
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan
memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan
tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata,
maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah
perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan
sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237
KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu
kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas
tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak
kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
E.
Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan.
§ Disebut batal demi hukum karena
kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan
causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri
adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang
bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan
rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena
perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum.
§ Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat
setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada
putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang
tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya
kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah
pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan
kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang
menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi
pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban
umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban
masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang
ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Syarat
Yang Membatalkan
Yang
dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui
oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu
batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu
dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah
tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang
dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat
batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau
hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif.
Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku
surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari
ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam
lampau
waktu, yaitu :
1.
Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas
suatu barang, disebut
”acquisitive
prescription”;
2.
Lampau
waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan,
disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan
dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain
yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja
istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
No comments:
Post a Comment