Tuesday, March 25, 2014
Bingung Telur atau Ayam
DALAM sesi acara dialog Ciputra dalam interaktif Ceo Reference Q TV di Menara Cakrawala, Thamrin, Jakarta Pusat, 10 April 2010, seorang pemirsa menanyakan bagaimana memajukan entrepreneur dan bagaiman memajukannya.
Pak Ci mengatakan, ibarat telur dan ayam, keduanya sulit ditentukan mana yang lebih dahulu jadi. Begitu juga ketika memulai jenis usaha untuk menjadi seorang entrepreneur, seringkali bingung bagaimana cara menentukannya. Padahal, Indonesia memiliki banyak potensi peluang yang belum terjamah. Nah, seorang entrepreneur mampu mengubah kotoran jadi emas. Namun sayangnya, kondisi bangsa ini terbalik, emas jadi kotoran, kata Pak Ci di acara yang dipandu Bayu Prawira Hie itu.
Penyebabnya, tukas Ciputra, karena entrepreneurship belum membudidaya di masyarakat. Potensi alam yang selayaknya diolah tentunya dengan kemampuan ide dan konsep entrepreneurship justru terbengkalai dan dirusak. Menurut dia, untuk menjadi seorang entrepreneur ada 3 L. Yakni lahir dari keluarga entrepreneurship, lingkungan, dan latihan. Bila bingung, sebaiknya segera lakukan dari yang terdekat apa yang ada untuk bisa dikembangkan potensinya. Bila tidak memiliki di antara 2 L itu bisa memulainya dengan latihan entrepreneur, sarannya.
Bagaimana dengan guru yang ingin mengajarkan entrepreneurs padahal tidak memiliki pengalaman entrepreneurs, tanya Suhadi, audien lainnya.
Pertanyaan itu dijelaskan Ciputra dengan memberikan beberapa contoh gerakan nasional yang telah dilakukannya. Misalnya dengan melatih ribuan dosen yang bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Dosen dan guru itu dilatih menjadi trainer of training untuk menyebarkan ilmunya kepada murid. Satu guru atau dosen setidaknya bisa menyebarkan ilmunya kepada murid. Suatu guru atau dosen setidaknya bisa menyebarkan ilmunya kepada murid. Satu guru atau dosen setidaknya bisa menyebarkan virus entrepreneurs kepada ratusan siswa. Mengubah pola pengajaran bukan dengan memori hafalan, namun kreatif dan inovatif kepada siswa mulai TK hingga perguruan tinggi. Mengubah manusianya untuk mencetak sumber daya manusia. Bukan hanya dengan mengubah fasilitas namun tidak melakukan perubahan SDM.
Menurut Pak Ci, bakat entrepreneur seharusnya telah dimiliki oleh semua orang meski gradiasi berbeda. Entrepreneur adalah semangat untuk survival, berkembang, dan maju. Orang yang mempunyai gradiasi tinggi pun butuh modal entrepreneurship dalam dirinya.
Entrepreneur, lanjut Pak Ci, tidak hanya berbisnis. Namun juga bisa menjadi beberapa bagian yang disebut GABS. Yakni Government Entrepreneurs, Academition, Business dan Social entrepreneurs. Entrepreneurs bukan hanya memutar uang. Seorang kepala pemerintahan juga harus memiliki wawasan dan bermental entrepreneurs untuk memajukan pembangunan bangsa, ucapnya.
Sama halnya dengan pemaparan Ciputra tentang bagaiman mencetak generasi baru seorang pencipta, terutama bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam dialog Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 21 Januari 2010. Acara itu dihadiri para praktisi pendidikan dan pejabat di kementerian yang dipimpin oleh M Nuh itu.
Pak Ci menjelaskan, setelah merdeka 64 tahun, bangsa Indonesia bisa menjadi lost generation. Pengangguran tidak teratasi karena minimnya lapangan kerja untuk para lulusan SMA/SMK atau sarjana. Para siswa SMK hanya diajari dengan modal keterampilan secara teknis seperti mekanik bengkel. Namun, mereka belum dibekalo bagaiman cara membuat usaha dan mendirikan bengkel sendiri. Entrepreneur itu memang tidak mudah namun bisa dipelajari siapa saja. Ia harus mempunyai keinginan, semangat, dan bakat, kata dia.
Semakin dini dibekali entrepreneur, lanjut Pak Ci, maka akan lebih baik. Tidak harus lulus menjadi sarjana saja. Namun luluan SMA dan SMK juga bisa membuka usaha di berbagai bidang. Misalnya otomotif dengan membuat bengkel, tata boga, dan tata busana. Gerakan entrepreneur akan memberikan banyak keuntungan. Sekali rengkuh dua tiga pulau terlampaui. Entrepreneurship dapat menjadi strategi pemerataan kesejahteraan, jelasnya.
Jadi, tegas Pak Ci, menyebarluaskan entrepreneurship salah satu caranya dengan pendidikan. Untuk itu program entrepreneurs juga akan diterapkan dengan Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal (NPFI). Di Amerika Serikat, sejak 2006, sudah lebih dari 1.600 perguruan tinggi dari setidaknya 3000 perguruan tinggi yang ada, telah melaksanakan. Di Spanyol telah merevisi kurikulum nasional dengan entrepreneurship untuk sekolah dasar dan menengah. Khusus untuk Finlandia, membentuk panitia pengarah entrepreneurship. Panitia terdiri atas anggota yang mewakili komisi entrepreneurship yang mewakili menteri dan administrator pendidikan yang berbeda, ungkap dia.
Sedangkan Belanda, tukas dia, membentuk komisi entrepreneurship dan pendidikan sejak 2000 dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dukungan keuangan pun disediakan oleh Kementerian Urusan Ekonomi Belanda untuk penyusunan materi dan metode pembelajaran. Menggiatkan program workshop dan seminar serta ToT di bidang entrepreneurship. Tak lupa, Pak Ci selalu memberi masukan dalam akhir seminarnya. Kali ini ia berpesan, Indonesia sudah mempunyai Committe National Inovation. Sebaiknya dijadikan Comitte Entrepeneur National, yang para anggotanya terdiri dari entrepreneur dalam berbagai golonga GABS. (*)
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment