Alam semesta kita sangatlah teratur.
Miliaran bintang dan galaksi bergerak dalam orbit mereka masing-masing dengan
serasi. Galaksi terdiri dari hampir 300 miliar bintang yang saling berpindah
sesamanya dan, yang mengagumkan, selama perpindahan dahsyat ini tidak terjadi
satu pun tabrakan. Keteraturan tersebut menyebabkan tabrakan tidak terjadi.
Lebih hebat lagi, kecepatan benda-benda di alam semesta berada di luar batas
imajinasi manusia. Dimensi fisik luar angkasa sangatlah besar jika dibandingkan
dengan pengukuran yang digunakan di bumi. Bintang-bintang dan planet-planet,
dengan massa miliaran atau triliunan ton, dan galaksi, dengan ukuran yang hanya
dapat dipahami dengan bantuan rumus-rumus matematika, seluruhnya berputar dalam
jalurnya masing-masing di ruang angkasa dengan kecepatan yang luar biasa.
Sebagai contoh, bumi berotasi terhadap
sumbunya sehingga titik-titik di permukaannya bergerak dengan kecepatan
rata-rata sekitar 1.670 km per jam. Kecepatan linear rata-rata bumi dalam
orbitnya mengelilingi matahari adalah 108.000 km per jam. Namun, angka-angka ini
hanyalah mengenai bumi. Kita mendapati angka-angka yang jauh lebih besar saat
memeriksa dimensi di luar sistem tata surya. Di alam semesta, seiring
bertambahnya ukuran sistem, kecepatannya pun meningkat. Tata surya berevolusi
mengelilingi pusat galaksi pada kecepatan 720.000 km per jam. Kecepatan Bima
Sakti sendiri, yang terdiri dari sekitar 200 miliar bintang, adalah 950.000 km
per jam. Pergerakan yang terus-menerus ini tidak dapat dibayangkan manusia.
Bumi, bersama sistem tata suryanya, setiap tahun bergerak 500 juta km menjauh
dari lokasinya pada tahun sebelumnya.
Terdapat kesetimbangan yang luar biasa
dalam seluruh gerakan dinamis ini dan hal tersebut mengungkapkan bahwa kehidupan
di bumi berlandaskan pada keseimbangan yang sangat cermat. Pergeseran yang
sangat sedikit pun pada orbit benda-benda langit, bahkan hanya beberapa
milimeter, dapat membawa akibat yang sangat serius. Beberapa di antaranya dapat
sangat mengganggu sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin terjadi. Dalam sistem
yang di dalamnya terdapat kesetimbangan sekaligus kecepatan yang luar biasa itu,
kecelakaan raksasa dapat terjadi kapan pun. Meski demikian, fakta bahwa kita
menjalani hidup kita secara wajar di planet ini membuat kita lupa akan bahaya
besar yang ada di alam semesta. Keteraturan alam semesta kini dengan jumlah
tabrakan yang kita tahu yang hampir dapat diabaikan, langsung membuat kita
berpikir bahwa kita dikelilingi oleh suatu lingkungan yang sempurna, stabil, dan
aman.
Meski demikian, manusia diberikan kemampuan untuk berpikir. Tanpa merenungkan keadaan sekitarnya dengan teliti dan bijaksana, seseorang tidak akan pernah melihat kenyataan atau bahkan tidak memikirkan sedikit pun mengapa dunia diciptakan dan siapa yang membuat keteraturan besar ini bergerak dengan ritme yang begitu sempurna.Manusia tidak banyak memikirkan hal tersebut. Itulah sebabnya mengapa mereka tidak pernah menyadari jaringan luar biasa dari kondisi-kondisi yang saling berhubungan yang membuat kehidupan berlangsung di bumi, ataupun mengerti bahwa pemahaman atas tujuan hidup mereka yang sesungguhnya sangatlah penting. Mereka hidup bahkan tanpa memikirkan bagaimana kesetimbangan yang luar biasa namun cermat ini sampai tercipta.
Seseorang yang merenungkan dan memahami
pentingnya pertanyaan-pertanyaan ini akan berhadap-hadapan dengan sebuah fakta
yang tidak dapat dihindari: alam semesta yang kita tempati diciptakan oleh sang
Pencipta, yang keberadaan dan sifat-Nya terwujud dalam segala sesuatu. Bumi,
sebuah titik kecil di alam semesta, diciptakan untuk menjalankan tujuan yang
penting. Tidak ada suatu pun terjadi tanpa tujuan dalam kehidupan kita. Sang
Pencipta, dengan menampakkan sifat, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya di seluruh
alam semesta, tidak meninggalkan manusia seorang diri namun membekalinya dengan
tujuan yang sangat penting.
Alasan mengapa manusia ada di bumi
diceritakan oleh Allah dalam Al Quran sebagai berikut:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk, 67: 2)Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. Al Insaan, 76:2)
Dalam Al Quran, Allah lebih lanjut
menjelaskan bahwa tidak ada suatu pun yang tidak memiliki
tujuan:
Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian. (QS. Al Anbiyaa’, 21: 16-17)
Rahasia
Dunia
Allah menunjukkan tujuan manusia dalam
ayat berikut:
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. Al Kahfi, 18: 7)
Dengan demikian, Allah mengharapkan
manusia tetap menjadi hamba-Nya yang setia sepanjang hidupnya. Dengan kata lain,
dunia adalah tempat di mana mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang tidak
berterima kasih kepada Allah dibedakan satu sama lain, kebaikan dan keburukan,
kesempurnaan dan kekurangan bersisian dalam "kerangka" ini. Manusia diuji dalam
banyak hal. Pada akhirnya, orang-orang yang beriman akan terpisahkan dari
orang-orang yang tidak beriman dan mencapai surga. Dalam Al Quran hal tersebut
digambarkan sebagai berikut:
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabuut, 29: 3)
Saat memandang bumi dari angkasa, siapa pun yang mengklaim punya keunggulan mau tak mau akan menyadari keberadaannya sebagai tak lebih dari sebuah titik teramat kecil di dunia ini. Karena merasa punya status dan tempat yang khusus di dunia ini, banyak orang menganggap diri dan cara hidupnya berbeda dari yang lainnya. Namun, baik seseorang itu berkecukupan maupun miskin, tua maupun muda, terpelajar maupun buta huruf, ia menempati ruang yang nyaris dapat diabaikan di alam semesta yang sangat luas ini, samudera miliaran bintang. |
Untuk memahami intisari dari ujian ini,
seseorang harus memiliki pemahaman mendalam tentang Penciptanya, yang keberadaan
dan sifat-Nya terwujud dalam segala sesuatu yang ada, Ialah sang Pencipta,
Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan kebijaksanaan yang tak terbatas.
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Hasyhr, 59: 24)
Allah menciptakan manusia dari tanah
liat, memberkahinya dengan banyak keistimewaan, dan melimpahkan banyak kemurahan
atasnya. Tidak ada seorang pun mendapatkan kemampuan penglihatan, pendengaran,
berjalan, atau bernafas dengan sendirinya. Lebih lanjut, sistem yang kompleks
ini ditempatkan di tubuhnya dalam rahim sebelum ia dilahirkan dan ketika ia
tidak memiliki kemampuan apa pun untuk merasakan dunia luar.
Dengan seluruh pemberian ini, yang
diharapkan dari seorang manusia adalah agar ia menjadi hamba Allah.
Bagaimanapun, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al Quran, kebanyakan manusia
adalah "pendurhaka" dan "tidak berterima kasih" kepada Penciptanya, karena
mereka menolak mematuhi Allah. Mereka menganggap bahwa kehidupan itu panjang dan
mereka memiliki kekuatan untuk bertahan.
Itulah sebabnya tujuan mereka adalah
"menggunakan hidup mereka sebaik-baiknya selagi sempat". Mereka melupakan
kematian dan hari akhir, Mereka berusaha keras menikmati kehidupan dan mencapai
standar kehidupan yang lebih baik. Allah menjelaskan kecintaan mereka terhadap
hidup ini dalam ayat berikut:
Sesungguhnya mereka menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memedulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat. (QS. Al Insaan, 76: 27)
Di dalam Al Quran, wahyu otentik
terakhir yang tersisa, yang membimbing manusia kepada jalan yang benar, Allah
berulang kali mengingatkan kita akan sifat fana dunia ini, memanggil kita kepada
kejernihan pikiran dan kesadaran. Tentu saja, di mana pun kita tinggal, kita
semua rentan terhadap dampak-dampak yang menghancurkan dari dunia ini, sebuah
fenomena yang menjelaskan dirinya sendiri bagi orang-orang yang mengamati
kehidupan dan berbagi kejadian di sekitar kita. Ini sama halnya untuk segala
keindahan yang mengelilingi kita. Gambar di halaman ini masing-masingnya
menunjukkan fakta ini. Setiap sudut dunia betapa pun mengesankannya, akan rusak
dalam beberapa dasawarsa, terkadang bahkan dalam jangka waktu yang lebih singkat
daripada yang diperkirakan.
Segala sesuatu di muka bumi ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan duniawi yang sebenarnya...
Segala sesuatu di muka bumi ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan duniawi yang sebenarnya...
Orang-orang yang tidak beriman berusaha
keras merasakan seluruh kesenangan hidup ini. Namun, sebagaimana yang
digambarkan dalam ayat di atas, hidup berlalu dengan sangat cepat. Ini adalah
poin penting yang dilupakan oleh kebanyakan manusia.
Marilah kita berpikir mengenai sebuah
contoh untuk lebih memperjelas masalah ini.
Beberapa
Detik atau Beberapa Jam?
Bayangkanlah sebuah liburan yang khas:
setelah berbulan-bulan bekerja keras, Anda mendapatkan liburan dua minggu dan
tiba di tempat peristirahatan favorit Anda setelah perjalanan delapan jam yang
melelahkan. Lobi dipenuhi orang-orang yang berlibur seperti anda. Anda bahkan
melihat beberapa wajah yang akrab dan menyalami mereka. Cuacanya hangat dan Anda
tak ingin kehilangan satu detik pun untuk menikmati sinar matahari dan laut yang
tenang, maka tanpa membuang waktu, Anda mencari ruangan Anda, mengenakan pakaian
renang Anda dan bergegas ke pantai. Akhirnya, Anda berada dalam air yang
sebening kristal, namun tiba-tiba Anda dikejutkan sebuah suara: "Bangun, kamu
akan terlambat bekerja!"
Anda menganggap kata-kata ini tidak
masuk di akal. Untuk sesaat, Anda tidak dapat memahami apa yang terjadi; ada
sebuah ketidakserasian yang tak terpahami antara apa yang Anda lihat dan dengar.
Ketika Anda membuka mata dan mendapatkan diri Anda di kamar tidur Anda,
kenyataan bahwa segalanya hanyalah mimpi sangat mengagetkan anda. Anda tidak
dapat menahan ekspresi kekagetan ini: "Saya berkendaraan selama delapan jam
untuk mencapai tempat itu. Meskipun kini di luar sangat dingin, saya merasakan
cahaya matahari di dalam mimpi saya. Saya merasakan air membasahi wajah saya."
Perjalanan delapan jam ke tempat
peristirahatan, saat-saat Anda menunggu di lobi, singkatnya segala yang
berhubungan dengan liburan Anda sesungguhnya hanyalah mimpi yang berlangsung
beberapa detik. Meski tidak dapat dibedakan dari kehidupan nyata, apa yang Anda
alami tersebut hanyalah mimpi semata.
Hal ini menunjukkan bahwa kita mungkin
akan dibangunkan dari kehidupan di dunia sebagaimana kita dibangunkan dari
mimpi. Lalu, orang-orang yang tidak beriman akan menunjukkan kekagetan yang
sama. Seumur hidup, mereka tidak dapat membebaskan diri dari anggapan keliru
bahwa kehidupan mereka akan berlangsung lama. Namun, saat mereka dibangkitkan
kembali, mereka akan mendapati bahwa lamanya waktu yang tampak sebagai 60 atau
70 tahun masa hidup bagaikan hanya beberapa detik. Allah menceritakan fakta ini
dalam Al Quran:
Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." (QS. Al Mu'minuun, 23: 112-114)
Apakah itu sepuluh atau seratus tahun,
manusia akhirnya akan menyadari pendeknya kehidupan sebagaimana yang dituturkan
dalam ayat di atas. Hal ini seperti seseorang yang terbangun dari mimpi, dengan
getir menyaksikan lenyapnya semua gambaran tentang liburan panjang yang
menyenangkan, dan tiba-tiba menyadari bahwa hal tersebut hanyalah sebuah mimpi
yang berlangsung beberapa detik saja. Begitu pula, singkatnya kehidupan akan
sangat memukul seseorang terutama saat segala hal lain tentang hidupnya
terlupakan. Allah memerintahkan agar memperhatikan fakta ini dengan hati-hati
dalam ayat Al Quran berikut:
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; ‘mereka tidak berdiam melainkan sesaat’. Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan. (QS. Ar-Ruum, 30: 55)
Sama halnya dengan mereka yang hidup
selama beberapa jam atau hari, orang-orang yang hidup selama tujuh puluh tahun
juga memiliki waktu yang terbatas di dunia ini.… Sesuatu yang terbatas akan
berakhir suatu saat. Baik kehidupan selama delapan puluh atau seratus tahun,
setiap hari membawa manusia mendekat pada hari yang telah ditakdirkan tersebut.
Manusia, sesungguhnya, mengalami kenyataan ini sepanjang hidupnya. Tidak peduli
betapa panjangnya sebuah rencana yang ia pikirkan bagi dirinya sendiri, suatu
hari ia mencapai saat tertentu itu ketika ia akan menyelesaikan cita-citanya.
Setiap tujuan atau hal berharga yang dianggap titik balik dalam kehidupan
seseorang akan segera menjadi masa lalu.
Bayangkanlah seorang remaja, misalnya,
yang baru saja memasuki SMA. Umumnya, ia tidak tahan menunggu hari kelulusannya.
Ia menanti-nantikannya dengan hasrat yang tidak tertahankan. Namun segera ia
mendapati dirinya sendiri mengikuti perkuliahan. Pada tahap hidupnya ini, ia
bahkan tidak ingat tahun-tahunnya yang panjang di SMA. Ada hal lain dalam
pikirannya; ia ingin menggunakan tahun-tahun berharga ini untuk meredakan
kekhawatirannya terhadap masa depan. Karenanya, ia membuat banyak rencana. Tidak
lama kemudian, ia sibuk menyusun pernikahannya yang akan segera datang, sebuah
peristiwa istimewa yang sangat dinantinya. Namun waktu berlalu lebih cepat
daripada yang diharapkannya dan ia meninggalkan tahun-tahun di belakangnya dan
mendapati dirinya sebagai seorang lelaki yang memimpin sebuah keluarga. Pada
saat ia menjadi kakek, sebagai seorang lelaki tua dengan kesehatan yang menurun,
ia hampir tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dulu memberinya
kesenangan sebagai seorang pemuda. Ingatan yang suram akhirnya benar-benar
menghilang. Permasalahan yang dulu menjadi obsesinya sebagai pemuda tidak lagi
menarik perhatiannya. Hanya beberapa bayangan dari hidupnya terbentang di depan
matanya. Waktu yang telah ditentukan semakin mendekat. Waktu yang tertinggal
sangat terbatas; beberapa tahun, bulan, atau bahkan mungkin hari. Kisah klasik
tentang manusia, tanpa kecuali, berakhir di sini dengan sebuah pemakaman, yang
dihadiri anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara. Nyatanya, tidak ada
seorang pun yang bebas dari akhir ini.
Meski demikian, sejak permulaan sejarah,
Allah telah mengajarkan kepada manusia mengenai sifat sementara dunia ini dan
menggambarkan akhirat, tempat tinggal manusia yang sesungguhnya dan kekal.
Banyak detail mengenai surga dan neraka digambarkan dalam wahyu Allah. Namun
begitu, manusia cenderung melupakan kebenaran mendasar ini dan mencoba
menanamkan segala upayanya dalam hidup ini, walaupun hidup itu pendek dan
sementara. Bagaimanapun hanya mereka yang menggunakan pendekatan rasional
terhadap kehidupan yang mendapatkan kejelasan pikiran dan kesadaran dan
menyadari bahwa hidup ini tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan hidup
yang kekal. Karena itulah tujuan hidup manusia hanyalah untuk mencapai surga,
sebuah tempat abadi yang penuh dengan kebaikan dan karunia Allah. Mencari
keridhaan Allah dengan keimanan yang benar adalah satu-satunya jalan untuk
mendapatkannya. Bagaimanapun, mereka mencoba untuk tidak memikirkan akhir dari
dunia yang tak terhindarkan ini, dan menjalani hidup dengan sikap sedemikian
tentulah sangat pantas menerima hukuman yang kekal.
Allah dalam Al Quran mengisahkan akhir
yang mengerikan yang akan datang pada orang-orang ini:
Dan akan ada hari di mana Allah mengumpulkan mereka, seakanakan mereka tidak pernah berdiam hanya sesaat di siang hari, mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk. (QS. Yunus, 10: 45)Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka seolah-olah tidak tinggal melainkan sesaat pada siang hari. Suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (QS. Al Ahqaf, 46: 35)
Ambisi yang Tidak
Terkendali
Di bagian awal buku ini, disebutkan
bahwa waktu yang dihabiskan seorang manusia di dunia ini pendek bagaikan
"kejapan mata". Namun, apa pun yang dimiliki seorang manusia dalam kehidupan, ia
tidak akan mencapai kepuasan sejati kecuali ia beriman kepada Allah dan
menyibukkan diri dengan selalu mengingat-Nya.
Sejak beranjak dewasa, ia menginginkan
kekayaan, kekuasaan, atau status. Namun bagaimanapun, ia tidak memiliki cukup
sumber daya untuk memuaskan keinginan ini, tidak ada kesempatan untuk memiliki
semua yang ia inginkan. Kekayaan, kesuksesan, atau bentuk kesejahteraan apa pun,
tidak ada yang dapat meredakan ambisinya. Tanpa memandang status sosial atau
jenis kelamin, kehidupan manusia kebanyakan terbatas hingga 60 atau 70 tahun
saja. Pada akhir masa ini, kematian membuat seluruh cita rasa dan kesenangan itu
tidak berarti.
Seseorang yang cenderung tidak mampu
mengendalikan keinginannya senantiasa mendapati dirinya benar-benar "tidak dapat
terpuaskan". Pada setiap tahap kehidupannya, ketidakpuasan ini selalu ada,
sementara penyebabnya berubah sesuai waktu dan kondisi. Keinginan untuk
memuaskan hasrat ini dapat membuat sebagian manusia memperturutkannya dalam
hampir segala hal. Ia mungkin sangat setia kepada hasratnya sehingga mau
menghadapi setiap konsekuensi, walau itu berarti kehilangan cinta dari keluarga
dekat atau menjadi terkucil. Namun, begitu ia mencapai tujuannya, "sihir" itu
menghilang. Ia kehilangan minat terhadap apa yang telah dicapai. Selanjutnya,
karena tidak puas oleh pencapaian ini, ia segera mencari tujuan lain dan
melakukan berbagai usaha untuk mencapainya hingga akhirnya bisa meraihnya pula.
Memiliki ambisi yang tidak terkendali
adalah karakteristik khusus orang yang tidak beriman. Ciri tersebut tetap
bersamanya hingga ia mati. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia
miliki. Ini karena ia hanya menginginkan segalanya bagi keserakahannya sendiri
dan bukan untuk mencapai keridhaan Allah. Begitu pula, segala milik manusia dan
yang ia usahakan dengan kerja keras untuk miliki merupakan alasan untuk
disombongkan, dan ia mengabaikan batasan-batasan Allah. Pastilah, Allah tidak
akan mengizinkan seseorang yang sangat melawan-Nya seperti demikian memiliki
kedamaian pikiran di dunia ini. Allah berfirman dalam ayat-ayat Al Quran:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'd, 13: 28)
Dunia yang
Menipu
Contoh-contoh yang tidak terhitung
banyaknya dari kesempurnaan penciptaan mengelilingi manusia di seluruh dunia:
daratan-daratan yang indah, jutaan jenis tumbuhan yang berbeda, langit yang
biru, awan-awan yang diberati hujan, atau tubuh manusia -- sebuah organisme
sempurna yang dipenuhi sistem yang kompleks. Ini semua adalah contoh luar biasa
dari penciptaan, gambaran yang memberikan pengetahuan yang dalam.
Menatap seekor kupu-kupu menunjukkan
sayapnya, dengan pola-pola sangat rumit yang menyatakan identitasnya, adalah
pengalaman yang tidak akan terlupakan. Bulu-buku kepala seekor burung, yang
begitu indah dan cemerlang hingga mereka terlihat seperti beludru hitam yang
mewah, atau warna-warna menarik dan harumnya sekuntum bunga, seluruhnya
mengagumkan jiwa manusia.
Setiap manusia, hampir tanpa kecuali,
menghargai wajah yang cantik. Rumah besar yang mewah, perabotan berlapis emas
dan mobil mewah bagi sebagian manusia adalah harta benda yang paling dipuja.
Manusia menginginkan banyak hal dalam hidupnya, namun kecantikan dari apa pun
yang kita miliki ditakdirkan lenyap pada waktunya.
Di dalam Al Quran,
wahyu otentik terakhir yang tersisa, yang membimbing manusia kepada jalan yang
benar, Allah berulang kali mengingatkan kita akan sifat fana dunia ini,
memanggil kita kepada kejernihan pikiran dan kesadaran. Tentu saja, di mana pun
kita tinggal, kita semua rentan terhadap dampak-dampak yang menghancurkan dari
dunia ini, sebuah fenomena yang menjelaskan dirinya sendiri bagi orang-orang
yang mengamati kehidupan dan berbagi kejadian di sekitar kita. Ini sama halnya
untuk segala keindahan yang mengelilingi kita. Gambar di halaman ini
masing-masingnya menunjukkan fakta ini. Setiap sudut dunia betapa pun
mengesankannya, akan rusak dalam beberapa dasawarsa, terkadang bahkan dalam
jangka waktu yang lebih singkat daripada yang
diperkirakan.
|
Buah perlahan-lahan berubah warna
menjadi gelap dan akhirnya menjadi busuk dari saat ia dipetik dari batangnya.
Harumnya bunga yang mengisi ruangan kita terbatas waktunya. Segera, warna mereka
menghilang dan mereka layu. Wajah yang paling cantik berkeriput setelah beberapa
puluh tahun: efek bertahun-tahun pada kulit dan berubahnya rambut menjadi
abu-abu membuat wajah yang cantik tersebut tidak berbeda dari orang-orang tua
lainnya. Tidak tertinggal jejak pipi kemerahan yang sehat milik seorang remaja
setelah berlalunya waktu bertahun-tahun. Bangunan membutuhkan renovasi,
kendaraan menjadi ketinggalan jaman dan, bahkan lebih buruk lagi, berkarat.
Singkatnya, segala yang mengelilingi kita akan digerogoti waktu. Sebagiannya
terlihat seperti "proses alami". Bagaimanapun, hal ini menyampaikan sebuah pesan
yang jelas: "tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengaruh waktu".
Namun sebagai sebuah keinginan yang tidak terkendali, bujukan harta benda dan kekayaan sangat memengaruhi manusia. Nafsu akan harta benda tanpa disadari menguasainya. Bagaimanapun, ada satu poin yang harus dipahami: Allah-lah pemilik satu-satunya atas segala sesuatu. Makhluk hidup tetap hidup selama Ia kehendaki dan mereka mati begitu Ia menetapkan kematian mereka.Di atas segalanya, setiap tumbuhan, binatang, dan manusia di dunia dengan kata lain, setiap mahkluk hidup tidaklah kekal. Fakta bawa populasi dunia tidak mengecil selama berabad-abad karena banyaknya kelahiran seharusnya tidak membuat kita mengabaikan kematian.
Dalam ayat ini, ditunjukkan bahwa segala sesuatu yang terlihat indah dan cantik di bumi ini akan kehilangan keindahannya suatu saat. Lebih jauh lagi, mereka seluruhnya akan lenyap dari muka bumi ini. Ini sebuah poin penting untuk direnungkan karena Allah memberitahu kita bahwa Ia memberikan contoh-contoh demikian "bagi mereka yang berpikir". Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia diharapkan memikirkan dan mengambil pelajaran dari aneka peristiwa dan akhirnya menetapkan tujuan rasional bagi hidupnya. "Pikiran" dan "pemahaman" adalah sifat khas manusia; tanpa sifat-sifat ini manusia kehilangan ciri yang paling khusus dan menjadi lebih rendah daripada binatang. Binatang pun menjalani kehidupan seperti manusia dalam banyak hal: mereka bernafas, berkembang biak, dan pada suatu hari, mati. Binatang tidak pernah berpikir mengapa dan bagaimana mereka dilahirkan, atau bahwa mereka akan mati pada suatu hari. Sangat wajar bila mereka tidak berusaha memahami tujuan hidup ini yang sesungguhnya; mereka tidak diminta memikirkan tujuan penciptaan mereka atau tentang sang Pencipta.Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tandatanda kekuasaan kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus, 10: 24)
Dan berilah perumpamaan kepada mereka, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Kahfi, 18: 45)
Namun, manusia bertanggung jawab kepada
Allah untuk membangun kesadaran terhadap Allah melalui perenungan dan kesadaran
akan perintah-Nya. Lebih lanjut, ia hendaknya memahami bahwa dunia ini ada hanya
untuk waktu yang terbatas. Mereka yang benar-benar memahami fakta ini akan
mencari tuntunan dan cahaya Allah dengan melakukan amal-amal baik.
Bila tidak, manusia akan menemui
penderitaan baik di dunia dan di akhirat. Ia menjadi kaya, namun tidak pernah
mendapatkan kebahagiaan. Kecantikan dan ketenaran biasanya membawa kemalangan,
bukannya hidup yang menyenangkan. Seorang pesohor misalnya, pada suatu saat
bersenang-senang dalam pujaan penggemarnya, namun kemudian berperang dengan
masalah kesehatan yang parah, dan pada suatu hari meninggal seorang diri dalam
sebuah kamar hotel yang kecil tanpa seorang pun yang merawatnya.
Allah berulang kali menekankan dalam Al Quran bahwa dunia hanyalah "tempat di mana segala kesenangan ditetapkan untuk musnah". Allah menceritakan kisah-kisah berbagai bangsa, laki-laki, dan wanita di masa lampau yang bersenang-senang dalam kekayaan, ketenaran, atau status sosialnya, namun menemui akhir yang mencelakakan. Hal tersebut seperti dua orang laki-laki yang diceritakan dalam surat Al Kahfi:Contoh-Contoh dalam Al Quran Mengenai Tipuan Dunia
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu."
Kawannya berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku: Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu ‘MAASYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH’. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku yang lebih baik dari pada kebunmu; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan dari langit kepada kebunmu; hingga menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi."
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan. Dan berilah perumpamaan kepada mereka, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha-kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
( QS. Al Kahfi, 18: 32-46)
Menyombongkan kekayaan akan membuat
seseorang menjadi menggelikan. Ini adalah ketetapan Allah yang tidak berubah.
Kekayaan dan kekuasaan adalah pemberian Allah dan dapat diambil kembali, kapan
pun. Kisah "orang-orang surga" yang diceritakan dalam Al Quran adalah contoh
yang lainnya:
Sesungguhnya Kami telah men-cobai mereka sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetiknya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan, lalu kebun itu diliputi malapetaka dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: "Pergilah di waktu pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya".
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu."
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)."
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas."
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.
Seperti itulah azab. Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.
(QS. Al Qalam, 68: 17-33)
Mereka yang penuh perhatian akan segera
mengenali dari ayat-ayat ini bahwa Allah tidak memberikan contoh tentang manusia
ateis dalam kisah ini. Mereka yang dibicarakan di sini adalah yang
sungguh-sungguh percaya kepada Allah namun hatinya telah menjadi lalai dari
mengingat-Nya dan tidak bersyukur kepada Penciptanya. Mereka berbangga diri akan
harta benda yang telah Allah berikan kepada mereka sebagai nikmat, dan
benar-benar melupakan bahwa harta benda ini hanyalah sumber penghasilan yang
harus digunakan dalam jalan-Nya. Umumnya, mereka mengakui keberadaan dan
kekuasaan Allah; namun hati mereka penuh dengan kesombongan, ambisi, dan
keegoisan.
Kisah Qarun, salah seorang umat Nabi
Musa, diceritakan dalam Al Quran sebagai sebuah contoh mendasar dari karakter
duniawi manusia yang kaya. Baik Qarun maupun orang-orang yang menginginkan
status dan kekayaannya adalah orang-orang beriman yang membuang agama mereka
untuk harta benda dan karenanya kehilangan hidup kekal yang diberkahi, yang
kerugiannya adalah kerugian yang abadi:
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. Ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri."
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar."
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar."
Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang membela.
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari."
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
(QS. Al Qashas, 28: 76-84)
Kekeliruan utama Qarun adalah menganggap
dirinya sebagai suatu keberadaan terpisah dan terlepas dari Allah. Memang,
sebagaimana yang disebutkan ayat tersebut, ia tidak mengingkari keberadaan
Allah, namun menganggap dirinya karena keutamaannya berhak mendapatkan kekuasaan
dan kekayaan yang dilimpahkan Allah atasnya. Namun, seluruh manusia di dunia
adalah hamba Allah dan harta benda mereka tidak diberikan hanya karena mereka
berhak mendapatkannya. Segala yang diberikan kepada manusia adalah nikmat dari
Allah. Apabila menyadari fakta ini, seseorang tak akan bersikap tidak berterima
kasih dan durhaka kepada Penciptanya dikarenakan kekayaan yang dimilikinya. Ia
hanya akan merasa bersyukur dan menunjukkan rasa syukurnya ini dengan sikap yang
baik kepada Allah. Ini adalah jalan yang paling baik dan mulia untuk menunjukkan
rasa syukur seseorang kepada Allah. Sebaliknya, Qarun dan orang-orang yang ingin
menjadi seperti Qarun menyadari jalan kejahatan yang mereka lakukan hanya saat
kehancuran menimpa mereka. Jika setelah segala kehancuran menimpa, mereka tetap
ingkar dan memberontak kepada Allah, mereka akan dibinasakan sepenuhnya. Untuk
mereka sebuah akhir yang tidak akan terhindarkan: neraka, sebuah tempat tinggal
yang sangat buruk!
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
No comments:
Post a Comment