Saturday, September 28, 2013
Kisah Habibie yang Jadi Pelopor Airbus
JAKARTA - Mantan Presiden BJ Habibie menceritakan bagaimana Indonesia bisa membuat pesawat terbang. Dirinya mengatakan, ide pembuatan pesawat bukan darinya, atau karena Presiden Soekarno dan Soeharto, melainkan ide yang lahir dari Bangsa Indonesia.
Dirinya mengisahkan, sewaktu proklamasi kemerdekaan, Indonesia harus bisa mandiri dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pada Januari 1950, Indonesia harus mengirim putra-putri terbaik untuk belajar di luar negeri, dan difokuskan dalam dua bidang.
Dua bidang tersebut, yaitu di kirim keluar untuk membuat kapal terbang penumpang, atau membuat kapal laut untuk barang-barang. Habibie pun mengikuti program ini saat dirinya masih kelas tiga SMP.
Habibie mengatakan, di gelombang pertama banyak yang belajar dua bidang tersebut. Akan tetapi yang mempunyai ide membangun pesawat terbang sendiri adalah Angkatan Udara, yang menjadi salah satu pendiri Garuda.
"Yang pertama mengambil inisiatif membuat pesawat terbang, adalah Angkatan Udara RI," ujar Habibie di Jakarta, Kamis (26/9/2013).
"Banyak yang dikirim, tapi yang di garis depan, almarhum Pak Dwieko, salah satu pendiri Garuda. Dia lebih senior dari saya," ujar Habibie.
Dari situ, dirinya berpikir, jika angkatan bersenjata, baik angkatan udara, angkatan darat dan angkatan laut adalah yang paling mengerti dan memahami teknologi.
"Pak Nurtano salah satu pelopor yang gugur menjalankan flight test FHR 23. Itu pesawat kecil. Kita butuhnya FHR 25 itu yang besar. Sekarang dia gugur, dan tidak maju-maju lagi," ujar Habibie.
Selanjutnya, Presiden Soekarno mengambil inisiatif bahwa pesawat terbang itu penting untuk bangsa Indonesia. Dia pun mengangkat seorang menteri sebagai menteri koperatif pelaksana pengembangan pesawat terbang.
"Saya kenal mereka (menteri). Saat itu, saya sedang membuat S3 saat mereka aktif. Saya S1 umur 22, S2 umur 24, S3 konstruksi pesawat terbang umur 28 tahun di Jerman. Di tempat pertama kali orang mempelopori Airbus," ujar Habibie.
Saat S3, dirinya mendapat ujian untuk merancang pesawat terbang dengan kecepatan lima kali hingga 20 kali lipat dari kecepatan suara. Dirinya pun mengalami kebingungan bagaimana cara mengembangkan tugas akhirnya.
"Tapi tidak tahu bagaimana mengembangkannya. Tapi kalau enggak dikembangkan enggak dapat S3. Tapi akhirnya saya bisa," ujarnya.
Dari situ, dirinya, berfikir untuk membuat pesawat yang dapat mendarat sesuai dengan flight by way, di mana saat pendaratan tidak terjadi goyangan mengayun.
"Saya kerja di perusahaan Jerman, dan membantu pembangunan suatu pesawat, yang sekarang jadi pelopor pusat penerbangan, yaitu Airbus," tutupnya.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment