Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa produksi teh dalam negeri kian menurun akibat dari beralih fungsinya lahan perkebunan teh menjadi lahan hortikultura yang dianggap lebih menguntungkan bagi para petani.
"Produksi teh nasional sejak tahun 2000 terus menurun dari kurang lebih 153 ribu hektar menjadi 120 ribu hektar, banyak lahan perkebunan teh yang beralih fungsi," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, di Jakarta, Rabu.
Bachrul mengatakan, beralih fungsinya lahan perkebunan teh tersebut dikarenakan para petani lebih memilih menggunakan lahan itu untuk menanam produk hortikultura yang dinilai lebih menguntungkan.
"Selain itu, kualitas teh nasional juga rendah, dikarenakan tanaman yang sudah berumur," ujar Bachrul.
Untuk menutupi kebutuhan teh dalam negeri, lanjut Bachrul, Indonesia harus melakukan impor dari luar negeri, namun mayoritas teh yang diimpor dari Vietnam, Srilanka, dan Kenya tersebut mayoritas memiliki kualitas yang rendah.
Dengan adanya impor teh berkualitas rendah tersebut, menurut Bachrul, mengakibatkan petani lokal kurang bergairah untuk menanam teh, disamping juga didorong dengan adanya peningkatan biaya produksi seperti faktor upah tenaga kerja, pupuk, dan lainnya.
Tingginya importasi teh tersebut, jelas Bachrul, juga diakibatkan dari bea masuk teh ke Indonesia yang rendah yakni sebesar lima persen saja, sementara China sebesar 15 sampai 30 persen, Srilanka 30 persen, Vietnam 50 persen, Rusia 20 persen, Irak 15 persen, bahkan Turki menetapkan sebesar 145 persen.
"Selama kurun waktu lima tahun terakhir, impor teh ke Indonesia naik sebesar 32,5 persen. Pada tahun 2008 tercatat impor sebesar 11,9 juta dolar AS dan naik menjadi 33,3 juta dolar AS pada tahun 2012. Sementara untuk ekspor menurun dalam kurun waktu yang sama," kata Bachrul.
Kinerja ekspor teh Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan menurun kurang lebih sebesar satu persen, dimana tercatat nilai ekspor mencapai 158 juta dolar AS pada tahun tersebut dan sebesar 156,7 juta dolar AS di tahun 2012, sedangkan pada Oktober 2013 baru mencapai 132,7 juta dolar AS.
"Para pemangku kepentingan diharapkan bisa mengidentifikasi masalah dan juga menemukan solusi untuk meningkatkan produksi nasional, mengingat pangsa pasar di luar negeri terbilang besar," ujar Bachrul. (as)
No comments:
Post a Comment