PERINGATAN!!
Bab yang akan Anda baca ini
mengungkapkan rahasia penting kehidupan Anda. Bacalah dengan saksama dan
menyeluruh karena bab ini menyangkut permasalahan yang dapat merubah pandangan
Anda terhadap dunia luar. Pokok bahasan bab ini bukan sekadar sudut pandang,
pendekatan yang berbeda atau pemikiran filsuf tradisional, melainkan fakta yang
harus diakui semua orang yang percaya ataupun tidak, dan telah dibuktikan pula
oleh ilmu pengetahuan dewasa ini.
INTISARI MATERI
Orang yang
merenungkan sekelilingnya dengan kritis dan bijaksana akan menyadari bahwa
segala sesuatu di alam semesta ini — benda hidup atau-pun mati — pasti
diciptakan. Sehingga pertanyaannya adalah: "Siapakah pencipta semua
ini?"
Jelas bahwa
"fakta penciptaan" yang tampak dalam setiap aspek alam semesta, mustahil hasil
ciptaan alam semesta itu sendiri. Contohnya, seekor kutu tidak bisa menciptakan
dirinya sendiri. Sistem tata surya tidak dapat menciptakan atau mengorganisir
diri sendiri. Tanaman, manusia, bakteri, sel darah merah dan kupu-kupu juga
tidak dapat menciptakan diri sendiri. Kemungkinan bahwa semua ini bermula
"secara kebetulan" bahkan tidak terbayangkan sama sekali.
Oleh karena itu,
kita berkesimpulan: segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan. Akan
tetapi, tidak ada satu pun yang kita lihat dapat menjadi "pencipta" diri
sendiri. Pencipta berbeda dan lebih unggul daripada semua yang kita lihat.
Kekuatan Pencipta tidak terlihat tetapi keberadaan dan tanda-tandanya terungkap
dalam segala sesuatu yang ada di alam.
Orang-orang yang
menolak keberadaan Allah tidak sependapat tentang hal ini. Orang-orang ini
terkondisikan untuk tidak mempercayai keberadaan-Nya kecuali mereka melihat-Nya
dengan mata kepala sendiri. Kaum ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan",
terpaksa mengabaikan aktualitas "penciptaan" yang terwujud di seluruh alam
semesta dan secara keliru membuktikan bahwa alam semesta dan kehidupan di
dalamnya tidak diciptakan. Teori evolusi merupakan contoh utama usaha mereka
yang sia-sia.
Kesalahan
mendasar dari mereka yang mengingkari Allah dilakukan pula oleh banyak orang
yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh menolak keberadaan Allah tetapi mempunyai
persepsi salah tentang-Nya. Mereka tidak mengingkari penciptaan tetapi memiliki
kepercayaan takhayul mengenai "di mana" Allah. Kebanyakan dari mereka berpikir
bahwa Allah berada di "langit". Mereka diam-diam membayangkan bahwa Allah berada
di belakang suatu planet sangat jauh dan sewaktu-waktu mencampuri "urusan
duniawi". Atau barangkali Allah tidak turun tangan sama sekali: Dia menciptakan
alam semesta lalu meninggalkannya begitu saja, dan manusia dibiarkan menentukan
nasibnya sendiri.
Sementara itu,
kalangan lain mendengar bahwa, Allah berada "di mana-mana", namun mereka tidak
dapat memahami maknanya. Mereka berpikir bahwa Allah mengelilingi segala sesuatu
seperti gelombang radio atau gas yang tidak dapat diraba dan
dilihat.
Akan tetapi,
semua gagasan ini dan juga kepercayaan lain yang tidak bisa menjelaskan "di
mana" Allah (dan mungkin karena itu mengingkari keberadaan Allah) beranjak dari
kesalahan yang sama. Mereka berprasangka tanpa dasar sehingga sampai pada
pemahaman yang salah tentang Allah. Prasangka apakah itu?.
Prasangka ini
tentang alam dan sifat-sifat materi. Kita demikian terbiasa dengan anggapan
tentang keberadaan materi sehingga kita tidak pernah memikirkan apakah materi
benar-benar ada atau hanya bayangan. Ilmu pengetahuan modern menghancurkan
prasangka ini dan mengungkap sebuah realitas yang sangat penting dan
mengesankan.
Dunia Sinyal-Sinyal
Elektris
Semua informasi
yang kita miliki tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui
lima indra kita. Dunia yang kita ketahui terdiri dari apa yang dilihat mata,
diraba tangan, dicium hidung, dikecap lidah, dan didengar telinga kita. Kita
tidak pernah berpikir bahwa dunia "luar" mungkin berbeda dengan apa yang
disampaikan indra kepada kita, karena kita telah bergantung hanya kepada kelima
indra tersebut sejak lahir.
Akan tetapi,
penelitian modern dalam berbagai bidang ilmu menunjukkan pemahaman sangat
berbeda dan menimbulkan keraguan serius tentang indra kita serta dunia yang kita
pahami dengannya.
Titik awal
pendekatan ini adalah bahwa gagasan "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita
hanya sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris. Merahnya apel,
kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda dan segala sesuatu yang Anda
miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam buku ini, hanya terdiri atas
sinyal-sinyal elektris.
Frederick Vester
menjelaskan apa yang telah dicapai ilmu pengetahuan tentang subjek
ini:
Untuk memperjelas
permasalahan ini, mari kita pikirkan indra penglihatan kita, yang memberikan
informasi paling luas tentang dunia luar.
Bagaimana Kita Melihat,
Mendengar dan Mengecap?
Proses
penglihatan terjadi melalui cara yang sangat canggih. Paket-paket cahaya (foton)
yang melintas dari objek ke mata melewati lensa di bagian depan mata.
Paket-paket cahaya ini terpecah-pecah dan jatuh terbalik pada retina di bagian
belakang mata. Di sini, cahaya tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal elektris,
kemudian dikirimkan oleh sel-sel saraf ke bintik kecil yang disebut pusat
penglihatan di bagian belakang otak. Sinyal listrik ini diterjemahkan sebagai
sebuah citra setelah melalui serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya
terjadi dalam bintik kecil ini, yang merupakan tempat gelap pekat dan terisolasi
total dari cahaya.
Sekarang, marilah
kita kaji kembali proses yang tampaknya biasa dan tidak istimewa ini. Saat kita
mengatakan "kita melihat", sebenarnya kita melihat efek impuls yang mencapai
mata dan muncul di dalam otak setelah cahaya diubah menjadi sinyal listrik. Jadi
ketika kita mengatakan "kita melihat" sebenarnya kita sedang mengamati
sinyal-sinyal elektris di dalam otak kita.
Semua citra yang
kita lihat dalam kehidupan dibentuk di dalam pusat penglihatan, yang hanya
beberapa kubik sentimeter dari keseluruhan volume otak. Baik buku yang sedang
Anda baca maupun dataran tanpa batas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala
tercakup dalam ruangan kecil ini. Hal lain yang harus diingat adalah bahwa otak
terisolasi dari cahaya, di dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada kontak antara
otak dengan cahaya itu sendiri.
Kita dapat
menjelaskan situasi menarik ini dengan sebuah contoh. Andaikan ada sebuah lilin
menyala di depan kita. Kita bisa duduk di depan lilin tersebut dan
memperhatikannya untuk beberapa lama. Selama itu otak kita tidak pernah
bersentuhan langsung dengan cahaya lilin. Bahkan ketika kita melihat cahaya
lilin, bagian dalam otak kita gelap gulita. Kita melihat dunia yang
berwarna-warni dan cerah di dalam otak kita yang gelap.
R.L. Gregory
memberikan penjelasan berikut tentang aspek menakjubkan dari melihat, suatu
kegiatan yang kita anggap biasa saja:
Kita begitu terbiasa dengan melihat sehingga diperlukan lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa terdapat kerumitan di balik ini. Tetapi cobalah pikirkan hal ini. Mata kita diberi citra kecil dan terbalik, dan kita melihat benda-benda nyata di sekitar kita. Dari pola simulasi pada retina mata inilah kita memahami dunia benda, dan ini adalah suatu keajaiban
Hal yang sama berlaku pula bagi seluruh indra kita. Suara, sentuhan, rasa dan aroma seluruhnya dikirimkan dalam bentuk sinyal-sinyal listrik ke otak, di mana sinyal-sinyal ini diterjemahkan di pusatnya masing-masing.
Proses mendengar
terjadi dengan cara yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga
dan membawanya ke telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan
memperkuat getaran suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam
mengubah getaran suara ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke
otak. Seperti halnya mata, tindakan mendengar berakhir di pusat pendengaran
dalam otak. Otak kita terisolasi dari suara seperti halnya terisolasi dari
cahaya. Oleh karena itu, bagaimanapun gaduhnya di luar, bagian dalam otak sunyi
senyap.
Meskipun
demikian, suara paling lemah pun bisa ditangkap dalam otak. Proses ini sangat
presisi sehingga telinga orang sehat mampu mendengarkan suara apa pun tanpa
gangguan atau interferensi asmosferik. Dalam otak yang terisolasi dari suara,
Anda menangkap simfoni orkestra, kebisingan di tempat ramai dan semua jenis
suara dalam rentang frekuensi yang lebar mulai dari desir dedaunan hingga deru
pesawat jet. Namun jika pada saat itu tingkat suara dalam otak Anda diukur
dengan suatu peralatan sensitif, akan didapati bahwa di dalam otak sepenuhnya
sunyi.
Persepsi kita
tentang aroma terbentuk dengan cara yang sama. Molekul-molekul 'volatil' (mudah
menguap) yang dikeluarkan benda seperti vanila atau mawar mencapai reseptor
(sensor penerima) berupa rambut-rambut lembut di daerah epitel hidung sehingga
terjadilah interaksi. Interaksi ini disampaikan ke otak sebagai sinyal elektris
dan dipahami sebagai aroma. Segala sesuatu yang kita cium, baik yang enak maupun
tidak, pada hakikatnya adalah pemahaman otak terhadap interaksi molekul-molekul
volatil yang diubah ke dalam sinyal-sinyal elektris. Anda menangkap bau parfum,
bunga, makanan kegemaran, laut atau aroma lain yang Anda suka ataupun tidak, di
dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tidak pernah menyentuh otak. Jadi
sama dengan pendengaran dan penglihatan, yang sampai ke otak Anda hanya
sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, semua aroma yang sejak lahir Anda
anggap berasal dari objek-objek luar, sebenarnya hanya sinyal-sinyal elektris
yang Anda rasakan melalui indra.
Demikian pula
dengan empat macam reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Sensor-sensor
ini menangkap rasa asin, manis, asam dan pahit. Setelah serangkaian proses
kimia, sensor-sensor rasa mengubah persepsi rasa ini ke dalam sinyal elektris
dan mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini dipahami sebagai rasa oleh otak.
Rasa yang Anda peroleh ketika Anda memakan coklat atau buah yang Anda suka
merupakan interpretasi sinyal-sinyal elektris oleh otak. Anda tidak pernah dapat
menjangkau objek di luar tersebut; Anda tidak pernah dapat melihat, mencium atau
merasakan coklat itu sendiri. Sebagai contoh, jika saraf pengecap yang terhubung
ke otak dipotong, apa pun yang Anda makan tidak akan sampai pada otak; Anda akan
kehilangan kemampuan mengecap.
Sampai di sini,
kita mendapati fakta lain: kita tidak pernah bisa yakin bahwa apa yang kita
rasakan ketika kita mengecap makanan adalah sama dengan apa yang orang lain
rasakan ketika dia mengecap makanan yang sama, atau apa yang kita tangkap ketika
kita mendengar bunyi adalah sama dengan apa yang ditangkap orang lain ketika dia
mendengar bunyi yang sama. Terhadap fakta ini, Lincoln Barnett mengatakan bahwa
"tidak seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain melihat warna merah atau
mendengar nada C sama dengan yang dilihat dan didengarnya."
Indra peraba kita
tidak berbeda dengan indra lainnya. Ketika kita meraba sebuah objek, semua
informasi yang membantu kita mengenali dunia luar dan objek-objek dibawa ke otak
oleh saraf pada kulit. Rasa sentuhan dibentuk dalam otak kita. Berlawanan dengan
keyakinan umum, kita merasakan sentuhan bukan di ujung jari atau kulit melainkan
di pusat sentuh di dalam otak. Sebagai hasil tafsiran otak terhadap
stimulan-stimulan elektris yang datang dari suatu objek, kita menangkap rasa
yang berbeda dari objek-objek tersebut seperti keras atau lunak, panas atau
dingin. Kita mendapatkan semua detail informasi yang membantu kita mengenali
sebuah objek dari stimulan seperti ini. Dua filsuf terkenal, B. Russell dan L.
Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka tentang fakta penting ini sebagai
berikut:
Sebagai contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan bagaimana buah ini menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Sebuah jeruk hanya terdiri dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang dicium hidung, warna dan bentuk yang dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat dijadikan bahan pengujian dan penelitian. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tahu dunia fisik.
Tidak mungkin
kita menjangkau dunia fisik. Semua objek di sekeliling kita adalah kumpulan
persepsi dari penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Dengan mengolah data di
pusat penglihatan dan di pusat-pusat sensoris lain, seumur hidup otak kita
berhadapan bukan dengan materi "asli" yang ada di luar kita, melainkan dengan
tiruan yang terbentuk di dalam otak. Pada titik inilah kita keliru mengasumsikan
bahwa tiruan-tiruan ini adalah materi-materi sejati di luar kita.
"Dunia Luar" dalam Otak Kita
Berdasarkan
fakta-fakta fisik yang telah digambarkan sejauh ini, kita dapat meyimpulkan
sebagai berikut: segala sesuatu yang kita lihat, sentuh, dengar dan indrakan
sebagai "materi", "dunia" atau "alam semesta" tidak lain hanya sinyal-sinyal
listrik dalam otak kita.
Seseorang yang
memakan buah pada hakikatnya tidak berhadapan dengan buah sebenarnya tetapi
dengan persepsi tentang buah dalam otak. Objek yang dianggap sebagai buah oleh
orang tersebut sebenarnya terdiri dari kesan-kesan elektris di dalam otak
mengenai bentuk, rasa, bau dan tekstur buah. Jika saraf penglihatan yang
terhubung ke otak tiba-tiba rusak, citra buah akan hilang secara tiba-tiba.
Putusnya saraf yang menghubungkan sensor-sensor di hidung dengan otak akan
mengganggu proses penciuman. Singkatnya, buah hanyalah interpretasi
sinyal-sinyal listrik oleh otak.
Hal lain yang
perlu dipertimbangkan adalah kesan jarak. Jarak, misalnya antara Anda dan buku
ini, hanya perasaan hampa yang terbentuk di dalam otak. Objek yang tampak jauh
dalam pandangan seseorang terbentuk juga di dalam otak. Sebagai contoh,
seseorang yang melihat bintang-bintang di langit beranggapan bahwa
bintang-bintang tersebut berada dalam jarak jutaan tahun cahaya darinya. Akan
tetapi, apa yang dia "lihat" sebenarnya adalah bintang-bintang dalam dirinya
sendiri, yaitu di dalam pusat penglihatannya. Ketika Anda membaca
kalimat-kalimat ini, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan yang Anda
kira, sebaliknya ruanganlah yang berada di dalam diri Anda. Karena melihat tubuh
Anda, Anda jadi berpikir bahwa Anda berada di dalamnya. Akan tetapi, Anda harus
ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang dibentuk di dalam
otak.
Hal yang sama
berlaku pada semua persepsi Anda lainnya. Sebagai contoh, ketika Anda berpikir
bahwa Anda mendengar suara televisi di kamar sebelah, Anda sebenarnya sedang
mendengarkan suara tersebut di dalam otak Anda. Anda juga tidak dapat
membuktikan bahwa kamar tersebut benar-benar ada di sebelah kamar Anda, atau
bahwa suara televisi datang dari kamar tersebut. Baik suara yang Anda pikir
datang dari jarak beberapa meter maupun bisikan seseorang di sebelah Anda,
ditangkap oleh pusat pendengaran yang berukuran hanya beberapa sentimeter
persegi di dalam otak Anda. Terlepas dari pusat persepsi ini, tidak ada konsep
seperti kanan, kiri, depan atau belakang. Jadi suara tidak datang pada Anda dari
kanan, kiri atau dari udara; tidak ada arah dari mana suara tersebut
datang.
Aroma yang Anda
tangkap demikian pula; tidak satu aroma pun yang sampai kepada Anda dari jarak
jauh. Anda beranggapan bahwa hasil akhir yang terbentuk di dalam pusat penciuman
adalah aroma objek di luar. Akan tetapi, sebagaimana citra mawar di dalam pusat
penglihatan Anda, aroma bunga ini pun berada di dalam pusat penciuman; tidak ada
mawar atau aromanya di luar.
"Dunia luar" yang
ditunjukkan oleh persepsi kita hanya kumpulan sinyal listrik yang sampai pada
otak kita. Sepanjang hidup kita, sinyal-sinyal ini diproses oleh otak dan kita
hidup tanpa menyadari bahwa kita telah keliru menganggap sinyal-sinyal tersebut
sebagai wujud asli objek-objek yang berada di "dunia luar". Kita telah terpedaya
karena kita tidak pernah dapat menjangkau materi itu sendiri dengan indra
kita.
Lagi-lagi, otak
kitalah yang menafsirkan dan memaknai sinyal-sinyal yang kita anggap sebagai
"dunia luar". Sebagai contoh, marilah kita perhatikan indra pendengaran.
Sesungguhnya otak kitalah yang mengubah gelombang suara di "dunia luar" menjadi
sebuah simfoni. Sehingga dapat dikatakan bahwa musik adalah persepsi yang dibuat
oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat warna, apa yang
sampai pada mata kita hanya sinyal-sinyal listrik dengan beragam panjang
gelombang. Sekali lagi otak kitalah yang mengubah sinyal-sinyal ini menjadi
warna. Tidak ada warna di "dunia luar". Apel juga tidak merah, langit tidak biru
atau pohon tidak hijau. Apel, langit dan pohon terlihat seperti itu hanya karena
kita mengindranya seperti itu. "Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada
pengindraan seseorang.
Bahkan kerusakan
kecil pada retina mata dapat menyebabkan buta warna. Ada orang yang menangkap
warna biru sebagai hijau, ada yang menangkap merah sebagai biru dan ada pula
yang melihat semua warna sebagai abu-abu dengan beragam intensitas. Dalam hal
ini, tidak penting lagi apakah objek di luar berwarna atau tidak.
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pengetahuan Manusia
Yang Terbatas
Makna lain dari
berbagai kenyataan yang telah dipaparkan sejauh ini adalah bahwa sebenarnya,
pengetahuan manusia tentang dunia luar sungguh sangat
terbatas.
Pengetahuan itu
terbatas pada kelima indra kita, dan tidak ada bukti bahwa dunia yang kita
kenali melalui kelima indra itu sama persis dengan dunia "yang
sesungguhnya".
Jadi, dunia
tersebut bisa saja sangatlah berbeda dari apa yang kita kenali. Mungkin saja
terdapat sangat banyak dimensi dan wujud lain yang belum kita ketahui. Sekalipun
jika kita menjangkau titik-titik terjauh dari alam semesta, pengetahuan kita
akan senantiasa tetap terbatas. Tuhan Yang Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu,
memiliki pengetahuan menyeluruh dan sempurna atas segala sesuatu yang, karena
telah diciptakan Tuhan, mampu memiliki sebatas pengetahuan yang Dia
izinkan.
Dalam hal ini,
filsuf ilmu pengetahuan terkemuka, Bertrand Rusell, menulis:
Memang kita mudah tertipu, mempercayai suatu persepsi walaupun dalam kenyataannya tidak ada materi yang berkaitan dengannya. Kita sering mengalami perasaan ini dalam mimpi. Dalam mimpi, kita mengalami kejadian, melihat orang, objek dan lingkungan yang tampak nyata. Tetapi semuanya hanya persepsi. Tidak ada perbedaan mendasar antara mimpi dan "dunia nyata"; keduanya dialami dalam otak.Sentuhan yang terasa ketika kita menekan meja dengan jari-jari kita, yaitu gangguan elektris pada proton dan elektron di ujung jari kita. Menurut fisika modern, hal ini dihasilkan oleh kedekatan proton dan elektron pada meja. Jika gangguan elektris yang sama pada ujung jari kita ditimbulkan dengan cara lain, kita masih merasakan meja di ujung jari kita, walaupun meja tersebut tidak ada.
Siapakah Sang Pelaku
Pengindraan?
Seperti yang telah kita bahas sejauh ini, tidak ada keraguan terhadap fakta
bahwa dunia yang kita pikir kita diami dan kita sebut "dunia luar" dibentuk di
dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul pertanyaan penting. Jika semua
kejadian fisik yang kita ketahui, pada hakikatnya adalah persepsi, bagaimana
dengan otak kita? Karena otak kita adalah bagian dari dunia fisik seperti halnya
lengan, kaki atau objek lain, maka otak pun seharusnya merupakan persepsi
seperti semua objek lainnya.
Sebuah
contoh tentang mimpi akan membuat masalah ini menjadi lebih jelas. Mari kita
pikirkan bahwa kita melihat mimpi dalam otak kita sesuai dengan apa yang telah
dikatakan sejauh ini. Di dalam mimpi kita akan memiliki tubuh imajiner, lengan
imajiner, mata imajiner dan otak imajiner. Jika selama mimpi kita ditanya "Di
mana Anda melihat?", kita akan menjawab "Saya melihat di dalam otak saya".
Meskipun sebenarnya tidak ada otak untuk kita bicarakan, hanya ada kepala
imajiner dan otak imajiner. Yang melihat citra-citra ini bukan otak imajiner
dalam mimpi, melainkan "sesuatu" yang jauh lebih superior
daripadanya.
Kita
tahu bahwa tidak ada perbedaan fisik antara situasi mimpi dan situasi yang kita
sebut sebagai "kehidupan nyata". Jadi ketika dalam setting yang kita sebut
"dunia nyata" kita ditanya "di mana Anda melihat" maka jawaban "di dalam otak"
sama tidak berartinya dengan contoh di atas. Pada kedua kondisi, entitas yang
melihat dan merasa bukan otak, yang bagaimanapun hanya seonggok daging.
Sejauh ini, kita
telah berbicara berulang-ulang tentang bagaimana kita menyaksikan sebuah salinan
dari dunia luar di dalam otak kita. Satu makna pentingnya adalah bahwa kita
tidak pernah dapat merasakan dunia luar sebagaimana yang
sesungguhnya.
Kenyataan
berikutnya, dan yang tidak kalah penting adalah bahwa "wujud mandiri
[kesadaran]" di dalam otak kita yang menyaksikan dunia ini tidaklah mungkin otak
itu sendiri, yang menyerupai perangkat komputer terpadu: mengolah data yang
sampai kepadanya, menerjemahkan ke dalam gambar, dan menampilkannya pada layar.
Namun sebuah komputer tidak mampu menyaksikan wujudnya sendiri, tidak pula
komputer itu sadar akan keberadaannya.
Ketika
otak dianalisa, yang ditemukan hanya lipida dan protein, molekul yang juga
terdapat pada organisme lain. Berarti di dalam sepotong daging yang kita sebut
"otak", tidak ada apa pun yang dapat digunakan untuk mengamati citra, membangun
kesadaran atau mencipta seseorang yang kita sebut "saya".
R. L.
Gregory merujuk kekeliruan yang dilakukan orang-orang berkaitan dengan persepsi
citra di dalam otak:
Ada godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar di dalam otak. Gambar di dalam otak berarti memerlukan sejenis mata internal untuk melihatnya — tetapi mata internal ini akan memerlukan mata lain lagi untuk melihat gambarnya… dan seterusnya tanpa akhir antara mata dan gambar. Ini benar-benar absurd. 7
Fakta
inilah yang menempatkan materialis — yang tidak mempercayai apa pun kecuali
materi sebagai kebenaran — dalam kesulitan. Milik siapakah "mata di dalam" yang
melihat, yang memahami apa yang dilihatnya dan bereaksi?
Karl
Pribram juga menyoroti pertanyaan tentang siapakah sang pelaku pengindraan
tersebut, suatu pertanyaan penting di dunia ilmu pengetahuan dan
filsafat:
Sejak zaman Yunani, filsuf-filsuf telah berpikir tentang "hantu di dalam mesin", "orang kecil di dalam orang kecil" dan seterusnya. Di manakah "saya", orang yang menggunakan otaknya? Siapakah dia yang menyadari tindakan memahami? Seperti dikatakan Saint Francis of Assisi: "Yang kita cari adalah siapa yang melihat." 8
Sekarang mari kita renungkan: buku di tangan Anda,
ruangan di mana Anda berada, singkatnya, semua citra di depan Anda dilihat di
dalam otak. Apakah atom-atom yang melihat citra ini? Atom yang buta, tuli, dan
tidak memiliki kesadaran? Apakah tindakan kita berpikir, memahami, mengingat,
merasa senang, merasa tidak bahagia dan semua hal lainnya terdiri atas reaksi
elektrokimia antara atom-atom ini?
Ketika
kita memikirkan pertanyaan ini, kita melihat bahwa mencari kehendak dalam atom
adalah tidak masuk akal. Jelas bahwa sesuatu yang melihat, mendengar dan merasa
adalah wujud supramaterial. Wujud ini "hidup" dan dia bukan materi atau citra
materi. Wujud ini berhubungan dengan persepsi di depannya dengan menggunakan
citra tubuh kita.
Wujud
ini adalah "jiwa".
Wujud berakal
yang menulis dan membaca kalimat-kalimat ini bukan kumpulan atom dan molekul —
serta reaksi kimia di antaranya — melainkan sebuah "jiwa".
Wujud Mutlak yang
Nyata
Semua fakta ini
membawa kita langsung pada pertanyaan yang sangat penting. Jika sesuatu yang
kita akui sebagai dunia materi hanya terdiri dari persepsi-persepsi yang dilihat
oleh jiwa, lalu apa sumber persepsi-persepsi ini?
Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan fakta berikut: materi tidak memiliki
kemampuan untuk mengatur eksistensinya sendiri. Karena materi adalah sebuah
persepsi, maka materi bersifat "artifisial". Keberadaan persepsi ini harus
disebabkan oleh kekuatan lain, yang berarti bahwa persepsi sebenarnya
diciptakan. Selain itu, penciptaan ini harus kontinu. Jika tidak ada penciptaan
kontinu dan konsisten, maka apa yang kita sebut materi akan menghilang dan
musnah. Mirip dengan televisi, di mana sebuah gambar akan ditayangkan selama
sinyal dipancarkan.
Jadi siapa yang
membuat jiwa kita melihat bintang, bumi, tanaman, orang, badan kita dan semua
yang kita lihat?
Sangat jelas
bahwa ada Pencipta Agung, yang telah menciptakan seluruh dunia materi, yaitu
kumpulan persepsi, dan yang meneruskan penciptaan-Nya tiada henti. Karena
Pencipta ini menunjukkan penciptaan yang demikian hebat, Dia pasti memiliki daya
dan kekuatan abadi.
Pencipta ini
mengenalkan diri-Nya kepada kita. Dia telah meurunkan sebuah kitab dalam semesta
pengindraan yang telah diciptakan-Nya. Melalui kitab tersebut Dia telah
menggambarkan diri-Nya sendiri, alam semesta dan alasan keberadaan kita.
Pencipta ini
adalah Allah dan nama kitab-Nya adalah Al Quran.
Fakta bahwa
langit dan bumi atau alam semesta tidak kekal, bahwa keberadaannya dimungkinkan
hanya oleh penciptaan Allah dan bahwa alam semesta akan musnah ketika Dia
mengakhiri penciptaan ini.
Jika Tuhan tidak
berkehendak menampilkan gambar dunia ini kepada otak kita, maka seluruh alam
semesta tidak akan ada lagi untuk kita, dan kita tidak akan pernah mampu
menjangkaunya.
Kenyataan bahwa
kita tidak pernah mampu berhubungan langsung dengan alam semesta yang bersifat
materi ini juga menjawab pertanyaan "Di mana Tuhan?" yang menyibukkan pemikiran
banyak orang.
Sebagaimana telah
dijelaskan pada bagian awal, banyak orang tidak memiliki pemahaman yang benar
tentang Allah sehingga mereka membayangkan-Nya sebagai suatu wujud yang ada di
suatu tempat di langit dan tidak sepenuhnya mencampuri urusan duniawi. Dasar
logika ini sebenarnya terletak pada pemikiran bahwa alam semesta adalah kumpulan
materi dan Allah berada di "luar" dunia materi ini, yaitu di tempat yang sangat
jauh. Pada agama-agama palsu, kepercayaan terhadap Allah terbatas pada pemahaman
ini.
Akan tetapi,
persis sebagaimana ketidakmampuan kita bersentuhan langsung dengan alam semesta
yang bersifat materi ini, tidak pula kita mampu memiliki pengetahuan menyeluruh
tentang intisari alam semesta tersebut. Semua yang kita tahu adalah keberadaan
Pencipta Yang memunculkan segala sesuatu ini menjadi ada—dengan kata lain,
Tuhan. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, para ulama Islam seperti Imam Rabbani
telah berkata bahwa satu-satunya wujud mutlak adalah Tuhan; dan segala sesuatu
lainnya, kecuali Dia, hanyalah wujud bayangan [maya/fana].
Karena
masing-masing wujud material adalah persepsi, mereka tidak dapat melihat Allah;
tetapi Allah melihat materi yang Dia ciptakan dalam segala bentuknya. Dalam Al
Quran, fakta ini dinyatakan dengan: "Dia tidak dapat dicapai
oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah
Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Anaam, 6: 103).
Kita tidak dapat
menangkap keberadaan Allah dengan mata kita, tetapi Allah secara menyeluruh
meliputi diri kita, baik bagian dalam maupun bagian luar, termasuk penglihatan
dan pemikiran kita. Kita tidak dapat mengucapkan satu kata atau menarik satu
napas pun kecuali dengan pengetahuan-Nya.
Ketika seseorang
berpikir bahwa tubuhnya tersusun atas "materi", dia tidak dapat memahami fakta
penting tersebut. Jika dia menjadikan otaknya sebagai "dirinya", maka tempat
yang dia maksud sebagai luar hanyalah 20-30 senti-meter darinya. Namun, ketika
dia memahami bahwa materi sebenarnya tidak ada dan bahwa segala sesuatu hanya
imajinasi, maka pengertian seperti luar, dalam atau dekat akan kehilangan arti.
Allah meliputinya dan Dia "sangat dekat" dengannya.
Allah memberitahu
manusia bahwa Dia berada sangat dekat dengan mereka melalui ayat "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..." (QS. Al Baqarah, 2: 186).
Ayat lain berkaitan dengan fakta yang sama: "Dan (ingatlah),
ketika Kami wahyukan kepadamu: 'Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala
manusia'." (QS. Al Isra, 17: 60).
Manusia keliru
dengan berpikir bahwa wujud yang terdekat dengannya adalah dirinya sendiri.
Allah sebenarnya lebih dekat dengan kita dari-pada kita sendiri. Sebagaimana
disampaikan dalam ayat tersebut, orang-orang hidup tanpa menyadari fakta luar
biasa ini karena mereka tidak melihat dengan mata mereka.
Sebaliknya,
manusia yang hanya berupa wujud bayangan tidak mungkin memiliki kekuatan dan
kehendak lepas dari Allah. Allah memberi wujud bayangan ini perasaan bahwa
dirinyalah yang melempar. Dalam kenyataannya, Allah yang melakukan semua
tindakan. Jadi jika seseorang beranggapan bahwa apa yang diperbuatnya adalah
perbuatan dirinya sendiri, sebenarnya ia menipu dirinya.
Ini adalah
kenyataan. Seseorang mungkin tidak mau mengakui kenyataan ini dan berpikir bahwa
dirinya adalah wujud yang tidak bergantung kepada Allah; namun sikap ini tidak
mengubah apa pun.
Segala Sesuatu yang
Anda Miliki pada Hakikatnya Adalah Ilusi
Sebagaimana
terlihat dengan jelas, merupakan fakta ilmiah dan logis bahwa "dunia luar" tidak
memiliki realitas materialistis tetapi merupakan kumpulan citra yang dihadapkan
secara terus-menerus kepada jiwa kita oleh Allah. Akan tetapi, orang biasanya
tidak memasukkan, atau cenderung tidak mau memasukkan segala sesuatu ke dalam
konsep "dunia luar".
Jika Anda
memikirkan hal ini dengan tulus dan berani, Anda akan menyadari bahwa rumah,
perabotan di dalamnya, mobil yang mungkin baru saja dibeli, kantor, perhiasan,
rekening di bank, koleksi pakaian, suami atau istri, anak-anak, rekan sejawat,
dan semua yang Anda miliki sebenarnya termasuk dalam dunia luar imajiner yang
diproyeksikan kepada Anda. Segala sesuatu yang Anda lihat, dengar, atau cium —
singkatnya, Anda tangkap dengan kelima indra adalah bagian dari "dunia imajiner"
ini. Suara penyanyi favorit Anda, kerasnya kursi yang Anda duduki, parfum yang
aromanya Anda suka, matahari yang menghangatkan tubuh Anda, bunga dengan warna
yang indah, burung yang terbang di depan jendela Anda, speedboat yang bergerak
cepat di atas air, kebun Anda yang subur, komputer yang Anda gunakan di tempat
kerja, hi-fi dengan teknologi tercanggih di dunia....
Ini adalah
kenyataan, karena dunia ini hanyalah kumpulan citra yang diciptakan untuk
menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang terbatas dengan
persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsi-persepsi ini sengaja
dihadirkan secara menggoda dan memikat.
Sebagian besar
orang mengabaikan agamanya karena daya tarik kekayaan, rumah, timbunan emas dan
perak, uang, perhiasan, rekening bank, kartu kredit, lemari penuh dengan
pakaian, mobil model terbaru; singkatnya, semua bentuk kemakmuran yang mereka
miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Orang-orang seperti ini hanya
memikirkan dunia ini dan melupakan hari akhir. Mereka tertipu oleh wajah dunia
yang cantik dan gemerlap ini, dan tidak menegakkan shalat, memberi sedekah
kepada kaum miskin, melakukan ibadah yang akan membuat mereka bahagia di hari
akhir. Mereka mengatakan, "Masih ada yang harus saya kerjakan", "Saya memiliki
cita-cita", "Saya punya tanggung jawab", "Saya tidak punya banyak waktu", "Saya
harus menyelesaikan pekerjaan", "Saya lakukan nanti saja". Mereka mengisi hidup
dengan berusaha hanya untuk bahagia di dunia ini.
Fakta yang kami
gambarkan dalam bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah citra, merupakan hal
yang sangat penting karena implikasinya membuat semua nafsu dan batas-batas
menjadi tidak berarti. Pembuktian fakta ini memperjelas bahwa segala sesuatu
yang dimiliki dan diusahakan orang, kekayaan yang diperoleh dengan tamak,
anak-anak yang mereka banggakan, suami atau istri yang mereka anggap sebagai
bagian terdekat, teman-teman mereka, tubuh mereka, kedudukan tinggi yang mereka
pertahankan, sekolah yang telah mereka ikuti, liburan yang mereka lalui:
semuanya hanyalah ilusi. Oleh karena itu, semua usaha yang dikerahkan, waktu
yang dihabiskan serta ketamakan mereka, terbukti tidak berguna.
Itulah mengapa
sebagian orang secara tidak sadar mempermainkan diri sendiri ketika mereka
membanggakan kekayaan dan harta, atau "kapal pesiar, helikopter, pabrik,
perusahaan, rumah dan tanah" mereka, seolah-olah semuanya benar-benar ada.
Orang-orang kaya ini dengan bangga bepergian dengan kapal pesiar mereka,
memamerkan mobil-mobil mereka, terus membicarakan kekayaan mereka, menganggap
bahwa jabatan menempatkan status mereka lebih tinggi dari orang lain, dan terus
berpikir bahwa mereka sukses karena semua itu. Orang-orang ini seharusnya
memikirkan status apa yang akan mereka dapati bagi diri mereka setelah menyadari
bahwa kesuksesan itu bukan apa-apa melainkan ilusi belaka.
Dalam
kenyataannya, pemandangan ini sering terlihat dalam mimpi pula. Dalam mimpi,
mereka pun memiliki rumah, mobil balap, perhiasan sangat mahal, gulungan uang,
serta timbunan emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga menempati status sosial
tinggi, memiliki pabrik dengan ribuan pekerja, memiliki kekuasaan untuk mengatur
banyak orang, berpakaian yang membuat setiap orang kagum. Seperti halnya
membanggakan kepemilikan dalam mimpi membuat seseorang menjadi bahan ejekan, ia
pasti akan dipermalukan juga jika membanggakan citra yang dilihatnya di dunia
ini. Bagaimanapun juga, baik yang dilihatnya dalam mimpi maupun yang dimilikinya
di dunia ini hanyalah citra dalam otak.
Sama halnya, cara
orang bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang dialami di dunia akan membuat
mereka malu ketika menyadari kenyataan sebenarnya. Mereka yang saling bertengkar
sengit, berteriak-teriak marah, menipu, menerima suap, terlibat pemalsuan,
berbohong, rakus menimbun uang, berbuat salah terhadap orang lain, memukul dan
mengutuk orang lain, menjadi penindas, berambisi pada pekerjaan dan status, iri
hati, pamer, menganggap diri sendiri suci, dan sebagainya, akan malu ketika
menyadari bahwa mereka telah melakukan semua perbuatan ini dalam mimpi.
Karena Allah lah
yang menciptakan semua citra ini. Dia lah pemilik akhir segala sesuatu.
Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang menyebabkan
hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sampai tahap ini,
ada satu hal yang harus dipahami dengan baik: di sini tidak dikatakan bahwa
fakta yang Anda hadapi menyatakan "semua kepemilikan, kekayaan, anak,
suami/istri, teman-teman, status yang menjadikan Anda kikir akan lenyap cepat
atau lambat, dan oleh karena itu, semuanya tidak berarti". Yang tepat adalah
bahwa "semua hal yang tampaknya Anda miliki sebenarnya tidak ada sama sekali,
seluruhnya hanya sebuah mimpi dan tersusun atas citra yang diperlihatkan Allah
untuk menguji Anda". Bisa Anda lihat, ada perbedaan besar antara kedua
pernyataan di atas.
Meskipun
seseorang tidak langsung mau mengakui fakta ini dan lebih suka menipu diri
sendiri dengan berasumsi bahwa segala sesuatu yang dimilikinya benar-benar ada,
pada akhirnya ia akan mati dan segala sesuatu akan menjadi jelas pada saat ia
diciptakan kembali di hari akhir nanti. Akan tetapi, jika ia menghabiskan waktu
hidupnya mengejar tujuan-tujuan imajiner, ia akan berharap tidak pernah
menjalani hidup tersebut .
Apa yang harus
dilakukan oleh manusia bijak, di lain pihak, adalah mencoba memahami kenyataan
terbesar alam semesta di sini, di dunia ini, ketika ia masih memiliki waktu.
Jika tidak, ia hanya akan menghabiskan hidupnya untuk mengejar mimpi dan
menghadapi hukuman pedih di akhirat kelak.
Logika Pendek
Materialis
Sejak awal bab
ini, dengan jelas dinyatakan bahwa materi bukan wujud mutlak seperti yang
dikatakan materialis, melainkan kumpulan rasa yang diciptakan Allah. Materialis
menolak mentah-mentah realitas yang merusak filsafat mereka dan mengajukan
antitesis yang tidak berdasar.
Sebagai contoh,
salah satu pendukung filsafat materialisme abad ke-20, seorang Marxis tulen
bernama George Politzer memberikan "contoh bis" sebagai "bukti terkuat"
keberadaan materi. Menurutnya, filsuf-filsuf yang berpikir bahwa materi adalah
persepsi, akan lari ketika mereka melihat bis (yang akan menabrak mereka), dan
ini bukti eksistensi fisik materi.9
Ketika seorang
materialis terkenal lainnya, Johnson, diberitahu bahwa materi hanya kumpulan
persepsi, dia mencoba "membuktikan" eksistensi fisik batu dengan
menendangnya.
Contoh serupa
diperlihatkan oleh Friedrich Engels, pembimbing Politzer dan pendiri
materialisme dialektik bersama Marx. Ia pernah menulis "jika kue yang kita makan
hanya persepsi, maka kue itu tidak akan menghilangkan rasa lapar kita".11
Masih banyak
contoh dan kalimat kasar lainnya seperti "Anda akan mengerti eksistensi materi
setelah Anda ditampar" dalam buku-buku materialis terkenal seperti Marx, Engels,
Lenin dan lainnya
Kekacauan
pemahaman yang menyebabkan materialis memberikan contoh-contoh di atas adalah
karena penjelasan "materi adalah persepsi" dipahami sebagai "materi adalah
permainan cahaya". Mereka berpikir bahwa konsep persepsi hanya pada penglihatan
dan bahwa persepsi seperti sentuhan memiliki korelasi fisik. Contoh bis yang
menabrak orang membuat mereka berkata, "Lihat, terjadi tabrakan, jadi itu bukan
persepsi". Mereka tidak memahami bahwa semua persepsi yang dialami dalam
tabrakan bis seperti hantaman, benturan, dan rasa sakit terbentuk dalam
otak.
Mimpi sebagai Contoh
Contoh terbaik
untuk menjelaskan realitas ini adalah mimpi. Seseorang dapat mengalami kejadian
yang sangat nyata dalam mimpinya. Dia bisa jatuh dari tangga sehingga kakinya
patah, mengalami kecelakaan mobil yang fatal, tergilas bis, atau makan kue dan
merasa kenyang. Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari itu juga dialami
dalam mimpi secara meyakinkan dan menimbulkan perasaan yang sama pula.
Seseorang yang
bermimpi bahwa dirinya tertabrak bis dapat membuka matanya kembali di rumah
sakit masih dalam mimpinya dan menyadari bahwa dirinya cacat, tetapi semuanya
hanya mimpi. Dia juga bisa bermimpi bahwa dia meninggal dalam sebuah tabrakan
mobil, malaikat maut mengambil jiwanya, dan kehidupannya di alam baka dimulai.
(Kejadian yang sama dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini, yang
sebenarnya hanya persepsi seperti mimpi tersebut.)
Orang ini dengan
sangat jelas menangkap citra, suara, rasa benturan, cahaya, warna, dan semua
perasaan lain yang berkaitan dengan kejadian yang dialaminya di dalam mimpi.
Persepsi yang diterima dalam mimpinya sama wajarnya dengan persepsi dalam
kehidupan "nyata". Kue yang dimakannya di dalam mimpi mengenyangkannya, meskipun
kue tersebut hanya persepsi, sebab rasa kenyang pun merupakan persepsi. Padahal
pada saat itu, dalam kenyataan, orang ini sedang berbaring di tempat tidur.
Sebenarnya tidak ada tangga, lalu lintas, dan bis. Orang yang bermimpi mengalami
serta melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di dunia luar. Kenyataan
bahwa di dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan kejadian-kejadian
tanpa korelasi fisik dengan "dunia luar", secara jelas mengungkapkan bahwa
"dunia luar" sebenarnya hanya terdiri dari persepsi-persepsi.
Mereka yang
meyakini filsafat materialisme, dan terutama penganut Marxisme, menjadi sangat
marah ketika kenyataan ini diungkapkan. Mereka mengutip contoh-contoh pemikiran
dangkal dari Marx, Engels, atau Lenin dan membuat pernyataan yang emosional.
Akan tetapi,
orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga dapat membuat pernyataan ini di
dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca "Das Kapital",
menghadiri pertemuan, berkelahi dengan polisi, terkena pukulan di kepala, bahkan
merasakan sakit pada luka-luka mereka. Ketika mereka ditanya dalam mimpi, mereka
akan berpikir bahwa apa yang mereka alami dalam mimpi juga terdiri atas "materi
absolut"— sebagaimana mereka menganggap segala sesuatu yang mereka lihat ketika
bangun adalah "materi absolut". Akan tetapi, baik dalam mimpi atau dalam
kehidupan sehari-hari, semua yang mereka lihat, alami atau rasakan hanya terdiri
atas persepsi-persepsi.
Contoh Penyambungan
Saraf secara Paralel
Marilah kita
pikirkan tabrakan mobil yang dicontohkan Politzer. Dalam kecelakaan ini, jika
saraf orang yang tertabrak — yang menghubungkan kelima indra dengan otaknya —
dihubungkan dengan otak orang lain, misalnya otak Politzer, melalui sambungan
paralel, maka pada saat bis menabrak orang tersebut, bis yang sama akan menabrak
Politzer yang sedang duduk di rumahnya. Dengan kata lain, semua perasaan yang
dialami orang tersebut akan dialami oleh Politzer, seperti halnya lagu yang sama
didengarkan dari dua pengeras suara yang terhubungkan ke tape recorder yang
sama. Politzer akan merasa, melihat dan mengalami bunyi rem bis, benturan bis
pada tubuhnya, gambaran lengan patah dan darah tertumpah, nyeri patah tulang,
gambaran dirinya memasuki ruang operasi, kerasnya gips dan lemahnya tangan.
Setiap orang yang
terhubung ke saraf tersebut secara pararel, akan mengalami kejadian yang sama
dari awal hingga akhir seperti Politzer. Jika orang dalam kecelakaan tersebut
mengalami koma, mereka semua akan mengalami koma. Bahkan jika semua persepsi
yang berkaitan dengan kecelakaan direkam dalam suatu alat dan jika semua
persepsi ini ditransmisikan ke seseorang, maka bis akan menabrak orang ini
berkali-kali.
Dengan demikian,
bis penabrak manakah yang benar-benar ada? Filosofi materialis tidak memiliki
jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar adalah mereka semua
mengalami kecelakaan mobil secara mendetail di dalam pikiran mereka sendiri.
Prinsip yang sama
berlaku pada contoh kue dan batu. Jika saraf dari organ indra Engels, yang
merasa puas dan kenyang setelah makan kue, dihubungkan secara pararel ke otak
orang kedua, maka orang ini juga akan merasa kenyang seperti Engels. Jika saraf
Johnson, yang merasakan kakinya sakit ketika menendang batu dengan keras,
dihubungkan ke orang kedua secara paralel, orang ini juga akan merasakan sakit
yang sama.
Jadi, kue atau
batu mana yang benar-benar ada? filsafat materialis kembali tidak mampu
memberikan jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan
konsisten adalah: baik Engels dan orang kedua telah memakan kue dalam pikiran
mereka dan merasa kenyang; baik Johnson dan orang kedua mengalami saat-saat
menendang batu dalam pikiran mereka.
Mari kita buat
perubahan dalam contoh kasus Politzer. Kita hubungkan saraf orang yang tertabrak
bis ke otak Politzer, dan sebaliknya kita hubungkan saraf Politzer yang duduk di
rumah ke otak orang yang tertabrak bis. Dalam kasus ini, Politzer akan merasa
bahwa bis telah menabraknya meskipun dirinya sedang duduk di rumah; sedangkan
orang yang sebenarnya tertabrak tidak akan pernah merasakan akibat kecelakaan
tersebut dan merasa bahwa dirinya sedang duduk di rumah Politzer. Logika yang
sama berlaku pula untuk contoh kue dan batu.
Sebagaimana
terlihat, manusia tidak mungkin melampaui dan terlepas dari indranya. Dalam hal
ini, jiwa manusia dapat dihadapkan pada semua macam situasi meskipun tidak
memiliki tubuh, tidak berwujud materi dan tidak memiliki bobot materi. Tidak
mungkin manusia menyadari hal ini karena ia berasumsi bahwa citra tiga dimensi
ini benar-benar ada dan sangat meyakini keberadaannya karena setiap orang
tergantung pada persepsi yang dibentuk oleh organ-organ sensorinya.
Filsuf Inggris
terkemuka, David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta
ini:
Sejujurnya, ketika saya menempatkan diri pada apa yang saya sebut ‘diri sendiri’, saya selalu mengakui persepsi tertentu yang berhubungan dengan panas atau dingin, terang atau gelap, cinta atau benci, asam atau manis atau konsep-konsep lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat menemukan diri sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak dapat mengamati apa pun. 12
Kita tidak akan
pernah mampu melangkah lebih jauh dari pengindraan ini dan merasakan materi
sebagaimana "wujud aslinya", sehingga sama sekali tidaklah masuk akal untuk
merumuskan pemikiran [filsafat] apa pun yang menganggap materi sebagai wujud
mutlak yang dapat kita rasakan langsung. Sebagai sebuah teori, materialisme
benar-benar tidaklah memiliki landasan, sejak awal
kemunculannya.
Pembentukan Persepsi dalam Otak Bukan Filsafat
Melainkan Fakta Ilmiah
Melainkan Fakta Ilmiah
Materialis
mengatakan bahwa apa yang telah kita bahas dalam buku ini adalah pandangan
filsafat. Akan tetapi, pernyataan bahwa "dunia luar" merupakan kumpulan persepsi
adalah fakta ilmiah yang jelas, bukan sebentuk filsafat. Bagaimana citra dan
perasaan terbentuk di dalam otak telah diajarkan secara detail di semua sekolah
kedokteran. Fakta-fakta tersebut, yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan
abad ke-20, khususnya bidang fisika, dengan jelas menunjukkan bahwa materi tidak
memiliki realitas absolut dan bahwa setiap orang dapat dikatakan sedang
mengamati "monitor di dalam otaknya".
Setiap orang yang
meyakini ilmu pengetahuan, baik ia ateis, penganut Buddha, atau meyakini
pandangan lain, harus menerima fakta ini. Seorang materialis mungkin mengingkari
keberadaan Pencipta namun ia tidak dapat menolak kenyataan ilmiah ini.
Ketidakmampuan
Karl Marx, Friedrich Engels, Georges Politzer dan lainnya memahami fakta
sederhana dan jelas ini masih mengejutkan, sekalipun pemahaman dan kemungkinan
ilmu pengetahuan di masa mereka memang tidak mencukupi. Di masa sekarang,
kemajuan ilmu dan teknologi serta penemuan-penemuan terakhir mempermudah kita
memahami fakta ini. Akan tetapi, materialis justru diliputi ketakutan untuk
memahami fakta ini dan menyadari bagaimana keyakinan mereka akan hancur
karenanya.
Ketakutan Besar
Materialis
Pokok
bahasan ini mengungkapkan fakta bahwa materi hanya suatu persepsi. Untuk
sementara waktu, tidak ada serangan balik yang substansial dari kalangan
materialis Turki terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di sini.
Karenanya, kami mendapat kesan bahwa maksud kami belum mereka tangkap dengan
jelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut. Akan tetapi, belum lama ini,
terungkap bahwa materialis merasa gelisah atas kepopuleran pemikiran ini dan
bahkan sangat takut padanya.
Materialis dengan
gencar mengungkapkan ketakutan dan kepanikan mereka melalui berbagai terbitan,
konferensi dan diskusi panel. Wacana mereka yang propagandis dan tanpa harapan
menyiratkan bahwa mereka mengalami krisis intelektual yang hebat. Keruntuhan
ilmiah teori evolusi, yang menjadi dasar keyakinan mereka, telah sangat
mengejutkan mereka. Sekarang mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai
kehilangan materi itu sendiri, inti keyakinan yang lebih penting daripada
Darwinisme. Ini membuat mereka lebih terpukul. Mereka menyatakan bahwa selain
merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka, permasalahan ini juga "merusak
struktur budaya mereka".
Salah
seorang materialis yang menyatakan kepanikan dan kecemasan secara
terang-terangan adalah Renan Pekunlu, akademisi dan penulis majalah Bilim ve
Utopya (Ilmu Pengetahuan dan Utopia). Dalam artikel majalah yang membela
materialisme ini dan diskusi panel yang diikutinya, Rennan Pekunlu menyatakan
buku Keruntuhan Teori Evolusi (Evolution Deceit) sebagai "ancaman"
nomor satu terhadap materialisme. Ia sudah cukup risau dengan bab-bab yang
meruntuhkan Darwinisme, tetapi bagian yang Anda baca sekarang adalah bagian yang
paling mengganggunya. Kepada para pembaca dan (hanya segelintir) peserta
diskusinya, Pekunlu berpesan, "Jangan biarkan diri Anda hanyut dalam
indoktrinasi idealisme dan jagalah keyakinan Anda pada materialisme". Ia merujuk
Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi berdarah di Rusia, sebagai panutan. Sambil
menyarankan setiap orang membaca buku Lenin yang berjudul Materialism and
Empirio-Criticism dan sudah berumur satu abad, Pekunlu hanya dapat
mengulang kata-kata Lenin: "Jangan memikirkan persoalan ini, atau Anda akan
kehilangan materialisme dan terhanyut oleh agama". Dalam sebuah artikel yang
ditulisnya pada majalah Bilim ve Utopya, Pekunlu mengutip pernyataan
Lenin berikut:
Sekali Anda menolak realitas kebendaan, menyerah pada pengindraan, Anda telah kehilangan segala daya untuk melawan fideisme*), karena Anda telah tergelincir kepada agnotisisme**) atau subjektivisme***) — hanya itu yang dibutuhkan fideisme. Satu cakar saja terjerat, seekor burung tertangkap. Dan semua pengikut kita akan terjerat dalam idealisme, yaitu fideisme yang tidak kentara; mereka terjerat segera setelah menganggap "pengindraan" bukan lagi suatu citra dunia Luar tetapi sebagai "unsur" khusus. Pengindraan, pikiran, jiwa dan keinginan bukan seperti itu adanya.
Kata-kata ini
secara eksplisit menunjukkan bahwa fakta yang menggusarkan Lenin dan ingin ia
keluarkan dari pikirannya dan "kameradnya"; yang juga meresahkan materialis
dewasa ini. Akan tetapi, Pekunlu dan materialis lain mengalami keadaan lebih
menyusahkan; karena mereka sadar bahwa sekarang fakta ini dikemukakan dengan
cara dan bentuk lebih eksplisit dan meyakinkan daripada 100 tahun lalu. Untuk
pertama kalinya dalam sejarah dunia, persoalan ini dijelaskan dengan cara yang
tidak mungkin ditolak.
Meski demikian,
secara umum dapat dikatakan bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis tidak
sungguh-sungguh menanggapi fakta bahwa "materi hanyalah ilusi". Persoalan yang
dijelaskan dalam bab ini adalah salah satu persoalan paling penting dan menarik
yang pernah dijumpai seseorang dalam hidupnya. Mereka pasti belum pernah
menghadapi persoalan sepenting ini sebelumnya. Namun, reaksi ilmuwan-ilmuwan itu
atau sikap mereka dalam ceramah dan artikel mereka mengisyaratkan betapa
dangkalnya pemahaman mereka.
Reaksi sebagian
materialis terhadap permasalahan yang didiskusikan di sini menunjukkan bahwa
ketaatan buta terhadap materialisme telah merusak logika mereka, sehingga
semakin sulit memahami persoalan ini. Sebagai contoh, Alaettin Senel, yang juga
seorang akademisi dan penulis untuk Bilim ve Ütopya, berpesan seperti Rennan
Pekunlu: "Lupakan keruntuhan Darwinisme, ancaman sungguhnya adalah persoalan
ini". Dia juga membuat tuntutan seperti "Buktikan saja apa yang Anda katakan"
karena merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar. Yang lebih menarik
adalah dalam salah satu tulisannya, ia menyatakan bahwa dirinya sama sekali
tidak dapat memahami fakta yang dianggapnya sebagai ancaman
ini.
Dalam sebuah
artikel yang ditulis khusus membahas masalah ini, Senel menerima bahwa dunia
luar ditangkap oleh otak sebagai sebuah citra. Akan tetapi, kemudian ia
menyatakan bahwa citra terbagi menjadi dua jenis yaitu citra berkorelasi fisik
dan citra yang tidak berkolerasi fisik, dan bahwa citra dunia luar termasuk ke
dalam citra yang berkolerasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia memberikan
"contoh telepon". Ringkasnya, ia menulis: "Saya tidak tahu apakah citra dalam
otak saya berkolerasi dengan dunia luar atau tidak, tetapi hal yang sama berlaku
ketika saya berbicara di telepon. Ketika saya berbicara di telepon, saya tidak
dapat melihat orang yang saya ajak bicara, tetapi saya dapat mengkonfirmasikan
percakapan tersebut ketika saya bertemu langsung dengannya."
Dengan pernyataan
di atas, Senel sebenarnya bermaksud menyatakan: "Jika kita meragukan persepsi
kita, kita dapat melihat pada materi itu sendiri dan memeriksa realitasnya".
Konsep ini jelas-jelas salah karena kita tidak mungkin menjangkau materi itu
sendiri. Kita tidak dapat keluar dari pikiran kita dan mengetahui apakah "luar"
itu. Apakah suara dalam telepon berkorelasi atau tidak, dapat dikonfirmasikan
pada lawan bicara di telepon. Namun, konfirmasi ini juga hanya persepsi yang
dialami otak kita.
Sebenarnya,
orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama di dalam mimpi mereka. Sebagai
contoh, Senel dapat saja melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di telepon
dan kemudian meminta orang yang ia ajak bicara mengkonfirmasikan pembicaraan
tersebut. Atau Pekunlu dalam mimpinya mengalami "ancaman serius" dan menyarankan
orang-orang membaca buku-buku Lenin yang sudah kuno. Apa pun yang mereka
lakukan, para materialis ini tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa
kejadian-kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka ajak bicara di
dalam mimpi hanyalah persepsi belaka.
Lalu kepada
siapakah seseorang dapat mengkonfirmasi bahwa citra di dalam otak berkorelasi
atau tidak? Apakah kepada wujud bayangan di dalam otaknya lagi? Tak diragukan
lagi, materialis mustahil menemukan sumber informasi yang dapat memberikan data
mengenai keadaan di luar otak dan mengkonfirmasikannya.
Mengakui bahwa
semua persepsi terbentuk di dalam otak, tetapi juga mengasumsikan bahwa
seseorang dapat melangkah "keluar" dari otak dan mengkonfirmasikan persepsi ini
pada dunia luar, menunjukkan kapasitas pemahaman yang terbatas dan penalaran
yang terganggu.
Sebenarnya fakta
yang dijelaskan di sini dapat dengan mudah ditangkap oleh orang dengan tingkat
pemahaman dan penalaran normal. Setiap orang yang berpikiran lurus akan
mengetahui, sehubungan dengan semua yang telah kita bicarakan, bahwa ia mustahil
menguji keberadaan dunia luar dengan indranya. Namun, terlihat jelas bahwa
ketaatan buta terhadap materialisme telah mengganggu penalaran manusia. Oleh
karenanya, materialis kontemporer menunjukkan gangguan logika berat seperti
guru-guru mereka yang mencoba "membuktikan" keberadaan materi dengan menendang
batu atau memakan kue.
Seperti telah
dikatakan sebelumnya pula, kondisi ini bukan sesuatu yang mengherankan; sebab
ketidakmampuan memahami adalah sifat umum semua orang yang tidak beriman.
Materialis Telah
Terperosok dalam Perangkap Terbesar
Sepanjang Sejarah
Sepanjang Sejarah
Di Turki,
gelombang kepanikan yang melanda kalangan materialis, seperti beberapa contoh
terdahulu, menunjukkan bahwa materialis menghadapi kekalahan telak yang belum
pernah mereka hadapi sepanjang sejarah. Fakta bahwa materi hanyalah persepsi
telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Fakta ini dikemukakan dalam
sangat jelas, jujur dan kuat. Yang tersisa bagi materialis hanya keruntuhan
seluruh dunia materi, dunia yang mereka percayai secara buta dan menjadi
sandaran selama ini.
Sepanjang sejarah
manusia, pemikiran materialis selalu hadir. Mereka menentang Allah yang
menciptakan mereka karena sangat yakin pada diri sendiri dan filsafat yang
mereka pegang. Skenario yang mereka rumuskan menyatakan bahwa materi tidak
bermula dan tidak pula berakhir, dan semua materi tidak mungkin memiliki
Pencipta. Mereka mengingkari Allah hanya karena kesombongan, dengan berlindung
di balik materi yang mereka anggap memiliki keberadaan nyata. Mereka begitu
meyakini filsafat ini sehingga menganggap tak mungkin ada penjelasan yang
membuktikan sebaliknya.
Semua alasan di
atas menjelaskan mengapa fakta-fakta yang disajikan dalam buku ini, yang
berkaitan dengan sifat-sifat sejati materi, sangat mengejutkan mereka.
Penjelasan buku ini telah menghancurkan dasar filsafat mereka dan tak menyisakan
apa pun untuk dibicarakan lagi. Materi, yang telah menjadi dasar pemikiran,
kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, lenyap tiba-tiba. Bagaimana
materialisme bisa bertahan jika materi tidak ada?
Allah menjebak
materialis dengan membuat mereka berasumsi bahwa materi benar-benar ada, dan
mempermalukan mereka dengan cara-Nya. Materialis beranggapan bahwa harta benda,
status, jabatan, masyarakat lingkungan mereka, seluruh dunia dan lain-lainnya
benar-benar ada, dan dengan mengandalkan semua itu mereka menjadi sombong
terhadap Allah. Mereka menentang Allah dengan kesombongan yang melengkapi
ketidakpercayaan mereka. Mereka sepenuhnya bergantung pada materi. Akan tetapi,
mereka benar-benar tidak memahami bahwa Allah meliputi segala sesuatu.
Barangkali inilah
kekalahan terbesar sepanjang sejarah. Sementara materialis menjadi sombong atas
kemauan sendiri, mereka mengobarkan peperangan terhadap Allah, dengan cara
memunculkan sesuatu yang berlebih-lebihan untuk melawannya.
Ketika
orang-orang yang tidak beriman mencoba menyusun rencana, mereka tidak menyadari
sebuah fakta penting sebagaimana ditekankan dengan kalimat "mereka hanya menipu
diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya" dalam ayat tersebut.
Faktanya, segala sesuatu yang mereka alami adalah gambaran yang sengaja
dirancang untuk mereka tangkap, dan seluruh rencana yang mereka susun hanyalah
citra yang terbentuk di dalam otak mereka, seperti juga seluruh tindakan yang
mereka lakukan. Kebodohan telah membuat mereka lupa bahwa tidak ada yang bersama
mereka selain Allah, dan karenanya, mereka terjebak dalam rencana jahat mereka
sendiri.
Sebagaimana kaum
tidak beriman di zaman dahulu, kaum tidak beriman yang hidup sekarang juga
menghadapi kenyataan yang akan menghancurkan rencana jahat mereka sampai ke
akar-akarnya.
Begitu pula
materialisme, menjadi "fatamorgana" bagi para pembangkang seperti yang
disebutkan dalam ayat itu; ketika mereka menemukan jalan keluar, yang mereka
dapati hanya ilusi. Allah telah menipu mereka dengan fatamorgana seperti itu,
dan memperdaya mereka untuk menerima kumpulan citra ini sebagai suatu kenyataan.
Semua orang "penting" tersebut; profesor, ahli astronomi, ahli biologi, ahli
fisika dan lain-lain, apa pun pangkat dan jabatan mereka, benar-benar telah
tertipu seperti anak-anak, dan dipermalukan karena mereka mempertuhankan materi.
Mereka membangun filsafat dan ideologi di atas asumsi bahwa kumpulan citra
tersebut absolut. Mereka terlibat dalam pembicaraan serius dan menyebutnya
wacana "intelektual". Mereka menganggap diri mereka cukup bijaksana untuk
menawarkan suatu argumentasi tentang kebenaran alam semesta, bahkan membantah
Tuhan dengan kecerdasan mereka yang terbatas.
Bisa saja mereka
lolos dari jebakan lain; tetapi rencana yang telah ditetapkan Allah untuk
orang-orang tidak beriman begitu sempurna sehingga tidak ada jalan untuk
meloloskan diri. Apa pun yang mereka lakukan atau kepada siapa pun mereka
meminta pertolongan, mereka tidak akan pernah menemukan penolong selain Allah.
Materialis tidak
pernah menyangka akan jatuh ke dalam perangkap seperti ini. Berbekal seluruh
kecanggihan abad ke-21, mereka mengira dapat bertahan dengan pengingkaran mereka
dan mengajak orang lain untuk ingkar pula.
Fakta yang
disampaikan ayat ini berarti: materialis harus menyadari bahwa segala sesuatu
yang mereka miliki hanya ilusi, dan karenanya semua itu telah dihancurkan. Saat
mereka menyaksikan seluruh harta benda, pabrik, emas, uang, anak, suami/istri,
teman, pangkat dan status, bahkan tubuh mereka, semua yang mereka anggap ada,
terlepas dari genggaman, mereka telah "dihancurkan".
Tidak diragukan
lagi, menyadari kebenaran ini mungkin merupakan hal terburuk bagia materialis.
Fakta bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanyalah ilusi, adalah sama dengan
— menurut istilah mereka — "kematian sebelum ajal" di dunia ini.
Mereka yang
menjadikan materi sebagai tuhannya telah datang dari Allah dan akan kembali
pada-Nya. Mau atau tidak, mereka telah menyerahkan kehendak mereka kepada Allah.
Sekarang mereka menunggu Hari Perhitungan di mana setiap orang akan dipanggil
untuk diadili. Betapa pun mereka tidak berkeinginan untuk
memahaminya.
Kesimpulan
Topik yang telah
kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar yang pernah
Anda temui dalam hidup Anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia materi ini
sesungguhnya hanyalah "wujud bayangan", topik ini menjadi kunci untuk memahami
keberadaan Allah dan penciptaan oleh-Nya, di samping untuk memahami bahwa Dialah
satu-satunya wujud mutlak.
Mereka yang
memahami permasalahan ini sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat seperti anggapan
orang pada umumnya. Dunia bukanlah tempat mutlak yang benar-benar ada, seperti
yang dipikirkan oleh mereka yang mengembara tanpa tujuan di jalanan, yang
bertengkar di klab-klab, yang menyombongkan diri di kafe-kafe mewah, yang
membanggakan rumah dan tanah, atau yang mengabdikan hidup mereka untuk tujuan
palsu. Dunia hanyalah kumpulan persepsi, sebuah ilusi. Semua orang yang telah
kami kutip sebelumnya hanya wujud bayangan yang menyaksikan persepsi ini di
dalam otak mereka: meskipun demikian mereka tidak menyadari hal ini.
Konsep ini sangat
penting karena meruntuhkan filsafat materialis yang menolak keberadaan Allah,
dan menghancurkan filsafat tersebut. Inilah sebabnya materialis seperti Marx,
Engels, dan Lenin menjadi panik dan gusar, dan memperingatkan pengikut mereka
"untuk tidak memikirkannya" jika ada orang yang menyampaikan konsep ini.
Sesungguhnya orang-orang seperti ini cacat mentalnya sehingga tidak dapat
memahami fakta bahwa persepsi terbentuk dalam otak. Mereka menganggap dunia yang
mereka saksikan di dalam otak adalah "dunia luar". Mereka tidak dapat memahami
bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Anda dapat
mengkaji lebih jauh lagi dengan menggunakan kekuatan refleksi pribadi Anda.
Untuk itu Anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan merenungkan cara
Anda melihat benda-benda di sekeliling Anda dan cara Anda menyentuhnya. Jika
Anda berpikir dengan penuh konsentrasi, Anda dapat merasakan bahwa wujud bijak
yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku pada saat ini
hanyalah jiwa. Jiwa ini pula yang menyaksikan persepsi yang disebut "materi"
pada sebuah layar. Orang yang telah memahami hal ini dianggap telah beranjak
dari tataran dunia materi yang telah menipu sebagian besar kemanusiaan, dan
masuk ke dalam tataran eksistensi sesungguhnya.
Dalam zaman kita
hidup, fakta ini telah teruji secara empiris berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fakta bahwa alam semesta adalah wujud
bayangan telah digambarkan secara nyata, jelas dan eksplisit.
Dengan alasan
inilah, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah di mana manusia pada umumnya
akan memahami realitas ilahiah dan akan berbondong-bondong menuju Allah,
satu-satunya Wujud Mutlak. Dalam abad ke-21, paham materialistis abad ke-19 akan
dibuang ke keranjang sampah sejarah, eksistensi dan penciptaan Allah akan
dipahami, seperti dipahaminya fakta ketiadaan ruang dan waktu, manusia akan
terbebaskan dari selubung, penipuan dan takhayul kuno yang menyelimuti mereka.
Tidak mungkin
kenyataan tak terbantahkan ini dapat dihalangi oleh suatu wujud bayangan.
No comments :
Post a Comment