Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya Deklarasi Bangkok tahun
1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi
ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan
kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997
di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020, para Kepala
Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan: (i) menciptakan Kawasan Ekonomi
ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus
lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih
bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi, (ii) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa,
dan (iii) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di
kawasan. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke-6, ke-7) para pemimpin
ASEAN menyepakati berbagai langkah yang tujuannya adalah untuk mewujudkan visi
tersebut.
Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala
Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati
pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik
(ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan
Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) dikenal dengan Bali Concord II.
Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN
menyepakati pewujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang
implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN dalam
mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih
bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen
peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk
negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan
elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan
meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Buku ini hanya fokus pada pilar pertama karena pilar ini memuat aspek utama dan
mendasar dari komponen integrasi ekonomi yaitu arus bebas barang, jasa, investasi,
tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas serta sektor prioritas integrasi.
Secara umum dilaporkan tingkat implementasi AEC Blueprint periode 1 Januari 2008 –
30 September 2009 oleh masing-masing Negara Anggota dengan menggunakan
instrumen Scorecard. Capaian Scorecard ini memiliki nilai politis karena dapat
mencerminkan kesungguhan ASEAN dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN
(AEC 2015). Berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN,
tingkat implementasi Indonesia mencapai 80,37% dari 107 “measures” untuk periode
tersebut, berada pada urutan ke-7. Tingkat implementasi tertinggi dicapai oleh
Singapura dengan angka 93,52%, sedangkan yang terendah adalah Brunei
Darussalam sebesar 74,57%. Dalam buku ini diuraikan secara rinci capaian-capaian
Indonesia selama periode tersebut.
Pada Bab terakhir sebelum Bab Penutup, diuraikan berbagai peluang dan tantangan
yang dihadapi oleh Indonesia saat ini dan saat yang akan datang dengan
diimplementasikannya AEC Blueprint. Meskipun sangat umum, buku ini juga mencatat
beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan
dayasaing agar mendapat manfaat yang nyata dalam menumbuhkan perekonomian
bangsa dan dalam menekan angka kemiskinan sehingga terwujud peningkatan standar
hidup masyarakat Indonesia.
1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi
ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan
kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997
di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020, para Kepala
Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan: (i) menciptakan Kawasan Ekonomi
ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus
lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih
bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi, (ii) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa,
dan (iii) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di
kawasan. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke-6, ke-7) para pemimpin
ASEAN menyepakati berbagai langkah yang tujuannya adalah untuk mewujudkan visi
tersebut.
Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala
Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati
pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik
(ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan
Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) dikenal dengan Bali Concord II.
Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN
menyepakati pewujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang
implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN dalam
mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih
bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen
peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk
negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan
elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan
meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Buku ini hanya fokus pada pilar pertama karena pilar ini memuat aspek utama dan
mendasar dari komponen integrasi ekonomi yaitu arus bebas barang, jasa, investasi,
tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas serta sektor prioritas integrasi.
Secara umum dilaporkan tingkat implementasi AEC Blueprint periode 1 Januari 2008 –
30 September 2009 oleh masing-masing Negara Anggota dengan menggunakan
instrumen Scorecard. Capaian Scorecard ini memiliki nilai politis karena dapat
mencerminkan kesungguhan ASEAN dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN
(AEC 2015). Berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN,
tingkat implementasi Indonesia mencapai 80,37% dari 107 “measures” untuk periode
tersebut, berada pada urutan ke-7. Tingkat implementasi tertinggi dicapai oleh
Singapura dengan angka 93,52%, sedangkan yang terendah adalah Brunei
Darussalam sebesar 74,57%. Dalam buku ini diuraikan secara rinci capaian-capaian
Indonesia selama periode tersebut.
Pada Bab terakhir sebelum Bab Penutup, diuraikan berbagai peluang dan tantangan
yang dihadapi oleh Indonesia saat ini dan saat yang akan datang dengan
diimplementasikannya AEC Blueprint. Meskipun sangat umum, buku ini juga mencatat
beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan
dayasaing agar mendapat manfaat yang nyata dalam menumbuhkan perekonomian
bangsa dan dalam menekan angka kemiskinan sehingga terwujud peningkatan standar
hidup masyarakat Indonesia.
No comments:
Post a Comment