Ringkasan Shahih
Bukhari
Bab Ke-1: Keutamaan Ilmu. Firman Allah, "Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan" (al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu pengetahuan."('Thaahaa: 114)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak membawakan satu hadits pun.")
Bab Ke-2: Seseorang yang ditanya mengenai ilmu
pengetahuan, sedangkan ia masih sibuk berbicara. Kemudian ia menyelesaikan
pembicaraannya, lalu menjawab orang yang bertanya.
42. Abu Hurairah r.a. berkata, "Ketika Rasulullah saw. di suatu majelis sedang berbicara dengan suatu kaum, datanglah seorang kampung dan berkata, 'Kapankah kiamat itu?' Rasulullah terus berbicara, lalu sebagian kaum berkata, 'Beliau mendengar apa yang dikatakan olehnya, namun beliau benci apa yang dikatakannya itu.' Dan sebagian dari mereka berkata, 'Beliau tidak mendengarnya.' Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, maka beliau bersabda, 'Di manakah gerangan orang yang bertanya tentang kiamat?' Ia berkata, 'Inilah saya, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nantikanlah kiamat.' Ia berkata, 'Bagaimana menyia-nyiakannya?' Beliau bersabda, 'Apabila perkara (urusan) diserahkan (pada satu riwayat disebutkan dengan: disandarkan 7/188) kepada selain ahlinya, maka nantikanlah kiamat."
Bab Ke-3: Orang yang Mengeraskan Suaranya mengenai Ilmu Pengetahuan
43. Abdullah bin Amr r.a. berkata, "Nabi saw.
tertinggal (dari kami 4/91) dalam suatu perjalanan yang kami tempuh lalu beliau
menyusul kami, dan kami telah terdesak oleh shalat (pada satu riwayat
disebutkan: shalat ashar). Kami berwudhu, dan ketika kami sampai membasuh kaki,
lalu beliau menyeru dengan suara yang keras, 'Celakalah bagi tumit-tumit karena
api neraka!' (Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali)."
Bab Ke-4: Perkataan perawi hadits dengan haddatsanaa 'telah berbicara kepada kami ... ' atau akhbaranaa 'telah memberitahukan kepada kami ... ' atau anba-anaa 'telah menginformasikan kepada kami ... '.
44. Al-Humaidi[1] berkata, "Menurut Ibnu Uyainah, perkataan haddatsanaa, akhbaranaa, anba-anaa, dan sami'tuu adalah sama (saja)."
13. Ibnu Mas'ud berkata, 'Telah berbicara kepada kami Rasulullah saw., sedang beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan."[2]
14. Syaqiq berkata, "Dari Abdullah, ia berkata,
'Saya mendengarkan Nabi saw. suatu perkataan ...'"[3]
15. Hudzaifah berkata, "Rasulullah saw. telah
berbicara kepada kami dengan dua hadits."[4]
16. Abul Aliyah berkata, "Dari Ibnu Abbas dari Nabi
saw mengenai apa yang beliau riwayatkan (adalah) dari Tuhannya Azza wa
Jalla."[5]
17. Anas berkata, "Dari Nabi saw., beliau meriwayatkannya dari Tuhanmu Azza wa Jalla."[6]
18. Abu Hurairah r.a. berkata, "Dari Nabi saw., beliau mcriwayatkannya dari Tuhannya Azza wa Jalla."[7]
(Saya berkata, "Dalam hal ini dia [Imam Bukhari]
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebutkan pada [65
-At-Tafsir / 14 Surah / 2 - BAB])."
Bab Ke-5: Imam Melontarkan Pertanyaan kepada Para
Sahabatnya untuk Menguji Pengetahuan Mereka
(Saya berkata, "Mengenai hal ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanadnya hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di atas.")
Bab Ke-6: Keterangan tentang Ilmu dan Firman Allah,
"Katakanlah, Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu. " (Thaahaa: 114)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak
menyebutkan sebuah hadits pun.")
Bab Ke-7: Membacakan dan Mengkonfirmasikan kepada Orang yang Menyampaikan Berita
Al-Hasan, Sufyan, dan Malik berpendapat boleh membacakan.[8]
45. Dari Sufyan ats-Tsauri dan Malik, disebutkan bahwa
mereka berpendapat boleh membacakan dan mendengarkan.
46. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan kepada orang yang menyampaikan suatu berita, maka tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah kepadaku', dan "Saya dengar'. Sebagian mereka[9] memperbolehkan membacakan kepada orang alim dengan alasan hadits Dhimam bin Tsa'labah[10] yang berkata kepada Nabi saw., "Apakah Allah memerintahkanmu melakukan shalat?" Beliau menjawab, "Ya." Sufyan berkata, "Maka, ini adalah pembacaan kepada Nabi saw.. Dhimam memberitahukan hal itu kepada kaumnya, lalu mereka menerimanya."
Malik berargumentasi dengan dokumen yang dibacakan kepada suatu kaum, lalu mereka berkata, "Si Fulan telah bersaksi kepada kami", dan hal itu dibacakan kepada mereka. Dibacakan kepada orang yang menyuruh membaca, lalu orang yang membaca berkata, "Si Fulan menyuruhku membaca."
47. Al-Hasan berkata, 'Tidak mengapa membacakan kepada orang alim."
48. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan
(dikonfirmasikan) kepada ahli hadits (perawi, orang yang menyampaikan hadits /
berita), maka tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah kepadaku.'"
49. Malik dan Sufyan berkata, "Membacakan (mengkonfirmasikan) kepada orang yang alim dan bacaan orang alim itu sama saja."
50. Anas bin Malik r.a. berkata, "Ketika kami duduk
dengan Nabi saw di masjid, masuklah seorang laki-laki yang mengendarai unta,
lalu mendekamkan untanya di dalam masjid, dan mengikatnya. Kemudian ia berkata,
'Manakah di antara kalian yang bernama Muhammad?' Nabi saw. bertelekan di antara
mereka, lalu kami katakan, 'Laki-laki putih yang bertelekan ini.' Laki-laki itu
bertanya, 'Putra Abdul Muthalib?' Nabi bersabda kepadanya, 'Saya telah
menjawabmu.' Ia berkata, 'Sesungguhnya saya bertanya kepadamu, berat atasmu
namun janganlah diambil hati olehmu terhadap saya.' Beliau bersabda, 'Tanyakan
apa-apa yang timbul dalam dirimu.' Ia berkata, 'Saya bertanya kepadamu tentang
Tuhanmu, dan Tuhan orang-orang yang sebelummu. Apakah Allah mengutusmu kepada
seluruh manusia?' Nabi bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata, 'Saya
menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk shalat lima waktu
dalam sehari semalam?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata, 'Saya
menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk puasa bulan ini (Ramadhan)
dalam satu tahun?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata, 'Saya
menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk mengambil zakat
ini dari orang-orang kaya kita, lalu kamu bagikan kepada orang-orang fakir
kita?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Lalu laki-laki itu berkata, 'Saya
percaya pada apa yang kamu bawa dan saya adalah utusan dari orang yang di
belakang saya dari kalangan kaum saya. Saya Dhimam bin Tsa'labah, saudara bani
Sa'ad bin Bakr.'"
Bab Ke-8: Keterangan tentang Perpindahan (Buku-Buku Ilmu Pengetahuan) dari Tangan ke Tangan, dan Penulisan Ilmu Pengetahuan oleh Ahli-Ahli Ilmu Pengetahuan dari Berbagai Negeri
Anas berkata, "Utsman menyalin beberapa mushhaf,
lalu mengirimkannya ke berbagai wilayah."[11]
Abdullah bin Umar, Yahya bin Said, dan Malik berpendapat bahwa yang demikian itu diperbolehkan.[12]
Beberapa Ulama Hijaz mendukung pendapat itu berdasarkan hadits Nabi saw. ketika beliau mengirimkan surat dengan perantaraan komandan pasukan dan beliau berkata, "Janganlah kamu bacakan surat ini sebelum kamu sampai di tempat ini dan ini." Setelah sampai di tempat itu, komandan itu membacakannya kepada orang banyak, dan dia memberitahukan kepada mereka apa yang diperintahkan oleh Nabi saw.[13]
Abdullah bin Umar, Yahya bin Said, dan Malik berpendapat bahwa yang demikian itu diperbolehkan.[12]
Beberapa Ulama Hijaz mendukung pendapat itu berdasarkan hadits Nabi saw. ketika beliau mengirimkan surat dengan perantaraan komandan pasukan dan beliau berkata, "Janganlah kamu bacakan surat ini sebelum kamu sampai di tempat ini dan ini." Setelah sampai di tempat itu, komandan itu membacakannya kepada orang banyak, dan dia memberitahukan kepada mereka apa yang diperintahkan oleh Nabi saw.[13]
51. Abdullah bin Abbas mengatakan bahwa Rasulullah saw.
mengutus seorang laki-laki (dalam satu riwayat disebutkan: Abdullah bin
Hudzafah as-Sahmi 5/136) untuk membawa surat beliau, dan laki-laki itu disuruh
memberikannya kepada pembesar Bahrain, lalu pembesar Bahrain merobek-robeknya.
Ia berkata, "Lalu Rasulullah saw. mendoakan agar mereka benar-benar
dirobek-robek."
Bab Ke-9: Orang yang Duduk di Tempat Terakhir Paling Jauh dari Suatu Pertemuan dan Orang yang Menemukan Suatu Tempat Pertemuan atau Duduk di Sana
52. Abu Waqid al-Laitsi mengatakan bahwa ketika
Rasulullah saw. duduk di masjid bersama orang-orang, tiba-tiba datang tiga
orang. Dua orang menghadap kepada Nabi saw. dan seorang (lagi) pergi. Dua orang
itu berhenti pada Rasulullah saw., yang seorang duduk di belakang mereka, dan
yang ketiga berpaling, pergi. Ketika Rasulullah saw. selesai, beliau bersabda,
"Maukah saya beritakan tentang tiga orang. Yaitu, salah seorang di antara
mereka berlindung kepada Allah, maka Allah melindunginya; yang seorang lagi
malu, maka Allah malu terhadapnya; dan yang lain lagi berpaling, maka Allah
berpaling darinya."
Bab Ke-10: Sabda Nabi saw., "Seringkali orang yang diberi tahu suatu keterangan lebih dapat mengingatnya daripada yang mendengarkannya sendiri."
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Bakrah pada [64 - Al-Maghazi / 79 -
BAB].")
Bab Ke-11: Ilmu Wajib Dituntut Sebelum Mengucapkan dan
Sebelum Beramal
Hal tersebut didasarkan firman Allah Ta'ala dalam surah
Muhammad ayat 19, "Maka ketahuilah (wahai Muhammad), bahwa sesungguhnya
tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." Maka, dalam ayat ini Allah
memulai dengan menyebut ilmu. Selain itu, disebutkan bahwa ulama adalah pewaris-pewaris
Nabi. Mereka mewarisi ilmu pengetahuan. Barangsiapa yang mendapatkannya, maka
dia beruntung dan memperoleh sesuatu yang besar.[14]
"Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu
pengetahuan (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."[15]
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama." (Faathir: 28);
"Tiada yang memahaminya kecuali bagi orang-orang yang berilmu"
(al-Ankabuut: 43); "Dan mereka berkata, 'Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan) itu, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni
neraka yang menyala-nyala" (al-Mulk: 10); dan "Adakah sama
orang-orang yang tahu dengan orang-orang yang tidak mengetahui."
(az-Zumar: 9)
Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa dikehendaki baik
oleh Allah, maka ia dikaruniai kepahaman agama."[16]
Dan beliau saw. bersabda, "Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar."[17]
Abu Dzar berkata, "Andaikan kamu semua meletakkan sebilah pedang di atas ini (sambil menunjuk ke arah lehernya). Kemudian aku memperkirakan masih ada waktu untuk melangsungkan atau menyampaikan sepatah kata saja yang kudengar dari Nabi saw. sebelum kamu semua melaksanakannya, yakni memotong leherku, niscaya kusampaikan sepatah kata dari Nabi saw. itu."[18]
Dan beliau saw. bersabda, "Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar."[17]
Abu Dzar berkata, "Andaikan kamu semua meletakkan sebilah pedang di atas ini (sambil menunjuk ke arah lehernya). Kemudian aku memperkirakan masih ada waktu untuk melangsungkan atau menyampaikan sepatah kata saja yang kudengar dari Nabi saw. sebelum kamu semua melaksanakannya, yakni memotong leherku, niscaya kusampaikan sepatah kata dari Nabi saw. itu."[18]
Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan
Rabbani, yaitu (golongan yang) penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih
(yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum hukum agama), dan
mengerti."[19] Ada yang mengatakan bahwa yang
dimaksud "Rabbani"' ialah orang yang mendidik manusia dengan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu
pengetahuan yang besar-besar (yang sukar).
Bab Ke-12: Apa yang Dilakukan oleh Nabi saw. tentang Memberi Sela-Sela Waktu (Yakni Tidak Setiap Hari) dalam Menasihati dan Mengajarkan Ilmu agar Mereka Tidak Lari (Berpaling) Karena Bosan
53. Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda,
"Mudahkanlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah (dalam satu riwayat
disebutkan: jadikanlah tenang 7/ 101) dan jangan membuat orang lari."
Bab Ke-13: Orang yang Memberikan Hari-Hari Tertentu untuk Para Ahli Ilmu Pengetahuan
54. Abu Wa-il berkata, "Abdullah pada setiap hari
Kamis memberikan peringatan (yakni mengajar ilmu-ilmu keagamaan kepada orang
banyak). Kemudian ada seseorang berkata, "Wahai ayah Abdur Rahman, aku
sebenarnya lebih senang andaikata kamu memberikan peringatan kepada kami setiap
hari." Abdullah menjawab, "Ketahuilah, sesungguhnya ada satu hal yang
menghalangiku untuk berbuat begitu, yaitu aku tidak senang membuatmu bosan, dan
sesungguhnya aku akan memberikan nasihat (pelajaran) kepada kamu sebagaimana
Nabi saw. (dalam satu riwayat dari Abu Wa-il, ia berkata, "Kami menantikan
Abdullah, tiba tiba datanglah Zaid bin Muawiyah,[20] lalu kami
berkata kepadanya, "Apakah Anda tidak duduk?" Ia menjawab,
"Tidak, tetapi saya akan masuk dan meminta sahabatmu itu keluar kepadamu.
Kalau tidak, maka saya akan duduk." Lalu Abdullah keluar sambil
menggandeng tangannya, lalu ia berdiri menghadap kami seraya berkata,
"Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi tahu tentang keberadaanmu
(kedatanganmu), tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepadamu ialah karena
Rasulullah saw. 7/169) biasa memberi kami nasihat pada beberapa hari tertentu
dalam seminggu karena khawatir (dan dalam satu riwayat: tidak suka) membuat
kami bosan."
Bab Ke-14: Barangsiapa yang Dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah Menjadikannya Pandai Agama
55. Humaid bin Abdur Rahman berkata, "Saya mendengar
Mu'awiyah sewaktu ia berkhotbah mengatakan, 'Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, 'Barangsiapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah
menjadikannya pandai agama. Saya ini hanya pembagi (penyampai wahyu secara
merata), dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia memberi (pemahaman). Dan
akan senantiasa ada [dari 4/187] umat ini [suatu umat] yang menegakkan urusan
Allah. Tidaklah membahayakan mereka [orang yang meremehkan mereka (dan dalam
satu riwayat: orang yang mendustakan mereka 8/189) dan tidak pula] orang yang
menentang mereka (dan dalam satu riwayat: Dan urusan umat ini akan senantiasa
lurus sehingga datang hari kiamat atau 8/149) sehingga datang [kepada mereka]
perintah Allah [sedang mereka tetap pada yang demikian itu.' Lalu Malik bin
Tukhamir berkata, 'Mu'adz berkata, 'Sedang mereka berada di negeri Syam.'
Kemudian Mua'wiyah berkata, 'Malik ini mengaku bahwa dia mendengar Mu'adz
berkata, 'Sedang mereka berada di negeri Syam.'"].
Bab Ke-15: Pemahaman dalam Hal Ilmu
(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang telah disebutkan di muka [4
- BAB].')
Bab Ke-16: Berkeinginan Besar untuk Menjadi Orang yang
Mempunyai Ilmu dan Hikmah
Umar berkata, "Belajarlah ilmu agama yang mendalam
sebelum kamu dijadikan pemimpin".[21]
Sahabat-sahabat Nabi saw. masih terus belajar pada waktu
usia mereka sudah lanjut
56. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.
Bab Ke-17: Mengenai apa yang disebutkan perihal kepergian
Nabi Musa a.s. di lautan untuk menemui Khidhir dan firman Allah, "Bolehkah
aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (al-Kahfi: 66)
57. Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas, bahwa ia, berselisih pendapat dengan Hurr bin Qais bin Hishin Al-Fazari perihal kawan Nabi Musa yakni orang yang dicari Nabi Musa a.s.. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kawan yang dimaksud itu ialah Khidhir, sedangkan Hurr mengatakan bukan. Kemudian lewatlah Ubay bin Ka'ab [al-Anshari 8/ 193] di depan mereka. Ibnu Abbas lalu memanggilnya kemudian berkata, "Sesungguhnya aku berselisih pendapat dengan sahabatku ini siapa kawan Musa yang olehnya ditanyakan mengenai jalan untuk menuju tempatnya itu, agar dapat bertemu dengannya. Apakah kamu pernah mendengar hal-ihwalnya yang kamu dengar sendiri dari Nabi saw?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya, saya mendengar Rasulullah saw. [menyebut-nyebut hal-ihwalnya 1/27]. Beliau bersabda, 'Ketika Musa duduk bersama beberapa orang Bani Israel, [tiba-tiba seorang laki-laki datang dan bertanya kepadanya (Musa), 'Adakah seseorang yang lebih pandai daripada kamu?' Musa menjawab, 'Tidak." Maka, Allah menurunkan wahyu kepada Musa, "Ada, yaitu hamba Kami Khidhir." Musa bertanya kepada (Allah) bagaimana jalan ke sana (pada suatu riwayat : bagaimana cara bertemu dengannya 1/8). Maka, Allah menjadikan ikan sebagai sebuah tanda baginya dan dikatakan kepadanya, 'Apabila ikan itu hilang darimu, maka kembalilah (ke tempat di mana ikan itu hilang) karena engkau akan bertemu dengannya (Khidhir). 'Maka, Musa pun mengikuti jejak ikan laut. Murid Musa berkata kepadanya, 'Adakah kamu melihat kita berdiam yakni ketika beristirahat di batu besar. Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan hiu itu dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal itu, melainkan setan.' Musa berkata, 'Kalau demikian, memang itulah tempat yang kita cari.' Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Kemudian mereka bertemu dengan Khidhir. Maka, apa yang terjadi pada mereka selanjutnya telah diceritakan Allah Azza wa Jalla di dalam Kitab-Nya."
Bab Ke-18: Sabda Nabi saw., "Ya Allah, Ajarkanlah Al-Qur an kepadanya."
58. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw.
memelukku [ke dadanya 4/ 217] dan bersabda, "Ya Allah, ajarkanlah
Al-Qur'an kepadanya." (Dan dalam satu riwayat: al-hikmah. Al-hikmah ialah
kebenaran di luar nubuwwah).
Bab Ke- 19: Kapankah Anak Kecil Boleh Mendengarkan
Pengajian?
59. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Saya datang kepada orang
yang datang dengan naik keledai, pada saat itu saya hampir dewasa dan
Rasulullah saw. sedang [berdiri] shalat di Mina [pada waktu haji wada' [22]]
tanpa dinding.[23] Saya melewati depan shaf
[kemudian saya turun], dan saya melepaskan keledai itu makan dan minum lalu
saya masuk ke shaf. (Dan dalam satu riwayat: Lalu saya berbaris bersama
orang-orang di belakang Rasulullah saw.), dan tidak ada seorang pun yang
mengingkari hal itu atasku."
Bab Ke-20: Pergi Menuntut Ilmu
Jabir bin Abdullah pergi selama sebulan kepada Abdullah
bin Anis mengenai sebuah hadits.[24]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang telah disebutkan pada dua
bab sebelumnya.")
Bab Ke-21: Keutamaan Orang yang Berilmu dan
Mengajarkannya
60. Abu Musa mengatakan bahwa Nabi saw bersabda,
"Perumpamaan apa yang diutuskan Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu
adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gembur
yang dapat menerima air (dan dalam riwayat yang mu'allaq disebutkan bahwa di
antaranya ada bagian yang dapat menerima air[25] ), lalu
tumbuhlah rerumputan yang banyak. Daripadanya ada yang keras dapat menahan air
dan dengannya Allah memberi kemanfaatan kepada manusia lalu mereka minum,
menyiram, dan bertani. Air hujan itu mengenai kelompok lain yaitu tanah licin,
tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu
perumpamaan orang yang pandai tentang agama Allah dan apa yang diutuskan
kepadaku bermanfaat baginya. Ia pandai dan mengajar. Juga perumpamaan orang
yang tidak menghiraukan hal itu, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah yang
saya diutus dengannya."
Bab Ke-22: Diangkatnya (Hilangnya) Ilmu dan Munculnya Kebodohan
Rabi'ah berkata, 'Tidak boleh bagi seseorang yang
memiliki sesuatu lantas menyia-nyiakan dirinya."[26]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan disebutkan pada [67 -
an-Nikah/111- BAB].")
Bab Ke-23: Keutamaan Ilmu
61. Ibnu Umar berkala, "Saya mendengar Rasulullah
saw. bersabda, 'Ketika saya tidur didatangkan kepada saya segelas susu, lalu
saya minum [sebagiannya 8/79], sehingga saya melihat cairan [mengalir], keluar
pada kuku-kuku saya, (dan dalam satu riwayat: ujung-ujung jari saya 7/74).
Kemudian kelebihannya saya berikan kepada Umar ibnul Khaththab.' Mereka
berkata, 'Engkau takwilkan apakah, wahai Rasulullah? Beliau bersabda,
'Ilmu.'"
Bab Ke-24: Memberikan Fatwa-Fatwa Agama ketika Menaiki Seekor Binatang atau Berdiri di Atas Apa Saja
62. Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan bahwa Nabi saw.
wukuf pada haji Wada' di Mina [beliau berkhotbah pada hari Nahar di atas
untanya 2/191] [pada saat melempar jumrah] kepada orang-orang. Mereka bertanya
kepada beliau, kemudian datanglah seorang laki-laki dan berkata, "[Wahai
Rasulullah], saya tidak mengetahui, lalu saya bercukur sebelum
menyembelih." Beliau bersabda, "Sembelihlah dan tidak berdosa."
Orang lain datang dan berkata, "Saya tidak tahu, saya menyembelih sebelum
melempar (jumrah)." Beliau bersabda, "Lemparkanlah (jumrah) dan tidak
berdosa." Nabi saw tidaklah ditanya [pada hari itu 2/190] tentang sesuatu
yang diajukan dan dikemudiankan kecuali beliau bersabda, "Lakukanlah dan
tidak berdosa."
Bab Ke-25: Orang yang Menjawab fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala
63. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda,
"Ilmu (tentang agama) akan dicabut, kebodohan dan fitnah-fitnah itu akan
tampak, dan banyak kegemparan." Ditanyakan, "Apakah kegemparan itu,
wahai Rasulullah?" Lalu beliau berbuat (berisyarat) demikianlah dengan
tangan beliau, lalu beliau merobohkannya, seolah-olah beliau menghendaki
pembunuhan.[27]
Bab Ke-26: Anjuran Nabi saw. kepada Tamu Abdul Qais agar
Memelihara Keimanan dan Ilmu, dan Memberitahukan kepada Orang-Orang yang di
Belakang Mereka
Malik bin al-Huwairits berkata, "Rasulullah saw
bersabda kepada kami, 'Kembalilah kepada keluargamu, kemudian ajarilah
mereka.'"[28]
(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari telah
membawakan hadits Ibnu Abbas dengan isnadnya sebagaimana yang disebutkan pada
hadits nomor 40.")
Bab Ke-27: Mengadakan Perjalanan untuk Mencari Jawaban
terhadap Masalah yang Benar-Benar Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Uqbah bin al-Harits yang akan disebutkan
pada [67- anNikah/24-BAB].")
Bab Ke-28: Saling Bergantian dalam Menuntut Ilmu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya beberapa jalan dari hadits Umar yang akan
disebutkan pada [46 al-Mazhalim/ 25 - BAB].")
Bab Ke-29: Marah dalam Memberi Nasihat atau Mengajar,
Ketika Melihat Sesuatu yang Dibencinya
64. Abu Musa berkata, "Nabi saw. ditanya tentang
sesuatu yang tidak disukai oleh beliau. Ketika mereka banyak bertanya kepada
beliau, maka beliau marah. Kemudian beliau bersabda kepada orang-orang,
"Tanyakanlah kepada saya tentang sesuatu yang kamu kehendaki."
Seorang laki-laki berkata, "Siapakah ayahku?" Beliau bersabda,
"Ayahmu Hudzafah." Orang lain berdiri dan bertanya, "Siapakah
ayahku, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ayahmu Salim, maula 'mantan
budak' Syaibah." Ketika Umar melihat apa yang terdapat pada wajah beliau
(yang berupa kemarahan), ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
bertobat kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia."
Bab Ke-30: Orang yang Berjongkok di Atas Kedua Lututnya di Depan Imam atau Orang yang Memberi Keterangan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang akan disebutkan pada
[97 At-Tauhid/4-BAB]").
Bab Ke-31: Pengulangan Pembicaraan Seseorang Sebanyak
Tiga Kali dengan Maksud agar Orang Lain Mengerti
Ibnu Umar berkata, "Nabi saw. bersabda, 'Apakah aku
sudah menyampaikan?' (beliau ulangi tiga kali)."
65. Anas r.a. mengatakan bahwa apabila Nabi saw. mengatakan suatu perkataan beliau mengulanginya tiga kali sehingga dimengerti. Apabila beliau datang pada suatu kaum, maka beliau memberi salam kepada mereka tiga kali.
Bab Ke-32: Seorang Lelaki Mengajar Hamba Sahayanya yang
Wanita dan Keluarganya
66. Abu Musa berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga (golongan) mendapat dua pahala yaitu seorang Ahli Kitab yang beriman kepada Nabinya kemudian beriman kepada Muhammad saw.; hamba sahaya apabila menunaikan hak Allah Ta'ala dan hak tuannya (dan dalam suatu riwayat: hamba sahaya yang beribadah kepada Tuhannya dengan baik dan menunaikan kewajibannya terhadap tuannya yang berupa hak, kesetiaan, dan ketaatan 3/142); dan seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita yang dididiknya secara baik serta diajarnya secara baik (dan dalam satu riwayat: lalu dipenuhinya kebutuhan-kebutuhannya dan diperlakukannya dengan baik 3/123), kemudian dimerdekakannya [kemudian menentukan mas kawinnya 6/121][29] , lalu dikawininya, maka ia mendapat dua pahala."
Kemudian Amir[30] berkata, "Kami memberikannya kepadamu tanpa imbalan sesuatu pun. Sesungguhnya ia biasa dinaiki ke Madinah untuk keperluan lain."
Bab Ke-33: Imam Menasihati dan Mengajarkan Kaum Wanita
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada
[12-Al-Idain / 19-BAB].")
Bab Ke-34: Antusiasme terhadap Hadits
67. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya bertanya kepada
Rasulullah saw., 'Wahai Rasullullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan
syafaat engkau pada hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya saya
telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang bertanya
kepadaku tentang hal ini terlebih dahulu daripada engkau, karena saya
mengetahui antusiasmu (keinginanmu yang keras) terhadap hadits. Orang yang
paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan,
"LAA ILAAHA ILLALLAH" 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', dengan tulus
dari hati atau jiwanya (dan dalam satu riwayat: dari arah jiwanya 7/204)."
Bab Ke-35: Bagaimana Dicabutnya Ilmu Agama
Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar Ibnu
Hazm sebagai berikut, "Perhatikanlah, apa yang berupa hadits Rasulullah
saw. maka tulislah, karena sesungguhnya aku khawatir ilmu agama tidak
dipelajari lagi, dan ulama akan wafat. Janganlah engkau terima sesuatu selain
hadits Nabi saw.. Sebarluaskanlah ilmu dan ajarilah orang yang tidak mengerti
sehingga dia mengerti. Karena, ilmu itu tidak akan binasa (lenyap) kecuali
kalau ia dibiarkan rahasia (tersembunyi) pada seseorang."
68. Dari Urwah, [dia berkata, "Kami diberi
keterangan 8/148] Abdullah bin Amr bin Ash, [maka saya mendengar dia] berkata,
'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah tidak mencabut
ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi, Allah mencabut
ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak menyisakan orang
pandai. Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu,
mereka ditanya, dan mereka memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam satu riwayat:
maka mereka memberi fatwa dengan pikirannya sendiri). Maka, mereka sesat dan
menyesatkan."
Kemudian aku (Urwah) berkata kepada Aisyah istri Nabi saw., lalu Abdullah bin Amr memberi keterangan sesudah itu. Aisyah berkata, 'Wahai anak saudara wanitaku! Pergilah kepada Abdullah, kemudian konfirmasikanlah kepadanya apa yang engkau ceritakan kepadaku itu.' Lalu aku datang kepada Abdullah dan menanyakan kepadanya. Maka, dia menceritakan kepadaku apa yang sudah diceritakan kepadaku itu. Kemudian aku datang kepada Aisyah, lalu kuberitahukan kepadanya. maka dia merasa kagum. Ia berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya Abdullah bin Amr telah hafal.'" (8/148).
Kemudian aku (Urwah) berkata kepada Aisyah istri Nabi saw., lalu Abdullah bin Amr memberi keterangan sesudah itu. Aisyah berkata, 'Wahai anak saudara wanitaku! Pergilah kepada Abdullah, kemudian konfirmasikanlah kepadanya apa yang engkau ceritakan kepadaku itu.' Lalu aku datang kepada Abdullah dan menanyakan kepadanya. Maka, dia menceritakan kepadaku apa yang sudah diceritakan kepadaku itu. Kemudian aku datang kepada Aisyah, lalu kuberitahukan kepadanya. maka dia merasa kagum. Ia berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya Abdullah bin Amr telah hafal.'" (8/148).
Bab Ke-36: Apakah untuk Kaum Wanita Perlu Diberikan
Giliran Hari yang Tersendiri dalam Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Agama
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Said al-Khudri yang akan disebutkan pada [96 - Al-I'tisham/9 - BAB].")
Bab Ke-37: Orang yang Mendengarkan Sesuatu Lalu Mengulanginya Hingga Mengetahui Secara Sempurna
69. Ibnu Abi Mulaikah mengatakan bahwa Aisyah istri Nabi saw. tidak pernah mendengar sesuatu yang tidak diketahuinya melainkan ia mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar (secara pasti). Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang dihisab, maka dia telah disiksa." (Dalam satu riwayat: binasa 6/81). Aisyah berkata, "Lalu aku berkata, ["Biarlah Allah menjadikan aku sebagai penebusmu, bukankah Allah Azza Wa Jalla berfirman, '[Adapun orang yang diberikan kitabnya pada tangan kanannya], maka ia akan dihisab (diperhitungkan) dengan perhitungan yang mudah?'" Lalu beliau bersabda, "Hal itu hanyalah suatu kelapangan. Tetapi, barangsiapa yang diteliti betul perhitungannya, maka ia akan binasa." (Dan dalam satu riwayat: "Dan tidak ada seorang pun yang diteliti betul hisabnya pada hari kiamat melainkan ia telah disiksa." 7/198).
Bab Ke-38: Hendaklah Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu
kepada yang Tidak Hadir
Hal itu dikatakan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw.[31]
70. Abu Syuraih [al-Adawi 5/94] berkata kepada Amr bin Said ketika ia mengirim pasukan ke Mekah, "Izinkanlah saya wahai Amir untuk menyampaikan kepadamu suatu perkataan yang disabdakan Nabi saw. pada pagi hari pembebasan (Mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh kedua telinga saya, dan hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau menyabdakannya. Beliau memuja Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya Mekah itu dimuliakan oleh Allah Ta'ala dan manusia tidak memuliakannya, maka tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah di Mekah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseorang memandang ada kemurahan (untuk berperang) berdasarkan peperangan Rasulullah saw. di sana, maka katakanlah [kepadanya 2/213], 'Sesungguhnya Allah telah mengizinkan bagi Rasul-Nya, tetapi tidak mengizinkan bagimu, dan Allah hanya mengizinkan bagiku sesaat di suatu siang hari, kemudian kembali kemuliaannya (diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya kemarin.' Orang yang hadir hendaklah menyampaikan kepada orang yang tidak hadir (gaib).' Kemudian ditanyakan kepada Abu Syuraih, 'Apakah yang dikatakan [kepadamu] oleh Amr?" Dia menjawab, "Aku lebih mengetahui [tentang hal itu] daripada engkau, wahai Abu Syuraih! Sesungguhnya Mekah (dalam satu riwayat: Tanah Haram) tidak melindungi orang yang durhaka, orang yang lari karena kasus darah (membunuh), dan orang yang lari karena merusak agama."
Abu Abdillah berkata, "Al-khurbah ialah merusak agama." (5/95)
Bab Ke-39: Dosa Orang yang Berdusta Atas Nama Nabi saw.
71. Ali r.a berkata, "Rasulullah saw bersabda, janganlah kamu berdusta atas namaku. Karena, orang yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia memasuki neraka."
72, Dari Amir bin Abdullah ibnuz Zubair dari ayahnya, ia berkata, "Saya berkata kepada az-Zubair, 'Saya tidak pernah mendengar engkau menceritakan suatu hadits yang engkau terima dari Rasulullah saw. sebagaimana si Anu dan si Anu menceritakannya.' Zubair berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya saya ini tidak pernah berpisah dari beliau saw., tetapi saya pernah mendengar beliau saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"
73. Anas berkata, "Sesungguhnya ada hal yang menghalang-halangi aku untuk memberitakan hadits kepada kamu sekalian, yaitu karena Nabi saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"
74. Salamah bin Akwa' r.a. berkata, "Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berkata atas namaku akan sesuatu
yang tidak saya katakan, maka hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya
di neraka."
75. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersedia menempati tempat duduknya di neraka."
Bab Ke-40: Menulis Ilmu
76. Abu Hurairah mengatakan bahwa kabilah Khuza'ah
membunuh seorang laki-laki dari kabilah Laits pada tahun pembebasan Mekah.
Karena, adanya orang yang terbunuh yang dibunuh orang kabilah Khuza'ah [pada
zaman jahiliah 8/38]. Hal itu diberitahukan kepada Nabi saw., lalu beliau
menaiki kendaraannya dan berkhotbah [kepada orang banyak. Lalu beliau memuji
Allah dan menyanjung-Nya 3/94], kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya
Allah telah menahan Mekah dari (serangan pasukan) gajah, dan Dia memberikan
kekuasaan kepada Rasulullah saw. serta orang-orang yang beriman atas mereka.
Ketahuilah sesungguhnya Mekah tidak halal bagi orang yang sebelumku dan tidak
halal bagi orang yang sesudahku. Ketahuilah sesungguhnya Mekah itu halal
bagiku, sesaat dari siang hari. Ketahuilah bahwa Mekah pada saatku itu haram,
duri-durinya tidak boleh dipotong, pohon-pohonnya tidak boleh ditebang, barang
temuannya tidak boleh diambil kecuali bagi orang yang mencari (pemiliknya).
Barangsiapa yang keluarganya terbunuh, maka menurut pandangan yang terbaik,
adakalanya pembunuhnya diikat dan adakalanya dibalas bunuh oleh keluarga si
terbunuh."
Seorang laki-laki dari penduduk Yaman [yang bernama Abu Syah] berkata, 'Tuliskan untuk saya wahai Rasulullah!" Lalu beliau bersabda, 'Tulislah untuk ayah Fulan.' (Dan dalam satu riwayat: 'Untuk Abu Syah.') Seorang laki-laki dari suku Quraisy berkata, "Kecuali idzkhir 'tumbuh-tumbuhan yang harum baunya', wahai Rasulullah, karena idzkhir itu ditempatkan di rumah dan kuburan kami." Lalu Nabi saw. bersabda, "Kecuali idzkhir." [Saya bertanya kepada Al-Auza'i, "Apa yang dimaksud dengan perkataannya, 'Tulislah untukku wahai Rasulullah' itu?' Al-Auza'i menjawab, 'Khotbah yang didengarnya dari Rasulullah saw ini.'"].
Seorang laki-laki dari penduduk Yaman [yang bernama Abu Syah] berkata, 'Tuliskan untuk saya wahai Rasulullah!" Lalu beliau bersabda, 'Tulislah untuk ayah Fulan.' (Dan dalam satu riwayat: 'Untuk Abu Syah.') Seorang laki-laki dari suku Quraisy berkata, "Kecuali idzkhir 'tumbuh-tumbuhan yang harum baunya', wahai Rasulullah, karena idzkhir itu ditempatkan di rumah dan kuburan kami." Lalu Nabi saw. bersabda, "Kecuali idzkhir." [Saya bertanya kepada Al-Auza'i, "Apa yang dimaksud dengan perkataannya, 'Tulislah untukku wahai Rasulullah' itu?' Al-Auza'i menjawab, 'Khotbah yang didengarnya dari Rasulullah saw ini.'"].
77. Abu Hurairah r .a. berkata, 'Tiada seorang pun dari
sahabat Nabi saw yang lebih banyak dalam meriwayatkan hadits yang diterima dari
beliau saw daripada saya, melainkan apa yang didapat dari Abdullah bin Amr,
sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya."
Bab Ke-41: Ilmu dan Memberi Peringatan (Pengajian) pada Waktu Malam
78. Ummu Salamah r.a. berkata, "Nabi saw pada suatu
malam bangun tidur (dengan terkejut 8/90), lalu beliau berkata, 'Mahasuci
Allah! (Dan pada satu riwayat disebutkan: Dan beliau mengucapkan
LAAILAAHAILLALLAAH 7/47) Fitnah apakah yang diturunkan [Allah] pada malam ini?
Dan, perbendaharaan (rahmat) apakah yang dibuka? Bangunkanlah (dalam satu
riwayat: Siapakah yang mau membangunkan) para penghuni kamar [maksudnya
istri-istrinya sehingga mereka menunaikan shalat 7/ 123]. Banyak (dalam satu
riwayat: wahai, banyaknya) orang berpakaian di dunia namun telanjang di
akhirat.'"
[Az-Zuhri berkata, "Hindun[32] mempunyai pakaian sejenis jubah yang kedua lengannya di antara jari jarinya."]
[Az-Zuhri berkata, "Hindun[32] mempunyai pakaian sejenis jubah yang kedua lengannya di antara jari jarinya."]
Bab Ke-42: Berbicara pada Waktu Malam Mengenai Ilmu
79. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah saw
shalat isya bersama kami pada akhir hidup beliau [yaitu pada waktu malam yang
orang-orang menyebutnya 'atamah 1/141]. Setelah mengucapkan salam, maka beliau
berdiri [lalu menghadap kepada kami], lalu bersabda, 'Bagaimana pendapatmu
tentang malammu ini? Sesungguhnya pada awal seratus tahun (yang akan datang)
tidak ada yang masih tinggal seorang pun dari orang yang [pada hari ini 1/149]
ada di atas permukaan bumi." [Maka orang-orang pun ribut membicarakan
sabda Rasulullah saw itu. Mereka ramai membicarakan hadits-hadits tentang
seratus tahun ini. Sebenarnya Nabi saw. hanya bersabda, "Tidak akan
tinggal (masih hidup) orang yang pada hari ini (saat beliau bersabda itu) hidup
di muka bumi." Maksudnya bahwa satu generasi itu akan berlalu (habis)].
Bab Ke-43: Menghapalkan Ilmu
80. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya hafal dari Nabi
saw. dua tempat. Adapun salah satu dari keduanya, maka saya siarkan (hadits
itu) . Seandainya yang lain saya siarkan, niscaya terputuslah tenggorokan
ini."[33]
Bab Ke-44: Memperhatikan Keterangan Ulama
81. Jarir bin Abdillah mengatakan bahwa Nabi saw bersabda
kepadanya pada waktu mengerjakan haji Wada', "Diamkanlah manusia!"
Lalu beliau bersabda, "Sesudahku nanti janganlah kamu menjadi kafir, di
mana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain."
Bab Ke-45: Apa yang Disunnahkan bagi Seorang Alim jika
Ditanya, "Manakah Manusia yang Terpandai", agar Menyerahkan Perihal
Ilmu Kepandaian Itu kepada Allah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang panjang mengenai kisah Khidhir bersama Musa yang tersebut pada [65 - At-Tafsir/ 18 - AsSurah/2 - BAB].")
Bab Ke-46: Orang yang Bertanya Sambil Berdiri kepada Seorang Alim yang Sedang Duduk
82. Abu Musa r.a. berkata, "Seorang laki-laki (dalam
satu riwayat: seorang Arab kampung 3/51) datang kepada Nabi saw., lalu
bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah berperang di jalan Allah itu? Karena salah
seorang di antara kami berperang karena marah dan ada yang berperang karena
menjaga gengsi. [Ada yang berperang karena hendak menunjukkan keberanian, dan
ada yang berperang karena ingin dipuji orang]. (Dan dalam satu riwayat
disebutkan: Seseorang berperang karena ingin mendapatkan harta rampasan,
seseorang berperang karena ingin mendapatkan popularitas, dan seseorang
berperang karena ingin diketahui kedudukannya, maka siapakah gerangan yang
termasuk kategori fi sabilillah?' 3/206). Kemudian beliau bersabda sambil mengangkat
kepalanya dan tentunya beliau tidak perlu mengangkat kepala, melainkan karena
orang yang bertanya itu berdiri sedang beliau duduk. Lalu beliau menjawab,
'Barangsiapa yang berperang agar kalimah Allah menjadi yang tertinggi
(menjunjung tinggi agama Allah), maka dia di jalan Allah Azza wa Jalla.'"
Bab Ke-47: Bertanya dan Memberi Fatwa ketika Melontar Jumrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanadnya hadits Abdullah bin Amr yang sudah disebutkan pada
nomor 62.")
Bab Ke-48: Firman Allah Ta'ala, "Tidaklah Kamu Diberi Pengetahuan Melainkan Sedikit." (al-Israa': 85)
83. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Ketika saya berjalan bersama Rasulullah saw. di [sebagian 8/198] reruntuhan (dalam satu riwayat: kebun 5/228)[34] Madinah, sedang beliau bertelekan pada tongkat dari pelepah kurma yang lurus dan halus yang beliau bawa, lewatlah sekelompok Yahudi. Lalu, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, 'Tanyakanlah kepadanya tentang ruh.' [Lalu yang sebagian itu berkata, 'Apa kepentingan kalian kepadanya?' 5/228], dan sebagian lagi dari mereka berkata, 'Janganlah kamu menanyakannya, agar ia tidak membawa sesuatu (dan dalam satu riwayat: Agar ia tidak memperdengarkan kepadamu sesuatu 8/144) yang kamu benci.' Sebagian dari mereka berkata, 'Sungguh kami akan bertanya kepadanya.' [Lalu mereka berkata, Tanyakanlah kepadanya!'] Kemudian seorang laki-laki dari mereka berdiri [kepada beliau] dan berkata, 'Wahai Abu Qasim, apakah ruh itu?' Maka, [Nabi saw. diam, tiada menjawab sama sekali]. Dan dalam satu riwayat: Maka beliau berdiri sesaat memperhatikan), [sambil bertelekan atas pelepah kurma, sedang saya di belakang beliau 8/188]. Maka, saya berkata, 'Sesungguhnya beliau sedang diberi wahyu.' [Saya mundur dari beliau sehingga wahyu selesai turun], lalu saya berdiri di tempat saya. Ketika jelas hal itu, beliau membaca, "Yas-aluunaka'anir-ruuhi, qulir-ruuhu min amri rabbii, wamaa uutuu minal-'ilmi illaa qaliilaa" 'Mereka bertanya kapadamu tentang ruh. Katakanlah, 'Ruh itu adalah urusan Tuhanku.' Dan mereka tidak diberi ilmu melainkan hanya sedikit'. Al-A'masy berkata, 'Demikianlah bacaan kami.'[35] [Lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, Tadi sudah kami katakan, jangan tanyakan kepadanya!'].
Bab Ke-49: Orang yang Meninggalkan Sebagian Ikhtiar
karena Khawatir Sebagian Orang Tidak Memahaminya, Lalu Mereka Terjatuh ke Dalam
Sesuatu yang Lebih Berat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanadnya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada [25 -Al
Hajj/42 - BAB].")
Bab Ke-50: Orang yang Mengkhususkan untuk Memberi Ilmu
kepada Suatu Kaum dan Tidak kepada Kaum Lain karena Khawatir Kaum Kedua Itu
Tidak Dapat Memahaminya
84. Ali r.a. berkata, "Hendaklah kamu menasihati orang lain sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan Rasul-Nya itu didustakan sebab kurangnya pengertian yang ada pada mereka itu?"[36]
85. Qatadah mengatakan bahwa Anas bin Malik bercerita
bahwa Rasulullah saw. -dan Mu'adz sedang membonceng di atas kendaraan beliau-
bersabda, "Hai Muadz". Ia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah,
kebahagiaan bagi engkau." Beliau bersabda, "Hai Mu'adz!" Ia
menjawab, "Ya, wahai Rasulullah, kebahagiaan bagi engkau." (Ia
mengucapkannya tiga kali) . Beliau bersabda, 'Tidak ada seorangpun yang
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah
dengan betul-betul dari hatinya kecuali orang tersebut diharamkan oleh Allah
dari neraka. "Mu'adz bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya tidak
memberitahukan kepada manusia, agar mereka bergembira?" Beliau bersabda,
"Kalau begitu, mereka akan menyerah (tidak berusaha apa-apa)." Mu'adz
memberitahukannya ketika meninggal agar tidak berdosa.
(Dan diriwayatkan dari jalan lain dari Anas, ia berkata, "Diceritakan kepadaku[37] bahwa Nabi saw. bersabda kepada Mu'adz, 'Barangsiapa yang menghadap kepada Allah (meninggal dunia) sedang dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya, niscaya dia akan masuk surga." Mu'adz bertanya, "Apakah tidak boleh saya sampaikan kabar gembira ini kepada orang banyak?" Beliau menjawab, "Jangan, saya khawatir mereka akan menyerah (tanpa berusaha [karena salah Paham])"[38]
(Dan diriwayatkan dari jalan lain dari Anas, ia berkata, "Diceritakan kepadaku[37] bahwa Nabi saw. bersabda kepada Mu'adz, 'Barangsiapa yang menghadap kepada Allah (meninggal dunia) sedang dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya, niscaya dia akan masuk surga." Mu'adz bertanya, "Apakah tidak boleh saya sampaikan kabar gembira ini kepada orang banyak?" Beliau menjawab, "Jangan, saya khawatir mereka akan menyerah (tanpa berusaha [karena salah Paham])"[38]
Bab Ke-51: Malu dalam Menuntut Ilmu
Mujahid berkata, "Pemalu dan orang sombong tidak
akan dapat mempelajari pengetahuan agama."[39]
Aisyah berkata, "Sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita sahabat Anshar. Mereka tidak dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama."[40]
Aisyah berkata, "Sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita sahabat Anshar. Mereka tidak dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama."[40]
86. Ummu Salamah r.a. berkata, "Ummu Sulaim [istri
Abu Thalhah 1/74] datang kepada Nabi saw lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah wanita wajib mandi
apabila mimpi (bersetubuh)?' Nabi saw. bersabda, 'Ya, apabila wanita itu
melihat air (mani).' Lalu Ummu Sulaim menutup wajahnya (dan dalam satu riwayat:
Maka Ummu Salamah tertawa 4/102) dan berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah wanita
itu mimpi (bersetubuh)?' Beliau bersabda, 'Ya, berdebulah tanganmu (sial nian
kamu), dengan apakah anaknya dapat menyerupainya?")
Bab Ke-52: Orang yang Malu Bertanya Lalu Menyuruh Orang Lain Menanyakannya
87. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Saya adalah
seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi [tetapi aku malu untuk
bertanya kepada Rasulullah saw. 1/52]. Lalu saya menyuruh Miqdad bin Aswad
untuk menanyakan kepada Nabi saw. [karena kedudukan putri beliau 1/71]. Lalu ia
bertanya, lantas Nabi bersabda, 'Padanya wajib wudhu.'" (Dan dalam satu riwayat:
"Berwudhulah dan cucilah kemaluanmu" 1/71).
Bab Ke-53: Menyebutkan Ilmu dan Fatwa di Dalam Masjid
88. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa seorang
laki-laki berdiri di masjid lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, dari manakah
engkau menyuruh kami untuk mengeraskan suara talbiah ketika ihram?"
Rasulullah saw bersabda, "Penduduk Madinah mengeraskan suara talbiah dari
Dzull Hulaifah, penduduk Syam mengeraskan suara talbiah dari [Mahya'ah, yaitu
2/142] Juhfah, dan penduduk Najd mengeraskan suara talbiah dari Qarn."
(Dan dari jalan Zaid bin Jubair, bahwa ia datang kepada Abdullah bin Umar,
sedang Abdullah mempunyai kemah dan tenda. Lalu aku bertanya kepadanya,
"Dari manakah saya boleh memulai umrah?" Dia menjawab,
"Rasulullah saw. menentukannya bagi penduduk Najd di Qarn." Dan dia
menyebutkan hadits yang serupa itu 2/141). Ibnu Umar berkata, "Manusia
menduga bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Penduduk Yaman mengeraskan suara
talbiah dari Yalamlam."' Ibnu Umar berkata, "Dan saya tidak tahu (dan
pada satu riwayat saya tidak mendengar 2/143) ini dari Rasulullah saw."
[Dan disebutkan tentang Irak, lalu dia menjawab, "Pada waktu itu Irak
belum menjadi miqat." 8/155][41]
Bab Ke-54: Orang yang Menjawab Si Penanya Lebih dari yang
Ditanyakan
89. Ibnu Umar dari Nabi saw. mengatakan bahwa seseorang
bertanya kepada beliau, "Apakah [pakaian 7/36] yang dipakai oleh orang
ihram?" Beliau bersabda, "Ia tidak boleh mengenakan (dan dalam satu
riwayat: Janganlah kamu memakai 2/214) baju kurung, serban, jubah berpeci, dan
kain yang dicelup wenter atau zafaran. [Dan jangan memakai khuf 'sepatu
tinggi penutup kakinya'], [kecuali jika ia tidak mendapatkan sandal 2/145].
Jika ia tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah menggunakan khuf dan agar
dipotong sampai di bawah mata kaki. [Dan janganlah wanita yang sedang ihram
memakai penutup wajah dan jangan pula memakai kaos tangan]."
Ubaidullah berkata, "Jangan memakai pakaian yang
dicelup waras (wenter). Dan dia pernah berkata, 'Wanita yang sedang ihram tidak
boleh memakai cadar (penutup wajah), dan tidak boleh memakai kaos
tangan.'"[42]
Malik berkata dari Nafi' dari Ibnu Umar, "Wanita
yang sedang ihram tidak boleh memakai cadar."[43]
Catatan Kaki:
[1]
Di dalam riwayat Karimah dan al-Ashili disebutkan, "Al-Humaidi berkata,
'Demikian pula yang disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj. Maka
riwayat ini muttashil.'"
[2] Ini adalah bagian dari hadits yang populer mengenai penciptaan janin, dan akan disebutkan secara maushul pada (60 -Ahaadiistul Anbiyaa' / 2 - BAB).
[3] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam Al-Janaiz (2/69) dan At-Tafsir (5/153), tetapi tidak disebutkan secara eksplisit dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa ia mendengar dari Nabi saw., berbeda dengan kesan yang diperoleh dari perkataan al-Hafizh di sini. Sesungguhnya yang me-maushul-kannya dengan menyebutkan ia mendengar itu adalah Imam Muslim dalam Al-Iman di dalam riwayatnya, dan akan disebutkan hadits ini pada (23 - Al-Janaiz / 1 - BAB) dengan izin Allah Ta'ala.
[4]
Ini adalah bagian dari hadits yang diamushulkan oleh penyusun dalam (81 -
Ar-Riqaq / l4 - BAB).
[5] Ini adalah potongan dari sebuah hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada (60-Ahaadiistul Anbiya' / 25 - BAB ).
[6]
Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (17 - At-Tauhid / 50- BAB ).
[7]
Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (30 - Ash-Shaum / 9 - BAB ).
[8] Di-maushul-kan oleh penyusun dari mereka dalam bab ini.
[9] Yaitu Abu Sa'id al-Haddad.
[10] Hadits ini di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab ini dari hadits Anas, tetapi di situ tidak disebutkan bahwa Dhimam memberitahukan hal itu kepada kaumnya. Pemberitahuan Dhimam kepada kaumnya itu hanya disebutkan dalam hadits dari riwayat Ibnu Abbas, yang diriwayatkan secara lengkap oleh ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/165 - 167) dan Ahmad (1/264), dan sanadnya hasan.
[11]
Ini adalah bagian dari hadits panjang yang diriwayatkan secara maushul dengan
lengkap pada (66 - Fahaailul Qur'an / 1- BAB).
[12]
Atsar Ibnu Umar di-maushul-kan oleh Ibnu Mandah di dalam Kitab al-Washiyyah
dengan sanad sahih dari Abu Abdur Rahman al-Habli, dari Abdullah yang hampir
sama dengan itu. Maka, boleh jadi (yang dimaksud) Abdullah ini adalah Abdullah
bin Umar, karena al-Habli mendengar darinya; dan boleh jadi (yang dimaksud) dia
adalah Abdullah bin Amr, karena al-Habli terkenal meriwayatkan darinya.
Sedangkan atsar Yahya bin Said dan Malik Ibnu Anas di-maushul-kan oleh al-Hakim
di dalam 'Ulumul Hadits (hlm. 259) dengan isnad yang bagus.
[13]
Riwayat ini dimaushulkan oleh Ibnu Ishaq dari Urwah bin Zubeir secara mursal,
dan ath-Thabari dalam Tafsirnya dari hadits Jundub al-Bajali dengan sanad hasan
sebagaimana disebutkan dalam Al-Fath, dan dia berkata, "Maka, dengan jalan
sebanyak ini jadilah riwayat ini shahih."
[14]
Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dari
Abud Darda' secara marju'. Hadits ini memiliki beberapa syahid (pendukung) yang
menjadikannya kuat sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Dan, hadits ini
ditakhrij dalam At-Ta'liqur Raghib 1/53.
[15]
Ini juga bagian dari hadits tersebut, dan bagian ini diriwayatkan oleh Muslim
di dalam Shahih-nya dari hadits Abu Hurairah, juga diriwayatkan oleh Abu
Khaitsamah dalam Al-Ilm 25 dengan tahqiq saya.
[16]
Imam Bukhari me-maushul-kan hadits ini pada dua bab lagi dari hadits Muawiyah.
[17]
Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah (114)
dengan sanad sahih dari Abud Darda' secara marfu', dan diriwayatkan oleh
lainnya secara marfu'. Ia memiliki dua syahid dari hadits Muawiyah. Saya telah
mentakhrij hadits ini dalam Al-Ahaditsush Shahihah 342.
[18]
Di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.
[19]
Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Ashim dengan sanad hasan, dan al-Khathib dengan
sanad lain yang sahih.
[20]
Yaitu an-Nakha'i sebagaimana dalam riwayat Muslim.
[21]
Di-maushul-kan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-Ilmu (9) dengan sanad shahih.
Demikian pula Ibnu Abi Syaibah.
[22] Tambahan ini disebutkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi diriwayatkan secara maushul oleh Imam Muslim. Mudah-mudahan Allah Ta'ala merahmati mereka.
[22] Tambahan ini disebutkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi diriwayatkan secara maushul oleh Imam Muslim. Mudah-mudahan Allah Ta'ala merahmati mereka.
[23]
Yakni tanpa penutup, dan makna ini dikuatkan oleh riwayat al-Bazzar dengan
lafal, "Dan Nabi saw. melakukan shalat wajib tanpa ada sesuatu pun yang
menutupnya (menabirinya)." Demikian disebutkan dalam Al-Fath.
[24]
Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh penyusun (Imam Bukhari)
dalam Al-Adabul Mufrad, Imam Ahmad, dan Abu Ya'la dengan sanad hasan. Ia
meriwayatkan sebagian yang lain secara mu'allaq pada (97 - At-Tauhid/32 - BAB).
[25]
Al-Hafizh tidak mentakhrijnya, dan tampaknya lafal ini mengalami perubahan, dan
yang benar adalah yang pertama, yaitu qabilat.
[26]
Di-maushul-kan oleh al-Jhathib dalam Al-Jami' dan al-Baihaqi dalarn Al-Madkhal.
[27]
Saya katakan, "Di dalam kitab asal, sesudah ini terdapat hadits Asma' yang
menyatakan isyarat dengan kepala di dalam shalat, dan akan disebutkan pada (4
-Al-Wudhu/38-BAB)".
[28] Imam Bukhari me-maushul-kannya dalam beberapa tempat, dan akan disebutkan pada (95-Khabarul Wahid/ 1-BAB).
[29] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), dan di-maushul-kan oleh Ahmad dan lainnya. Tambahan ini adalah ganjil dan tidak sah menurut penelitian saya, sebagaimana saya jelaskan dalam Adh-Dha'ifah nomor 3364.
[30] Saya katakan bahwa Amir ini adalah asy-Sya'bi yang meriwayatkan hadits ini dari Abi Burdah dari ayahnya, yakni Abu Musa al-Asy'ari. Ia mengucapkan perkataan ini kepada orang yang meriwayatkan darinya, yaitu Shalih bin Hayyan.
[31]
Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas, Insya Allah akan disebutkan aecara
maushul pada (25 - Al-Hajj / 132 - BAB).
[32]
Yaitu Hindun binti al-Harits al-Farasiyah yang meriwayatkan hadits ini dari
Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha.
[33]
Al-Hafizh berkata, "Para ulama menafsirkan tempat (bejana) yang tidak
disebarkan oleh Abu Hurairah hadits-hadits yang di dalamnya itu berisi tentang
pemerintahan yang buruk, perihal mereka, dan zaman mereka. Abu Hurairah
menyindir sebagiannya dan tidak menjelaskannya secara transparan karena takut
atas keselamatan dirinya dari tindakan mereka, seperti perkataannya, "Aku
berlindung kepada Allah dari permulaan tahun enam puluh dan dari pemerintahan
anak-anak." Ucapannya ini mengisyaratkan kepada pemerintahan Yazid bin
Muawiyah yang memerintahkan pada permulaan tahun enam puluhan hijriyah, dan
Allah telah mengabulkan doa Abu Hurairah ini dengan mewafatkannya satu tahun
sebelum masa pemerintahan Yazid. Kemudian dia menolak pandangan golongan
tasawuf ekstrem yang menjadikan hadits ini sebagai jalan untuk membenarkan
perkataan mereka yang batil, "Sesungguhnya syariat itu ada yang lahir dan
ada yang bathin." Silakan periksa, jika Anda menghendaki!
[34]
Al-Hafizh berkata, "Inilah yang lebih tepat, karena lafal ini juga
diriwayatkan oleh Muslim dari jalan lain dari Ibnu Mas'ud dengan lafal khana
fi nakhal."
[35]
Saya katakan, "Bacaan ini tidak bertentangan dengan bacaan yang sudah
populer dan mutawatir yaitu "Wa maa uutiitum", sebagaimana
sudah tidak samar lagi."
[36]
Saya katakan, "Bentuk riwayat ini seperti riwayat mu'allaq. Akan tetapi, sesudahnya
dibawakannya isnadnya hingga kepada Ali radhiyallahu 'anhu, sehingga dengan
demikian riwayat ini maushul."
[37]
Al-Hafizh berkata, "Anas tidak menyebutkan siapa yang bercerita kepadanya
tentang hal itu pada semua jalan yang saya teliti." Saya (Al-Albani)
berkata, "Ini adalah suatu hal yang mengherankan dari beliau (al-Hafizh),
karena hadits ini diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas, padahal ia mengatakan
pada riwayat Ahmad (5/242) dari Qatadah dari Anas bahwa Mu'adz bin Jabal
menceritakan kepadanya. Dan diikuti oleh Abu Sufyan dari Anas, ia berkata,
"Mu'adz datang kepada kami, lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami
sebagian dari hadits-hadits yang unik dari Rasulullah saw..' Mu'adz menjawab,
'Ya, saya pernah membonceng Rasulullah saw. di atas keledai, lalu beliau
bersabda, "Wahai Mu'adz .... dst" Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5/228
dan 236), dan isnadnya sahih. Lebih mengherankan lagi bahwa al-Hafizh tidak
membawakannya di sini padahal penyusun (Imam Bukhari) sendiri meriwayatkannya
pada [81-Ar-Riqaq/ 36 - BAB] dari jalan pertama dari Qatadah: Anas bin Malik
menceritakan kepada kami dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata .... Lalu Anas
menyebutkannya. Oleh karena itu, saya menganggap boleh saya mengulangnya di
sana karena di sini dari Musnad Anas, dan di sana dari Musnad Mu'adz. Memang,
kalau al-Hafizh membuat komentar ini pada akhir hadits dari jalan yang pertama,
niscaya tidak ada kesamaran. Karena, Anas berada di Madinah ketika Mu'adz
meninggal di Syam, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh sendiri, tetapi beliau
menempatkannya bukan pada tempatnya."
[38]
Diriwayatkan oleh Muslim (1/45). Dan dia (Imam Muslim) meriwayatkannya pula
dari Abu Hurairah dan Ubadah bin Shamit (1/43)
[39]
Di-maushul-kan oleh Abu Nua'im dalam Al-Hilyah dengan sanad sahih.
[40]
Di-maushul-kan oleh Muslim (1/180) dengan sanad hasan.
[41]
Terdapat riwayat yang sah mengenai penetapan Dzatu Irqin sebagai miqat bagi
penduduk Irak dari riwayat Ibnu Umar dari sahabat-sahabat Nabi saw. Silakan
Anda periksa buku saya Hajjatun Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wasallam halaman
52, terbitan al-Maktabul-Islami.
[42]
Di-maushul-kan oleh Ishaq Ibnu Rahawaih dan Ibnu Khuzaimah dari beberapa jalan
dari Ubaidullah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar. Lalu ia bawakan hadits itu
hingga perkataan, "Dan waras atau zafaran." Dia berkata, "Dan
Abdullah yakni Ibnu Umar berkata ...." Lalu disebutkannya secara mauquf
pada Ibnu Umar.
[43]
Riwayat ini terdapat di dalam Al-Muwaththa' 1/305. Penyusun bermaksud bahwa
Imam Malik membatasi hadits pada kalimat ini saja secara mauquf pada Ibnu Umar.
Hal itu untuk menguatkan riwayat Ubaidullah yang mu'allaq, yang menerangkan
bahwa kalimat ini adalah disisipkan di dalam hadits tersebut, dan kalimat itu
darl perkataan Ibnu Umar. Inilah yang dikuatkan oleh al-Hafizh dalam Al-Fath
yang berbeda dengan penyusun (Imam Bukhari), karena al-Hafizh menguatkan
ke-marfu'-an hadits ini sebagaimana saya jelaskan dalam Al-Irwa' (1011).
Sumber:
Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press
No comments:
Post a Comment