Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (QS. Maryam, 19: 98)
Manusia berada di bumi untuk diuji. Sepanjang sejarah, risalah yang murni
dan wahyu yang disampaikan kepada manusia oleh para utusan-Nya memberi panduan
bagi manusia. Para utusan dan kitab-kitab ini senantiasa mengajak manusia ke
jalan yang benar, jalan Allah. Saat ini, tersedia kitab Allah terakhir,
satu-satunya wahyu-Nya untuk manusia yang tak berubah: Al Quran.
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu kita bahwa Dia menunjukkan jalan yang
lurus kepada semua manusia di sepanjang sejarah dunia dan memberi peringatan
melalui para utusan-Nya tentang hari penghisaban dan neraka. Namun, sebagian
besar manusia mencela para nabi yang diutus ke-pada mereka dan menunjukkan
permusuhan kepada mereka. Kesombongan mereka mengundang kemurkaan Allah atas
diri mereka dan dengan sangat tiba-tiba mereka disapu dari muka bumi. Berikut
adalah ayat tentang ini:
Dan (Kami binasakan) kaum 'Ad dan Tsamud dan penduduk Ar-Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut. Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka tamsil ibarat; dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan sehancur-hancurnya. Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Makkah) telah melalui sebuah negeri ( Sodom ) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan. (QS. Al Furqan, 25: 38-40)
Berita tentang manusia terdahulu, yang merupakan sebagian besar dari Al
Quran, tentunya merupakan salah satu pokok wahyu untuk direnungkan. Pelajaran
yang dapat diambil dari pengalaman mereka dinyatakan sebagai berikut dalam Al
Quran:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS. Al An'aam, 6: 6)
Ayat lain yang ditujukan kepada kaum yang memahami yang dapat mengambil
peringatan dan menaruh perhatian adalah sebagai berikut:
Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaaf, : 36-37)
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu kita bahwa berbagai peristiwa
penghancuran ini seharusnya menjadi peringatan bagi generasi berikutnya. Hampir
semua kehancuran kaum dahulu yang diceritakan di dalam Al Quran dapat
diidentifikasi, berkat kajian arsip dan temuan arkeologis saat ini, dan dengan
demikian dapat dipelajari. Namun, merupakan kekeliruan besar jika hanya
mengembangkan pendekatan historis dan ilmiah saat mengkaji jejak-jejak peristiwa
di dalam Al Quran ini. Sebagaimana dinyatakan di dalam ayat berikut, setiap
peristiwa ini merupakan peringatan untuk diambil pelajaran darinya
Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah, 2: 66)
Akan tetapi, kita seharusnya mempertimbangkan sebuah fakta penting:
Kaum-kaum yang menolak mematuhi perintah Allah tidak tertimpa amarah Allah
secara tiba-tiba. Allah mengirim para utusan kepada mereka untuk memberi
peringatan, sehingga mereka menyesali kelakuan mereka dan berserah diri
kepada-Nya. Bahwa semua kesulitan yang menimpa manusia adalah peringatan tentang
azab yang pedih di akhirat dinyatakan dalam Al Quran:
Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar, mudah-mudahan mereka kembali. (QS. As-Sajdah, 32:21)
Kehancuran sering mengikuti ketika peringatan ini tidak menimbulkan tanggapan
dalam masyarakat tersebut dan penentangan meningkat. Semua masyarakat ini
dihukum oleh murka Allah. Mereka lenyap dari halaman sejarah dan digantikan oleh
generasi baru. Masyarakat ini sebenarnya telah menerima kenikmatan yang
dikaruniakan Allah, menjalani hidup dalam kemakmuran, memperturutkan hati
menikmati semua kesenangan dan, saat melakukan semua itu, tidak pernah
menyibukkan diri dengan mengingat Allah. Mereka tidak pernah merenungkan fakta
bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berakhir. Mereka mengecap kehidupan
dan tidak pernah memikirkan tentang kematian dan hal-hal setelahnya. Bagi
mereka, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan duniawi terasa abadi.
Akan tetapi, kehidupan abadi yang sebenarnya adalah setelah kematian. Mereka
tidak mencapai apa pun dengan cara pandang kehidupan seperti ini; namun, sejarah
memberikan cukup bukti tentang kehancuran mereka yang pahit. Walau telah berlalu
ribuan tahun, kenangan mereka tetap sebagai peringatan, yang mengingatkan
generasi sekarang tentang akhir dari mereka yang menyimpang dari jalan Pencipta
mereka.
Thamud
Tsamud adalah salah satu dari bangsa yang dimusnahkan karena kesombongan
terhadap wahyu ilahi dan mengabaikan peringatan-peringatan Allah. Sebagaimana
dinyatakan dalam Al Quran, kaum Tsamud dikenal dengan kemakmuran dan kekuatannya
dan mereka merupakan sebuah negeri yang unggul dalam seni.
Dan ingatlah olehmu di
waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum
'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di
tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah;
maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
membuat kerusakan. (QS. Al A'raaf, 7: 74)
|
Pada ayat lain, lingkungan sosial kaum Tsamud
digambarkan sebagai berikut:
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini dengan aman, di dalam kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. (QS. Asy-Syu'araa', 26: 146-149)
Karena bergembira ria dalam kemakmuran, kaum Tsamud menjalani hidup yang
mewah. Dalam Al Quran, Allah menyebutkan bahwa nabi Shalih dikirim untuk memberi
peringatan kepada mereka. Nabi Shalih adalah orang yang dikenal di kalangan kaum
Tsamud. Kaumnya, yang tidak mengira ia akan menyerukan agama yang hak, terkejut
atas ajakannya agar mereka meninggalkan kesesatan. Sebagian kecil masyarakat
menuruti panggilan Shalih, tetapi kebanyakan tidak menerima perkataannya.
Khususnya, para pemuka kaum menolak Shalih dan memusuhinya. Mereka mencoba
menyakiti siapa saja yang mempercayai Shalih dan menekan mereka. Mereka murka
kepada Shalih karena dia menyeru mereka untuk menyembah Allah. Kemurkaan ini
bukan hal yang khusus pada kaum Tsamud saja: mereka hanya mengulangi kesalahan
yang telah dilakukan oleh kaum Nuh dan 'Ad yang mendahului mereka dalam sejarah.
Karena itulah, Al Quran menyebutkan ketiga kaum ini sebagai berikut:
Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya." (QS. Ibrahim, 14: 9)
Kaum Tsamud berkeras untuk bersikap angkuh dan tidak pernah mengubah
perilaku mereka terhadap nabi Shalih dan malahan merencanakan untuk membunuhnya.
Shalih memperingatkan mereka lebih jauh dengan mengatakan: "Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini dengan aman"
(QS. Asy-Syu'araa', 26: 146-149). Memang, kaum Tsamud meningkatkan penyelewengan
mereka karena tidak sadar akan azab Allah dan menantang Nabi Shalih dengan
sombong dan penuh kegirangan:
Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang diutus. (QS. Al A'raaf, 7: 77)
Nabi Shalih memberi tahu mereka, dari wahyu Allah, bahwa mereka akan
dibinasakan dalam waktu tiga hari. Tiga hari kemudian, peringatan Nabi Shalih
menjadi kenyataan dan kaum Tsamud pun musnah.
Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud. (QS. Huud, 11: 67-68)
Menyedihkan, kaum Tsamud membayar ketidakpatuhan mereka terhadap nabi mereka
dengan kehancuran. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan dan karya-karya seni
yang mereka hasilkan tidak dapat melindungi mereka dari hukuman. Kaum Tsamud
dihancurkan dengan azab yang memilukan sebagaimana semua kaum lain yang menolak
keimanan sebelum dan sesudah mereka. Singkatnya, akhir mereka sesuai dengan
tingkah laku mereka. Mereka yang ingkar dihancurkan sama sekali, dan mereka yang
patuh menerima kebebasan abadi.
Kaum Saba'
Kisah kaum Saba' (atau Sheba dalam Injil) diceritakan dalam Al Quran
sebagai berikut:
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan) : "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS. Saba ', 34: 15-17)
Sebagaimana dituturkan dalam ayat di atas, kaum Saba' tinggal di wilayah yang
dikenal dengan kebun-kebun dan kebun anggur yang indah dan subur. Di negeri
seperti itu, di mana standar kehidupan sangat baik, seharusnya mereka bersyukur
kepada Allah. Namun, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, mereka
"berpaling dari Allah". Karena mereka mengaku-aku semua kemakmuran mereka
sebagai milik mereka semata, mereka kehilangan semuanya. Sebagaimana disebutkan
dalam ayat tersebut, banjir Arim menghancurkan seluruh negeri mereka.
Bangsa Sumeria yang Jaya
Sumeria merupakan gabungan negara-negara kota di sekitar Tigris dan Eufrat
bawah yang sekarang merupakan Irak selatan. Di masa kini, daratan yang akan
sering ditemui mereka yang melakukan perjalanan ke Irak selatan hanyalah padang
pasir yang sangat luas. Sebagian besar daratan, kecuali kota-kota dan
daerah-daerah yang telah dihutankan, diselimuti pasir. Padang pasir ini, tanah
asal bangsa Sumeria, telah ada sejak ribuan tahun. Negeri mereka yang jaya, yang
kini hanya dapat ditemui di buku-buku pelajaran, sama nyatanya dengan peradaban
mana pun sekarang. Bangsa Sumeria hidup sebagaimana kita saat ini dan
menciptakan karya-karya arsitektur yang luar biasa. Dalam sebuah pengertian,
kota-kota yang luar biasa indahnya yang dibangun oleh bangsa Sumeria adalah
bagian dari warisan budaya bagi zaman kita.
Di antara apa yang tersisa dari peninggalan budaya
Sumeria, kita mendapatkan informasi tentang penguburan rumit yang dilakukan
untuk Puabi, salah satu ratu mereka. Penggambaran yang hidup tentang upacara
besar ini dapat ditemukan pada banyak sumber dan mereka menceritakan bahwa jasad
sang ratu dihiasi secara luar biasa. Jenazahnya dikenakan kain yang dihiasi
dengan manik-manik dari perak, emas dan batu-batu mulia, serta untaian mutiara.
Di kepalanya dikenakan rambut palsu dan mahkota berhiaskan daun-daun emas.
Sejumlah besar emas juga ditempatkan di makam tersebut.1
Singkatnya, Ratu Puabi, sebuah nama yang penting dalam sejarah Sumeria,
dikuburkan dengan harta benda yang luar biasa. Menurut penuturan, kekayaan yang
tak ternilai ini dibawa ke makamnya dengan prosesi tentara dan pelayan. Ratu
Puabi mungkin telah dikubur bersama kekayaan yang tak terhitung, tetapi itu
tidak menyelamatkan jasadnya dari membusuk hingga tinggal kerangka.
Seperti semua orang lain di kerajaannya, yang mungkin dihinanya karena
kemiskinan mereka, jasadnya meluruh di bawah tanah menjadi massa bakteri yang
membusuk. Ini tentunya merupakan contoh yang mengesankan yang menunjukkan bahwa
harta dan kekayaan di dunia tidak dapat menjamin agar selamat dari akhir yang
menyedihkan.
Bangsa Mino
Daratan dan lautan mungkin saja terhampar
relatif tenang selamaberabad-abad. Lalu, sebuah pelengkungan tanah tiba-tiba
melepaskan bencana. Barangkali tidak ada kejadian yang menggambarkan kengerian
seperti itu begitu nyata sebagaimana malapetaka di Thera kuno. Yang terjadi di
sana mungkin merupakan letusan vulkanik terdahsyat dalam sejarah. Menjulang
tinggi di atas Laut Aegea sekitar 3.500 tahun yang lalu, gunung api setinggi
satu mil membentuk sebuah pulau sepanjang 10 mil. Di sana tampak sebuah
peradaban besar yang berpusat sekitar tujuh puluh mil di utara pulau Kreta. Pada
puncaknya, barangkali 30.000 orang hidup di Akrotiri, kota utama Thera, di mana
berdiri istana berhiasan lukisan dinding dan dari mana dikirim kapal-kapal penuh
barang dagangan. Walaupun para ilmuwan masih belum dapat memastikan waktu
tepatnya yang diperkirakan antara 1470 hingga 1628 SM mereka mengetahui
rangkaian peristiwanya. Goncangan-bumi ringan diikuti oleh gempa hebat, gempa
susulan, dan sebuah ledakan yang gemanya terdengar hingga ke Skandinavia, Teluk
Persia, dan Karang Gibraltar.2 Gelombang pasang
menyerbu dan menghancurkan Amnisos, teluk Knossos. Hari ini, hanya sisa-sisa
dari istana yang megah tersebut yang tersisa.
Peradaban Mino, salah satu peradaban terpenting di masa itu, kemungkinan besar
tidak pernah mengira akhir yang begitu drastis. Mereka yang menyombongkan
kekayaan dan harta mereka kehilangan segala milik mereka. Allah menekankan di
dalam Al Quran bahwa akhir yang drastis dari berbagai peradaban kuno seperti itu
hendaknya direnungkan oleh masyarakat sekarang:
Dan apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman mereka itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Rabb). Maka apakah mereka tidak mendengarkan (memperhatikan)? (QS. As-Sajdah, 32: 26)
Malapetaka Pompei
Bagi ahli sejarah, sisa-sisa Pompei merupakan kesaksian yang mengguncang
dari penyelewengan susila yang pernah berlaku di sana. Bahkan jalan-jalan raya
kota Pompei, lambang kemerosotan moral dari Kekaisaran Romawi, menunjukkan
kesenangan dan kenikmatan yang diperturutkan oleh kota ini: jalan raya yang
pernah begitu sibuk dan penuh kedai minuman, klab malam, dan rumah bordil, masih
memberikan kilasan yang ditinggalkan malapetaka tersebut pada kehidupan
sehari-hari.
Di sini, di tanah yang sekarang diselimuti debu vulkanis, pernah ada
banyak peternakan yang makmur, kebun anggur yang subur, dan rumah musim panas
yang mewah. Karena berlokasi di antara lereng Gunung Vesuvius dan laut, Pompei
menjadi tempat wisata musim panas favorit bagi orang-orang kaya Romawi yang
melepaskan diri dari ibu kota yang terik. Tetapi, Pompei menjadi saksi atas
salah satu letusan gunung api paling menakutkan dalam sejarah, melenyapkan kota
itu dari muka bumi. Kini, sisa-sisa penghuni kota ini sesak napas karena uap
beracun dari Vesuvius saat mereka melakukan kegiatan harian seperti biasa dengan
sangat hidup menggambarkan detail mengenai cara hidup bangsa Romawi. Bencana
tersebut melanda Pompei, juga kota tetangganya, Herculaneum , pada suatu hari
musim panas, pada saat daerah itu dipadati orang-orang kaya Romawi menghabiskan
musim dalam vila-vila mereka yang megah.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 Agustus 79 M.
Penyelidikan di situs kejadian mengungkapkan bahwa letusan berkembang dalam
tahapan yang berbeda-beda. Sebelum letusan, daerah itu berguncang beberapa kali.
Suara gaduh yang jauh dan bernada tinggi, dalam dan mengerikan, yang datang dari
gunung berapi, mengiringi gempa itu. Pertama-tama, Vesuvius menyemburkan
gumpalan uap air dan abu, "Kemudian awan yang berputar ini naik tinggi ke
atmosfer dengan membawa pecahan batu tua yang tercabik dari saluran gunung
berapi dan jutaan ton batu apung yang masih baru dan seperti kaca. Angin yang
kuat membawa awan abu ke arah Pompei, di mana 'batu-batu kecil' mulai
berjatuhan. Begitu kanopi yang menutupi matahari menyebar di atas kota, batu
apung dan abu menghujani Pompei, bertumpuk dengan kecepatan enam inci per jam."
Herculaneum lebih dekat ke Vesuvius;
kebanyakan penduduknya meninggalkan kota karena takut akan gelombang piroklastik
bergerak yang menderu ke arah mereka. Mereka yang tidak segera meninggalkan kota
, tidak hidup lebih lama untuk menyesali keterlambatan mereka. Gelombang
piroklastik yang mencapai Herculaneum membunuh mereka sementara aliran
piroklastik yang bergerak lebih lambat menelan kota itu, menguburnya. Penggalian
di Pompei, di pihak lain, mengungkapkan bahwa kebanyakan penghuninya enggan
meninggalkan kota . Mereka mengira tidak berada dalam bahaya karena Pompei tidak
terlalu dekat ke kawah. Karena itu, kebanyakan warga Pompei yang kaya tidak
meninggalkan rumah mereka dan malah berlindung di rumah dan toko mereka, sambil
berharap badai akan segera bertiup jauh. Mereka semua binasa sebelum sempat
menyadari bahwa segalanya telah terlambat. Hanya dalam satu hari, Pompei dan
Herculaneum , serta enam desa di sekitarnya tersapu dari peta. Al Quran
menyatakan bahwa peristiwa seperti ini merupakan peringatan bagi semua:
Itu adalah sebahagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah." (QS. Huud, 11: 100)
Menyingkap rahasia Pompei tidak dapat dilakukan hingga berabad-abad kemudian.
Lebih dari sekadar isyarat belaka, penggalian kota kuno itu memberikan gambaran
hidup dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Bentuk dari banyak korban yang
menderita ini terpelihara utuh. Berikut ini ayat yang berhubungan:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (QS. Huud, 11: 102)
Kini, reruntuhan yang sangat luas merupakan bukti yang menakjubkan dari
peradaban rumit yang pernah berkembang ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu.
Banyak pembangun kota-kota besar dari berbagai era sejarah yang berbeda sekarang
tidak dikenal. Kekayaan, teknologi, atau karya seni mereka tidak dapat
menyelamatkan mereka dari akhir yang pahit. Bukan mereka, melainkan
generasi-generasi sesudahnya yang mengambil keuntungan dari warisan mereka yang
kaya. Dengan sedikit petunjuk untuk menuntun kita, asal usul dan nasib dari
berbagai peradaban kuno ini masih menjadi misteri hingga sekarang. Namun ada dua
hal yang nyata: mereka menganggap bahwa mereka tidak akan pernah mati dan mereka
menenggelamkan diri dalam kesenangan duniawi. Mereka meninggalkan
monumen-monumen besar karena mempercayai bahwa dengan itu mereka akan meraih
keabadian. Tidak jauh berbeda dengan berbagai peradaban kuno ini, banyak
kelompok manusia saat ini juga memiliki pola pikir demikian. Dengan harapan
untuk mengabadikan nama mereka, segolongan besar anggota masyarakat modern
menghambakan diri sepenuhnya untuk mengumpulkan lebih banyak kekayaan atau
menciptakan karya-karya untuk ditinggalkan. Lebih jauh lagi, kelihatan jelas
bahwa mereka bersuka-ria dalam kemewahan yang lebih boros dari generasi
sebelumnya dan tetap mengabaikan wahyu-wahyu Allah. Ada banyak pelajaran yang
dapat diambil dari perilaku sosial dan pengalaman berbagai kaum terdahulu. Tak
satu pun dari kaum-kaum itu bertahan hidup. Berbagai karya seni dan monumen yang
mereka tinggalkan mungkin dapat menolong mereka agar dikenang oleh generasi
sesudahnya tetapi tidak menyelamatkan mereka dari azab ilahi atau mencegah jasad
mereka membusuk. Aneka peninggalan mereka tetap berdiri di sana hanya sebagai
peringatan dan ancaman akan kemurkaan Allah pada mereka yang ingkar dan tidak
bersyukur atas kekayaan yang dikaruniakan-Nya.
Tak diragukan lagi, pelajaran yang dapat diambil dari berbagai peristiwa
sejarah seperti itu seharusnya pada akhirnya membawa kepada kearifan. Setelah
itu barulah seseorang dapat memahami bahwa apa yang menimpa kaum-kaum terdahulu
bukannya tanpa tujuan. Seseorang mungkin menyadari lebih jauh bahwa hanya Allah
Yang Mahakuasa yang memiliki kekuatan untuk menciptakan bencana kapan pun. Dunia
adalah tempat manusia diuji. Mereka yang berserah diri kepada Allah akan meraih
keselamatan. Mereka yang puas dengan dunia ini, di lain pihak, akan kehilangan
keabadian yang dirahmati. Tak diragukan, akhir mereka akan sesuai dengan
perbuatan mereka dan mereka akan diadili sesuai dengan perbuatan mereka. Tentu
saja, Allah adalah sebaik-baik Hakim.
No comments :
Post a Comment